Oleh: Mustagfirun Nashrullah dan Nurma Kurniawati
Kerangka Konseptual
Syi’ah jika dilihat dari segi bahasa dapat di artikan sebagai pembela, pengikut, pecinta, yang di peruntukkan kepada ide, suatu individu maupun suatu kelompok tertentu (Shihab, 2007). Dalam arti lain Syi’ah juga dapat di sandingkan dengan kata Tasyayu’ yang artinya tunduk, patuh, dan taat dari segi agama dan mengangkat kepala kepada orang yang ditaati dengan penuh setelah banyak di ungkap dalam al-qur’an, salah satunya yaitu terdapat di dalam surat Ash-Shaaffaat ayat 83 yang artinya: “Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar sebagai pendukungnya (Nuh)”. Jadi bisa di simpulkan bahwasannya kata “Syi’ah” dalam kebahasaan sudah di kenal sejak awal kepemimpinan Islam, sebagai identifikasi terhadap kelompok-kelompok yang mengidolakan seseorang yang dianggap sebagai tokoh.
Asal Muasal Ajaran Syi’ah
Syi’ah adalah kenyataan atau fakta penting dari sejarah umat Islam yang terus mengalir. Lebih dari 100 tahun lamanya Syi’ah mengalami perjalanan sejarah, tidak serta merta hadir dipanggung perdebatan dan konflik sosial seperti saat ini. Ada yang menilai bahwa Syi’ah sebenarnya adalah kelompok sempalan Islam buatan orang Yahudi, Abdullah bin Saba’. Abdullah bin Saba’ sang yahudi di tuduh sengaja membentuk kelompok baru dalam Islam untuk memecah belah dan menghancurkan umat Islam.
Sirajuddin Abas dalam bukunya I’tiqad Ahulssunnah Wal-jamaah menguraikan bahwa Abdullah bin Saba’ adalah seorang pendeta Yahudi dari Yaman yang sengaja masuk Islam. Sesudah masuk Islam lantas ia dating ke Madinah pada akhir masa kekuasaan Khalifah Utsman bin Affan, yaitu sekitar tahun 30 H. Akan tetapi hijrahnya Abdullah bin Saba’ tidak mendapat sambutan dari kaum muslimin, sehingga ia dendam dan berupaya menghancurkan Islam dari dalam dengan cara mengagung-agungkan Sayyidina Ali bin Abi Thalib (Sirajuddin Abbas, 1992).
Jika dilihat dari data sejarah, jika yang dimaksud dengan Syi’ah yaitu suatu kelompok yang mendasarkan paham keagamaan pada Ali bin Abi Thalib dan keturunannya (ahlul ba’it) maka cikal bakal kemunculan kelompok Syi’ah sudah ada sejak awal kepemimpinan Islam pasca kerasulan Muhammad. Kemunculan Kelompok Syi’ah dipicu oleh perbedaan pandangan dikalangan para sahabat nabi dengan ahlul bait (keluarga nabi) tentang siapa yang menggantikan kedudukan nabi setelah meninggalnya.
Menurut kalangan Syi’ah, ketika nabi wafat pada saat jasadnya terbaring belum dikuburkan, ada kelompok di luar ahlul bait berkumpul untuk menentukan siapa kholifah bagi umat muslimin, dengan alasan untuk menjaga kesejahteraan umat dan memecahkan problem sosial saat itu. Mereka melakukan itu tanpa berunding dengan ahlul-bait yang sedang sibuk dengan acara pemakaman. Sehingga Ali bin Abi Thalib dan Sahabat-sahabatnya dihadapkan kepada suatu keadaan yang sudah tidak mungkin untuk diubah lagi, ketika Abu Bakar di daulat menjadi Khalifah pertama. Ali bin Abi Thalib pada waktu itu cukup bersabar untuk menunggu saat yang tepat sampai pada pergantian khalifah yang ketiga, Usman. Pada kepemimpinan tiga khalifah tersebut, kelompok Ali (ahlul bait).
