AKHIRNYA HUJAN REDA


 

AKHIRNYA HUJAN REDA

Oleh: Aries Lailiyah

 

Hujan membuatnya jatuh cinta padaku, seandainya aku tahu itu, maka sejak pertama kali hujan di 2015 aku akan mendatanginya.”

 

 

Namaku Akram, tahun ini aku akan melanjutkan studyku ke Kuala Lumpur, namun aku tak akan pergi sebelum aku bertemu dengan cewek yang entah bagaimana, dia selalu ada di daftar pertama ketika aku merasa sedih. Aku merasa tidak mencintainya, tapi aku selalu membayangkan, bahkan memimpikannya. Aku tidak mengaguminya, tetapi aku selalu bangga dengan pencapaian-pencapaiannya. Aku tidak pula merasa dia cantik, tapi standar cewek pilihanku seperti dia. Lantas, aku kenapa?.

            “Minum kopi bersamaku?,” WA ku yang entah keberapa.

            “Kapan ada waktu luang, aku ingin ngobrol denganmu?,” WA ku yang monoton, selalu ngajakin dia bertemu dan jawabannya pun datar. “Sorry, lain kali ya,”. Hmmm… serius bisa gila ku dibuatnya. Setelah kulihat tanggal pertama kali kapan aku mengajaknya bertemu, ternyata hampir 2 tahun aku PDKT tapi gak pernah sampai dan nyatanya aku hanya bisa melihatnya dari jauh atau bertemu dikampus dengan kebetulan-kebetulan yang membuatku terpana, tak pernah bosan.

            “Hei..aku sudah mengajakmu berulang kali, tidak cukupkah dua tahun untukku menunggu?, aku akan ke KL minggu depan, tapi aku ingin bertemu denganmu,” kataku yang sudah kubuang semua rasa maluku, lagian aku sudah tidak memiliki banyak waktu.

            “Ok, Rabu siang,” jawabnya. Aku tersenyum melihat pesan singkatnya, nyatanya dia masih menghargaiku yang sudah bekerja keras untuk sekedar minum kopi bersama. Padahal, untuk mengajak cewek aku tak perlu bersusah payah sampai dua tahun begini. “Thanks Al, dimana aku bisa menjemputmu?,” tanyaku. “Tunggu di kampus, 12.30 WIB ya,” katanya.

            “Yes!!!, thank,” aku merasa sangat bahagia dengan jawabannya. Kemudian kutelfon Memet temenku untuk mengantarkanku ke Centro, aku merasa tidak PD dan membutuhkan make over. “Bro, menurutmu aku beli yang mana?,” tanyaku pada cowok pengarah fashion milineal yang berdiri di sampingku. “Lo mau ngapain? Isi seminar, ngajar mahasiswa atau rapat ama karyawan?,” tanyanya. “Ketemu Alea,” jawabku. “Whatttt??? Gak salah tuh, dia mau juga ketemu ama lo, bro saingan lu berat,” kata Memet bikin suasana gak enak aja. “Apaan lo,” kataku sambil ku pegang hem warna putih dan biru dongker,” kemudian aku jalan ke ruang ganti.

            Memet menunggu di depan pintu ruang ganti. Ketika aku memakai hem biru dia nampak menggeleng, kemudian aku masuk ke ruang ganti lagi dan keluar menggunakan hem putih ia masih menggeleng, kemudian ia menyodorkan sweater coklat muda dengan denim jeans dan sepatu sneakers. “Hmmm, gak terlalu muda ni aku pake ini?,” tanyaku agak keberatan, soalnya udah jarang pake sweater. “Coba aja, dan menurutku kau harus menunjukkan sisi-sisi lembut dan santaimu, biar gak kaku banget,” katanya sembari tangannya mengarahkanku untuk segera masuk keruang ganti.

            “Ok… perfecto,” katanya, dan okelah kali ini aku mengikuti fashion ahli.

            “Lo yakin?,” tanyanya lagi seakan tidak percaya.

            “Ya, kenapa?,” tanyaku balik.

            “Aku tahu Alea orang baik, cuman kalau seleranya seperti kamu, aku masih sangsi, jadi kuharap kau jangan menaruh harapan tinggi padanya,” katanya seakan meremehkanku, tunggu saja nanti.

