Tarekat di Indonesia


  

Tarekat di Indonesia dan AJaran-ajarannya

       Islam masuk ke wilayah Indonesia melalui jalur perdagangan. Pedagang dari Arab, Gujarat, dan China yang datang ke Nusantara bukan hanya menjajakan dagangan mereka, melainkan juga menyebarkan Islam. Islam menyebar dengan pesat di Indonesia. Bahkan menurut teori Arab milik Hamka, sudah ada perkampungan orang Arab di Sumatra sejak abad ke-7. Namun ada yang menarik dalam penyebaran Islam di Nusantara. Masyarakat Nusantara mempunyai wajah yang beragam dalam menghayati agama Islam itu sendiri. Tidak luput pula penghayatan melalui tarekat. Menurut Martin van Bruinessen, ada ciri yang mencolok pada awal penyebaran Islam di Nusantara, yaitu karya awal muslim di Nusantara sarat dengan unsur tasawuf.

     Di Indonesia banyak berkembang tarekat, hal itu berkaitan dengan teori yang telah secara umum diterima, yaitu Islam masuk kawasan ini dengan gerakan kesufian dalam tarekat-tarekat. Dalam sejarahnya, Islam berkembang pesat sejak jatuhnya kerajaan Hindu Majapahit pada sekitar awal abad XV, hampir bersamaan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511. Oleh karena itu, peranan gerakan Kesufian dalam mengembangkan dan mengukuhkan Islam, sesuai dengan gejala umum di dalam dunia Islam. Demikian jika diingat bahwa tokoh-tokoh keagamaan masa lalu banyak disebut wali.


Tarekat-tarekat di Indonesia

Berikut ini adalah Thoriqoh-thoriqoh utama yang ada dan berkembang di Indonesia:
Tarekat Alawiyyah
Tarekat Naqsyabandiyah Ali Ba 'Alawiyah
Tarekat Idrisiyah
Tarekat Kadisiyah
Tarekat Khalwatiyah
Tarekat Hamidiyah
Tarekat Naqsyabandiyah
Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah
Tarekat Qodiriyah
Tarekat Rifa'iah
Tarekat Samaniyah
Tarekat Shiddiqiyyah
Tarekat Syadziliyah
Tarekat Syattariyah
Tarekat Tijaniyah
Tarekat Maulawiyah
 

Syarat

        Muhammad Hasyim Asy'ari sebagaimana dikutip oleh Muhammad Sholikhin, seorang peng-analisis tarekat dan sufi mengatakan bahwa ada delapan syarat dalam mempelajari tarekat:

  1. Qashd shahih, menjalani tarekat dengan tujuan yang benar. Yaitu menjalaninya dengan sikap ubudiyyah, dan dengan niatan menghambakan diri kepada Tuhan.
  2. Shidq sharis, haruslah memandang gurunya memiliki rahasia keistimewaan yang akan membawa muridnya ke hadapan Ilahi.
  3. Adab murdhiyyah, orang yang mengikuti tarekat haruslah menjalani tata-krama yang dibenarkan agama.
  4. Ahwal zakiyyah, bertingkah laku yang bersih/sejalan dengan ucapan dan tingkah-laku Nabi Muhammad SAW.
  5. Hifz al-hurmah, menjaga kehormatan, menghormati gurunya, baik ada maupun tidak ada, hidup maupun mati, menghormati sesama saudaranya pemeluk Islam, hormat terhadap yang lebih tua, sayang terhadap yang lebih muda, dan tabah atas permusuhan antar-saudara.
  6. Husn al-khidmah, mereka-mereka yang mempelajari tarekat haruslah mempertinggi pelayanan kepada guru, sesama, dan Allah SWT dengan jalan menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. 
  7. Raf' al-himmah, orang yang masuk tarekat haruslah membersihkan niat hatinya, yaitu mencari khashshah (pengetahuan khusus) dari Allah, bukan untuk tujuan duniawi.
  8. Nufudz al-'azimah, orang yang mempelajari tarekat haruslah menjaga tekad dan tujuan, demi meraih makrifat khashshah tentang Allah.

     Dengan tujuan tarekat adalah membersihkan jiwa dan menjaga hawa-nafsu untuk melepaskan diri dari pelbagai bentuk ujub, takabur, riya', hubbud dunya (cinta dunia), dan sebagainya. Tawakal, rendah hati/tawadhu', ridha, mendapat makrifat dari Allah, juga menjadi tujuan tarekat.