Saat yang paling sukar bagi kelompok Syi’ah adalah dua puluh tahun masa kekuasaan Muawiyah. Kaum Syi’ah pada waktu itu tidak memiliki perlindungan, dan kebanyakan dari kaum Syiah dikejar-kejar oleh pemerintah. Keluarga Imam Hasan dan Husain mati dibunuh dengan kejam, dibantai dengan seluruh pembantu dan anak-anaknya. Penderitaan kelompok ahlul ba’it semasa pemerintahan Muawiyah inilah yang menguatkan perjuangan kelompok Syiah menjadi sebuah paham/aliran yang terus bertahan menentang penguasa yang berbuat tidak adil dan aniaya. (Shihab, 2007:63-69, Thabathabai, 1989:45-61)
Aliran dalam Syiah
Sejarah Syiah menurut Shihab dengan mengutip pendapat Al-Baghdadi (wafat 429 H) pengarang kitab al-farqu baina al-firaq, membagi Syiah dalam empat kelompok besar yaitu Zaidiyah, Ismailiyah, Isna ‘Asyariyah, dan Ghulat (ekstremis). Munculnya berbagai macam golongan Sekte Syi’ah disebabkan oleh karena adanya perbedaan dalam hal pergantian Imam, yaitu sesudah Imam al-Husein, Imam ketiga, sesudah Ali Zaenal Abidin, Imam keempat dan sesudah Ja’far Sadiq, Imam keenam. (Shihab,2007:66)
Perkembangan Syiah di Indonesia
Menurut Jalaluddin Rahmat (tokoh Syiah Indonesia), perkembangan Syiah di Indonesia terdapat empat fase (periodisasi). Fase pertama, Syiah sudah masuk ke Indonesia sejak masa awal masuknya Islam di Indonesia melalui para penyebar Islam awal, yaitu melalui orang Persia yang tinggal di Gujarat. Syiah pertama kali dating ke Aceh. Raja pertama Kerajaan Samudra Pasai yang terletak di Aceh. Marai Silu, memeluk Islam versi Syiah dengan memakai gelar Malikul Saleh.
Fase kedua, setelah revolusi Islam di Iran tahun 1997. Gerakan revolusi mampu mengubah iran dari monarki di bawah Shah Mohammad Reza Pahlevi, menjadi Republik Islam di bawah pimpinan Ayatullah Agung Ruhulah Khomeini. Ketika itu orang Syiah mendadak punya Negara, yaitu Iran. Sejak kemenangan Syiah pada Revolusi Iran, memunculkan simpati yang besar dikalangan aktivis muda Islam di berbagai kota terhadap Syiah. Naiknya popularitas Syiah tu membuat khawatir dan was-was negeri yang menjadi musuh bebuyutan Ira, yakni Arab Saudi. Melalui lembaga-lembaga bentukan pemerintah, Saudi Arabia melalukan upaya untuk menangkal perkembangan Syiah, termasuk penyebarannya di Indonesia.
Fase ketiga, masyarakat Indonesia mempelajari fiqih Syiah. Para peminat Syiah mulai belajar fiqih dari habib-habib yang pernah belajar di Khum, Iran. Gelombang reformasi yang terjadi pada tahun 1998 sebagai era keterbukaan dan kebebasan ikut mendorong daya ketertarikan masyarakat pada ajaran Syiah. Karena pemahaman Syiah sudah masuk ke ranah fiqih, muncullah perbedaan paham yang mengarah pada benih-benih konfik secara terbuka.
Fase keempat, orang Syiah mulai membentuk ikatan, seperti pembentukan Ikatan Jemaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI), berdiri 1 Juli 2000.
Dengan demikian semakin meningkatnya penganut Syiah, maka tingkat ketegangan kelompok sunni dengan Syiah semakin meningkat. Perseteruan pertama terjadi pada pesantren milik Ustad Ahmad, di Desa Brayo, Kecamatan Wonotunggal, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, 8 April 2000. Ketika itu, massa menyerbu pesantren seusai shalat Jum’at, sekitar pukul 14.00 hingga 16.30. Akibatnya, tiga rumah di Pondok Pesanren Al-Hadi dirusak dan satu dibakar massa.
Konflik kedua muncul di Bondowoso pada 2006. Sasaran serangan adalah pesantren milik Kiai Musowir yang sedang menggelar yasinan pada malam jum’at. Peyerbuan kemudian terjadi lagi pada rumah pengurus Masjid Jar Hum di Bangil, Jawa Timur, November 2007. Massa merusak rumah itu lantaran menolak kehadiran pengikut Syiah.
Usaha menyerang penganut Syiah terjadi juga di Jember, Jawa Timur. Pada bulan Ramadhan, Agustus 2012, muncul sejumlah spanduk yang menyebutkan ajaran habib Syiah adalah sesat. Namun kain propaganda itu berhasil diturunkan warga dan petugas Pamong Praja sebelum memicu konflik. Dan pada tahun yang sama, kasus Syiah di Sampang mencuat, berbuntut dihukumnya Tajul dengan tuduhan penodaan agama.
Tentang Syi'ah
Sekte Syiah adalah orang-orang yang sangat fanatik dengan Ali Bin Abi Thalib mereka menganggap Khilafah hanya untuk Ali dan keturunannya sehingga urusan khilafah sama dengan warisan dari Nabi SAW, bukan dari cara baiat. secara bahasa Syiah artinya pengikut, pendukung, partai, kelompok. Syiah merujuk kepada sebagian muslimin yang dalam dimensi spiritual keagamaan dan politik membela keturunan Nabi Muhammad SAW dari garis keturunan Sayyidatina Fatimah dan Sayyidina Ali (Ahlul Bait).
Sebenarnya lahirnya Syiah berawal dari ketidaksetujuan atas kekhalifahan Abu Bakar dan berpendirian bahwa yang berhak menjadi khalifah adalah Sayyidina Ali sehingga embrio Syi’ah sudah ada sejak terpilihnya Khalifah Abu Bakar, bukan setelah peristiwa tahkim antara (Ali dan Muawiyah). Namun jika dilihat dari sejarah Syiah lahir karena gagalnya perundingan antara Ali dan muawiyah di Siffin (Arbitrase atau Tahkim).
Syiah terpecah menjadi puluhan sekte. Hal ini disebabkan karena perbedaan cara pandang di kalangan mereka mengenai sifat Imam Maksum/tidak dan perbedaan dalam mengganti Imam. Tiga sekte Syiah yang memiliki pengaruh besar hingga saat ini yaitu Syi’ah Zaidiyah, Syi’ah Ismailiyah, dan Syi’ah Imamiyah atau Isna Asy’ariyah.
12 imam Syi’ah, yaitu :
SYI'AH DAN PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA
Syi’ah jika dilihat dari segi bahasa dapat di artikan sebagai pembela, pengikut, pecinta, yang di peruntukkan kepada ide, suatu individu maupun suatu kelompok tertentu (Shihab, 2007). Dalam arti lain Syi’ah juga dapat di sandingkan dengan kata Tasyayu’ yang artinya tunduk, patuh, dan taat dari segi agama dan mengangkat kepala kepada orang yang ditaati dengan penuh setelah banyak di ungkap dalam al-qur’an, salah satunya yaitu terdapat di dalam surat Ash-Shaaffaat ayat 83 yang artinya: “Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar sebagai pendukungnya (Nuh)”. Jadi bisa di simpulkan bahwasannya kata “Syi’ah” dalam kebahasaan sudah di kenal sejak awal kepemimpinan Islam, sebagai identifikasi terhadap kelompok-kelompok yang mengidolakan seseorang yang dianggap sebagai tokoh.
Asal Muasal Ajaran Syi’ah
Syi’ah adalah kenyataan atau fakta penting dari sejarah umat Islam yang terus mengalir. Lebih dari 100 tahun lamanya Syi’ah mengalami perjalanan sejarah, tidak serta merta hadir dipanggung perdebatan dan konflik sosial seperti saat ini. Ada yang menilai bahwa Syi’ah sebenarnya adalah kelompok sempalan Islam buatan orang Yahudi, Abdullah bin Saba’. Abdullah bin Saba’ sang yahudi di tuduh sengaja membentuk kelompok baru dalam Islam untuk memecah belah dan menghancurkan umat Islam.
Sirajuddin Abas dalam bukunya I’tiqad Ahulssunnah Wal-jamaah menguraikan bahwa Abdullah bin Saba’ adalah seorang pendeta Yahudi dari Yaman yang sengaja masuk Islam. Sesudah masuk Islam lantas ia dating ke Madinah pada akhir masa kekuasaan Khalifah Utsman bin Affan, yaitu sekitar tahun 30 H. Akan tetapi hijrahnya Abdullah bin Saba’ tidak mendapat sambutan dari kaum muslimin, sehingga ia dendam dan berupaya menghancurkan Islam dari dalam dengan cara mengagung-agungkan Sayyidina Ali bin Abi Thalib (Sirajuddin Abbas, 1992).