      Kebanyakan pengikut tarekat Khalwatiyah adalah penduduk daerah Sulawesi Selatan. Yang pertama memperkenalkan adalah Syaikh Yusuf Tajul Khalwati al-Makasari, ada Syaikh Abd Shamad al-Palimbani yang membawa tarekat Samaniyah, yang, merupakan cabang al-Khalwatiyah di Sumatra. Kemudian Tarekat Syatariyah yang di sebarkan oleh Syaikh Abd Rauf Sinkel di Sumatra Selatan. Sementara itu, Tarekat Qadariyah banyak tersebar di berbagai wilayah di Indonesia dan Syaikh Fansuri dikenal sebagai orang yang pertama kali menganutnya di Indonesia. Sedangkan tarekat Alawiyah yang didirikan oleh Imam Ahmad Ibn Musa Muhajir tersebar di Indonesia melalui murid-muridnya, salah seorang pengikutnya adalah Syaikh al-Raniri. Naqsabandiyah mempunyai tiga cabang yang juga tersebar di Indonesia, Naqsabandiyah Madzhariyah, Naqsabandiyah, Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Untuk tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, merupakan penggabungan dari dua tarekat yang dilakukan oleh Syaikh Ahmad Khatib Sambas di Makkah pada 1875 M. Tarekat ini membuktikan kemampuannya dalam memobilisasi gerakan perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan Belanda  pada akhir abad 19.

      Kata tarekat, umumnya mengacu pada metode latihan atau amalan, seperti dzikir, wirid, muroqobah, juga mengenai institusi guru dan murid yang tumbuh bersamanya. Betapapun variasi namanya, tarekat tetap mempunyai satu tujuan, yaitu moral yang mulia. Tidak ada perbedaan prinsipil antara satu tarekat dan tarekat lainnya. Perbedaan hanya terletak pada jenis dzikir dan wirid dan cara pelaksanaannya. Tarekat yang berkembang pada umumnya, terutama setelah abad ke-6, merupakan kesinambungan tasawuf Sunni al-Ghazali. Corak ini berkembang tidak terkecuali di Indonesia. Para ulama nusantara yang menuntut ilmu di Mekkah dapat dipastikan membawa ijazah dari para gurunya dan mengajarkan tarekat tertentu di Indonesia. Martin van Bruinessen menuliskan dalam bukunya, bahwa pada tahap awal penulisan buku di Indonesia, ada satu segi yang sangat mencolok di Indonesia, yaitu tulisan-tulisan paling awal ulama Indonesia bernafaskan semangat tasawuf. Seperti pendapat orang, karena tasawuf inilah menjadi sebab utama orang Indonesia memeluk Islam. Islamisasi di Indonesia mulai pada masa corak pemikiran tasawuf menjadi corak yang dominan dalam dunia Islam.

      Tarekat di Indonesia mempunyai corak yang sama seperti tarekat pada umumnya. Tarekat tidak hanya mempunyai fungsi keagamaan, namun juga mempunyai sistem keterikatan kekeluargaan. Semua anggotanya menganggap diri mereka bersaudara satu sama lain. Sebagian raja di nusantara juga menggunakan tarekat sebagai legitimasi untuk memperoleh kekuasaan. Beberapa tarekat kecil di Indonesia, seperti tarekat Wahidiah dan Shiddiqiyah di Jawa Timur dan tarekat Syahadatain di Jawa Tengah, merupakan tarekat lokal yang mengembangkan ajaran-ajaran dan amalan-amalan guru tertentu. Adapun tarekat besar lainnya, seperti tarekat Khalwatiyah di Sulawesi Selatan, Syattariyah di Sumatra Barat dan Jawa, Syadziliyah di Jawa Tengah, Qadiriyah, Rifa’iyah, Idrisiyah, Tijaniyah, dan Naqsyabandiyah, merupakan cabang-cabang dari gerakan sufi internasional.