Jika dilihat dari data sejarah, jika yang dimaksud dengan Syi’ah yaitu suatu kelompok yang mendasarkan paham keagamaan pada Ali bin Abi Thalib dan keturunannya (ahlul ba’it) maka cikal bakal kemunculan kelompok Syi’ah sudah ada sejak awal kepemimpinan Islam pasca kerasulan Muhammad. Kemunculan Kelompok Syi’ah dipicu oleh perbedaan pandangan dikalangan para sahabat nabi dengan ahlul bait (keluarga nabi) tentang siapa yang menggantikan kedudukan nabi setelah meninggalnya.
Menurut kalangan Syi’ah, ketika nabi wafat pada saat jasadnya terbaring belum dikuburkan, ada kelompok di luar ahlul bait berkumpul untuk menentukan siapa kholifah bagi umat muslimin, dengan alasan untuk menjaga kesejahteraan umat dan memecahkan problem sosial saat itu. Mereka melakukan itu tanpa berunding dengan ahlul-bait yang sedang sibuk dengan acara pemakaman. Sehingga Ali bin Abi Thalib dan Sahabat-sahabatnya dihadapkan kepada suatu keadaan yang sudah tidak mungkin untuk diubah lagi, ketika Abu Bakar di daulat menjadi Khalifah pertama. Ali bin Abi Thalib pada waktu itu cukup bersabar untuk menunggu saat yang tepat sampai pada pergantian khalifah yang ketiga, Usman. Pada kepemimpinan tiga khalifah tersebut, kelompok Ali (ahlul bait).
Saat yang paling sukar bagi kelompok Syi’ah adalah dua puluh tahun masa kekuasaan Muawiyah. Kaum Syi’ah pada waktu itu tidak memiliki perlindungan, dan kebanyakan dari kaum Syiah dikejar-kejar oleh pemerintah. Keluarga Imam Hasan dan Husain mati dibunuh dengan kejam, dibantai dengan seluruh pembantu dan anak-anaknya. Penderitaan kelompok ahlul ba’it semasa pemerintahan Muawiyah inilah yang menguatkan perjuangan kelompok Syiah menjadi sebuah paham/aliran yang terus bertahan menentang penguasa yang berbuat tidak adil dan aniaya. (Shihab, 2007:63-69, Thabathabai, 1989:45-61)
Aliran dalam Syiah
Sejarah Syiah menurut Shihab dengan mengutip pendapat Al-Baghdadi (wafat 429 H) pengarang kitab al-farqu baina al-firaq, membagi Syiah dalam empat kelompok besar yaitu Zaidiyah, Ismailiyah, Isna ‘Asyariyah, dan Ghulat (ekstremis). Munculnya berbagai macam golongan Sekte Syi’ah disebabkan oleh karena adanya perbedaan dalam hal pergantian Imam, yaitu sesudah Imam al-Husein, Imam ketiga, sesudah Ali Zaenal Abidin, Imam keempat dan sesudah Ja’far Sadiq, Imam keenam. (Shihab,2007:66)
Perkembangan Syiah di Indonesia
Menurut Jalaluddin Rahmat (tokoh Syiah Indonesia), perkembangan Syiah di Indonesia terdapat empat fase (periodisasi). Fase pertama, Syiah sudah masuk ke Indonesia sejak masa awal masuknya Islam di Indonesia melalui para penyebar Islam awal, yaitu melalui orang Persia yang tinggal di Gujarat. Syiah pertama kali dating ke Aceh. Raja pertama Kerajaan Samudra Pasai yang terletak di Aceh. Marai Silu, memeluk Islam versi Syiah dengan memakai gelar Malikul Saleh.
Fase kedua, setelah revolusi Islam di Iran tahun 1997. Gerakan revolusi mampu mengubah iran dari monarki di bawah Shah Mohammad Reza Pahlevi, menjadi Republik Islam di bawah pimpinan Ayatullah Agung Ruhulah Khomeini. Ketika itu orang Syiah mendadak punya Negara, yaitu Iran. Sejak kemenangan Syiah pada Revolusi Iran, memunculkan simpati yang besar dikalangan aktivis muda Islam di berbagai kota terhadap Syiah. Naiknya popularitas Syiah tu membuat khawatir dan was-was negeri yang menjadi musuh bebuyutan Ira, yakni Arab Saudi. Melalui lembaga-lembaga bentukan pemerintah, Saudi Arabia melalukan upaya untuk menangkal perkembangan Syiah, termasuk penyebarannya di Indonesia.
Fase ketiga, masyarakat Indonesia mempelajari fiqih Syiah. Para peminat Syiah mulai belajar fiqih dari habib-habib yang pernah belajar di Khum, Iran. Gelombang reformasi yang terjadi pada tahun 1998 sebagai era keterbukaan dan kebebasan ikut mendorong daya ketertarikan masyarakat pada ajaran Syiah. Karena pemahaman Syiah sudah masuk ke ranah fiqih, muncullah perbedaan paham yang mengarah pada benih-benih konfik secara terbuka.
Fase keempat, orang Syiah mulai membentuk ikatan, seperti pembentukan Ikatan Jemaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI), berdiri 1 Juli 2000.
Dengan demikian semakin meningkatnya penganut Syiah, maka tingkat ketegangan kelompok sunni dengan Syiah semakin meningkat. Perseteruan pertama terjadi pada pesantren milik Ustad Ahmad, di Desa Brayo, Kecamatan Wonotunggal, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, 8 April 2000. Ketika itu, massa menyerbu pesantren seusai shalat Jum’at, sekitar pukul 14.00 hingga 16.30. Akibatnya, tiga rumah di Pondok Pesanren Al-Hadi dirusak dan satu dibakar massa.
Konflik kedua muncul di Bondowoso pada 2006. Sasaran serangan adalah pesantren milik Kiai Musowir yang sedang menggelar yasinan pada malam jum’at. Peyerbuan kemudian terjadi lagi pada rumah pengurus Masjid Jar Hum di Bangil, Jawa Timur, November 2007. Massa merusak rumah itu lantaran menolak kehadiran pengikut Syiah.
Usaha menyerang penganut Syiah terjadi juga di Jember, Jawa Timur. Pada bulan Ramadhan, Agustus 2012, muncul sejumlah spanduk yang menyebutkan ajaran habib Syiah adalah sesat. Namun kain propaganda itu berhasil diturunkan warga dan petugas Pamong Praja sebelum memicu konflik. Dan pada tahun yang sama, kasus Syiah di Sampang mencuat, berbuntut dihukumnya Tajul dengan tuduhan penodaan agama.
Tentang Syi'ah
Sekte Syiah adalah orang-orang yang sangat fanatik dengan Ali Bin Abi Thalib mereka menganggap Khilafah hanya untuk Ali dan keturunannya sehingga urusan khilafah sama dengan warisan dari Nabi SAW, bukan dari cara baiat. secara bahasa Syiah artinya pengikut, pendukung, partai, kelompok. Syiah merujuk kepada sebagian muslimin yang dalam dimensi spiritual keagamaan dan politik membela keturunan Nabi Muhammad SAW dari garis keturunan Sayyidatina Fatimah dan Sayyidina Ali (Ahlul Bait).
Sebenarnya lahirnya Syiah berawal dari ketidaksetujuan atas kekhalifahan Abu Bakar dan berpendirian bahwa yang berhak menjadi khalifah adalah Sayyidina Ali sehingga embrio Syi’ah sudah ada sejak terpilihnya Khalifah Abu Bakar, bukan setelah peristiwa tahkim antara (Ali dan Muawiyah). Namun jika dilihat dari sejarah Syiah lahir karena gagalnya perundingan antara Ali dan muawiyah di Siffin (Arbitrase atau Tahkim).
Syiah terpecah menjadi puluhan sekte. Hal ini disebabkan karena perbedaan cara pandang di kalangan mereka mengenai sifat Imam Maksum/tidak dan perbedaan dalam mengganti Imam. Tiga sekte Syiah yang memiliki pengaruh besar hingga saat ini yaitu Syi’ah Zaidiyah, Syi’ah Ismailiyah, dan Syi’ah Imamiyah atau Isna Asy’ariyah.