       Diterimanya tarekat di masyarakat Indonesia terlihat dari kebanyakan ulama yang pulang setelah menuntut ilmu di Hijaz menganut tarekat dan berpegang teguh pada al-Qur’an dan Sunnah. Oleh sebab itu, seperti yang telah disinggung di atas, bentuk tarekat di Indonesia merupakan kesinambungan dari tasawuf Sunni al-Ghazali. Tarekat seperti Naqsyabandiyah dan Khalwatiyah yang merupakan cabang gerkan sufi internasional masuk dalam golongan ini. Perlu diperhatikan dalam hal ini mengenai perbedaan tarekat dan ilmu kejawen. Kurangnya perhatian kepada perbedaan ini, menghasilkan pandangan negatif terhadap tarekat.


Peran Tarekat dalam Kemerdekaan Indonesia

      Di Indonesia, keterlibatan terekat dalam gerakan politik pernah terjadi pada masa penjajahan Belanda. Syaikh Yusuf al Makasari, salah satu pemimpin tarekat Khalwatiyah yang berpengaruh, pernah menjadi pemimpin gerilnya melawan kompeni.

     Di Banten Syaikh Yusuf sangat berpengaruh, dan menjadi penasehat utama Sultan Agung Tirtayasa. Pengaruh yang kuat dari Syaikh Yusuf di Banten menimbulkan ketidaksukaan Putra Mahkota, yang mendapat gelar Sultan Haji. Keadaan ini membuat Sultan Haji melakukan maker kepada ayahnya pada tahun 1682. Dalam pemberontakan ini Sultan Haji dibantu oleh pasukan Belanda dan berhasil melengserkan ayahnya dan ayahnya di tawan, tetapi Syaikh Yusuf bersama pengikutnya menyingkir ke wilayah pegunungan-pegunungan di jawa Barat. Selama hampir 2 tahun beliau berasil dari pemburuan Belanda. Akhirnya, pada 1683 mereka dapat di tangkap, Syaikh  Yusuf di asingkan Belanda ke Sri Langka, sebagian pengikutnya diizinkan kembali ke Sulawesi Selatan. Setelah 10 tahun di Sri Langka, Syaikh Yusuf di asingkan ke Tanjung Harapan, Cape Town, Afrika Selatan dan meninggal pada 1899.

      ‘Abd al Shamad al Palimbani, seorang pemimpin tarekat Sammaniyah yang berpengaruh di wilayah ini. Semangat jihad al palimbani sangat mempengaruhi para muridnya yang ahli tarekat dan juga siap untuk berjihad secara fisik. Selain perkembangan tarekat Syatariyah dikalahkan oleh Naqsabandiyah, Mulai tahun 1850-an, ada perkembangan kedua yang juga mulai pada tahun 1850an ini. Dalam Jihad Cilegon di tahun 1888 cukup banyak orang tarekat Qadiriyah yang terlibat atau dituduh terlibat. Motivasi pemberontakan Cilegon tersebut merupakan campuran antara motif ekonomi, politik, sosial, dan agama. Aksi protes ini melibatkan 4 tokoh tarekat Qadiriyah mereka adalah Haji Abd al-Karim al-Batani, seorang syaikh pengganti Syaikh Ahmad Khotib Sambas, K.H Tabagus Ismail, seorang keturunan Sultan Banten, H Marjuki dan Haji Wasil. Haji Wasil dengan kelompoknya meluncurkan pemberontakan bersenjata. Hal ini diakhibatkan dilarangnya semua tarekat di beberapa daerah di Indonesia, karena pihak kolonial merasa tidak senang denga kegiatan agama terutama terhadap Terekat. Dari pihak ini juga didatangkan untuk mengawasi kegiatan Tarekat.

      Pada tahun 1890 atas kegiatan kyai krapyak yaitu seorang guru tarekat Naqsabandiyah dan Syatariyah yang ketika itu dilarang oleh Sultan untuk mengajar. Ia mengajar ilmu fiqh kepada 20 murid yang semuanya berasal dari krapyak. Pada tahun 1897 dia tetap mengajar fiqh tidak menyebutkan bahwa ia mengajar sebuah tarekat, karena tarekat dilarang di Yogyakarta.  Hal itu menunjukkan bahwa pemerintah kolonial (residen Yogyakarta) sangat mengawasi kegiatan pengajaran agama. Tahun 1904 oleh Sultan dan Residen, kyai Krapyak di jatuhi hukuman pengasingan karena dianggap menjadi penyebab kerusuahan.

 

 

 

logoblog
Previous
« Prev Post