12 imam Syi’ah, yaitu :
- Ali Bin Abi Thalib (wafat 40 H)
- Hasan bin Ali ( putra Ali dan Fatimah)
- Husein bin Ali
- Ali Zainal Bin Husein
- M. Al Baqir bin Ali Zainal
- Jafar Shodiq bin M. Al Baqir
- Musa Al khazim bin Ja'far Shodiq
- Ali Redha bin Musa Al khazim
- M. Al-Jawad bin Ali Redha
- Ali bin Muhammad bin Ali Redha bin Musa
- Hasan bin Ali bin Muhammad Al Asykari
- Muhammad Bin Hasan Al-Mahdi
- Ahl Bait (Keluarga atau Kerabat Dekat). Tiga pengertian Ahl Bait versi Syiah, yaitu mencakup istri-istri nabi dan seluruh Bani Hasyim, hanya Bani Hasyim dan hanya terbatas pada nabi Ali Fatimah Hasan Husein dan Imam dari keturunan Ali.
- Al-Bada (Tampak). Keyakinan bahwa Allah SWT mampu mengubah suatu peraturan atau keputusan yang telah ditetapkan Allah dengan peraturan atau keputusan yang baru. Menurut Syiah keputusan baru ini adalah hak prioritas Allah SWT bukan karena baru mengetahui kemaslahatan umat. Kritik golongan manusia apabila seorang Imam Syiah salah meramal mereka menggunakan doktrin ini untuk mengelak sehingga hal ini menjadi kritik dari golongan non Syiah
- As-Syura. Hari ke-10 di bulan Muharam yang diperingati sebagai hari berkabung untuk memperingati wafatnya Imam Husein bin Ali dan keluarganya di tangan Zaid bin muawiyah pada tanggal 61 Hijriyah di Karbala, Irak. Kegiatan untuk memperingatinya yaitu seperti membuat jenang, bubur, ritual menyakiti diri sendiri, dan lain-lain. Sedangkan di Insonesia sendiri contohnya di Bengkulu membuat drama tentang peristiwa tersebut.
- Mahdawwiyah. Berasal dari kata” Mahdi” yaitu keyakinan akan datangnya seorang Imam atau juru selamat pada akhir zaman yang menyelamatkan kehidupan manusia di muka bumi (Imam Mahdi).
- Taqiyah. Berasal dari kata “Taqiya/Haqa yang berarti takut adalah sikap menjaga keselamatan jiwa karena khawatir akan bahaya yang dapat menimpa dirinya (menyembunyikan ajarannya untuk menyelamatkan diri).
- Marja’iyah atau Marja taklid. Marja’ artinya tempat kembalinya sesuatu. Marja’ Taqlid adalah sumber rujukan. Menurut Syiah imamiyah selama keghoiban Imam Mahdi kepemimpinan umat terletak pada pundak para Fuqaha baik dalam urusan keagamaan atau kemasyarakatan. Doktrin ini erat akan konsep wilayatul Faqih atau pemerintah yang Faqih
- Imamah /Kepemimpinan. Keyakinan bahwa setelah Nabi Muhammad SAW wafat harus ada pemimpin-pemimpin Islam yang melanjutkan misi atau Risalah Nabi dan dalam Syiah kepemimpinan ini mencakup persoalan keagamaan atau kemaslahatan
- Al-Qur’an. Mempunyai dua arti lahir dan batin yang mengetahui keduanya hanya Allah, Rasulullah dan Imam. Para imam mengetahui arti batin karena para imam tersebut dianggap Maksum oleh golongan Syi'ah dan diberikan ilmu yang setaraf dengan kenabian, masyarakat umum hanya mengetahui secara dhahir saja.
- Hadis Nabi, yang dipandang sah oleh Syi’ah hanya hadis-hadis yang diriwayatkan dengan jalur sanad para Imam Syiah Mereka menolak hadis yang diriwayatkan oleh ahlu Sunnah walaupun derajat keshahihannya lebih tinggi. baik masalah furu’ dan uhsul harus mendapat persetujuan dari Imam Syiah.
- Di dalam lafal adzan ada penambahan kata
- Syi’ah salat dalam 3 waktu Dhuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya, serta Subuh. Mereka sering menjamak salat
- Dalam sujud tidak menggunakan alas yang dibuat oleh tangan mereka menggunakan tanah atau batu dari Karbala
- Membolehkan nikah mut'ah
- Mengharamkan seorang muslim menikah dengan ahli kitab
- Syiah menolak qiyas
- Menurut Syiah Imam harus ditunjuk oleh Nabi dan Imam berikutnya harus ditunjuk oleh Imam tersebut
- Imam masih mendapat Wahyu dari Tuhan walaupun tidak melalui perantara malaikat jibril
- Seorang Syiah yang sudah mencapai derajat tertinggi tidak perlu beribadah