            “Lo kira, aku buruk banget untuknya, yuk kita hitungan-hitungan, aku dan Alea satara jenjang Pendidikan, cuman dia lebih pintar dan cerdas, muka ya mirip-miriplah, keluarga besar sama-sama memiliki nama, soal penghasilan ini yang aku gak tau,” kataku pada Memet yang mendengarkanku tanpa menyela.

            “Ya… setelah kupikir-pikir, lo ganteng juga,” katanya sembari menjitak kepalaku. “Dasar.”

 

***

 

Rabu, 12: 00 WIB

 

            “Al, aku sudah dikampus, kabarin jika kau sudah selesai,” aku mengirim pesan wa padanya, sedangkan aku sudah menunggu di parkiran depan rektorat yang rindang. Ini memang bukan pertemuan pertama, tapi pertama kali aku keluar berdua dengannya. Sebelumnya, aku hanya berani menatapnya dari jauh, mengamatinya dari sela-sela pertemanan kita secara luas. “Ahgg ini begitu mendebarkan”.

            “Tuk…tuk..,” aku terkaget saat jendela mobilku ada yang mengetuk, lalu aku membenarkan posisi dudukku yang ternyata aku habis ketiduran, aku melihat dibalik kaca yang memanggilku, “Ahggg Alea,” batinku kaget.

            “Sorry Al,” kataku lalu aku turun dari mobil dan bosa basi yang kemudian aku membukakan pintu untuknya. “Terimakasih,” jawabnya.

            Hmmm… benar-benar suasana mobil yang dingin membuatku berkeringat, 5 menit berlalu tanpa ada pembicaraan, aku sangat grogi ada dia di dalam mobilku. “Al kok tahu aku parkir di depan rektorat?,” aku membuka pembicaraan.

            “Ya, tadi aku juga parkir disampingmu,” katanya.

            “Mobilku kan baru, emang kamu tahu dari mana?,”

            “Kemaren kamu jemput si Abul pake ini kan kalua gak salah, dan tadi saat aku lihat beneran kamu, makanya aku ketok, karena kamu gak bangun saat aku telfon,” katanya, ahgg terlanjur PD aku, kukira dia diam-diam perhatian juga sama aku.

            “Heheh…maaf, ketiduran,” kataku.

            “Tidak masalah,” katanya.

            “Kamu suka es krim kan? aku mau ajak kamu ke Gelatto,” kataku, karena aku melihat dari status-statusnya dia sering posting es krim.

            “Apapun, aku akan ikut,” katanya Dugg…. Padahal baginya itu biasa saja.

            Aku sengaja membawa mobil dengan kecepatan rendah, agar waktuku bersamanya tidak cepat berlalu. Karena setelah ini, aku tidak tahu apakah dia mau bersamaku lagi apa tidak? Ya, benar kata Memet, sainganku tidak satu.

            Sesampainya di Gelatto, langit yang awalnya baik-baik saja, mendadak mendung dan menumpahkan hujan begitu deras, "Hmmm...," batinku, kulirik Alea yang mukanya seperti kaget namun ia diam. aku mencari parkiran yang tidak terlalu mepet dengan mobil lainnya, "Al, tunggu sebentar," kemudian aku keluar menembus hujan sembari membuka jok belakang, dan ternyata hanya ada satu payung, aku membukanya lalu aku membukakan pintu Alea. Hmmm... dia sangat dekat denganku, andai jalanan menuju pintu Gelatto sangat panjang, itu akan membuatku susah tidur. Sayangnya jaraknya hanya 30 meteran. Mungkin ini yang dinamakan berdebar-debar, mungkin ini yang dibilang "laki-laki siap melakukan apapun, untuk mendapatkan cintanya".

            "Makasih Akram," katanya dan aku terseyum tipis.

        "Apa kau basah?," tanyaku dan dia menggeleng "ya sedikit," jawabnya sambil berdiri menungguku menutup payung dan meletakkannya di tempatnya.

            "Maaf ya, dingin-dingin malah mengajakmu kesini," kataku dan dia melirikku sembari bibirnya merekah. Aku mengikutinya mencari duduk di dekat jendela yang terbuka, bau hujan tercium syahdu, kali ini aku merasa hujan begitu indah.

           "Terimakasih sudah mau keluar denganku," kataku. "Maaf, aku baru bisa kali ini, jadi kapan berangkat?," tanyanya. "Dua minggu lagi insyallah," kataku.

            "Semoga lancar ya," katanya. "Terimakasih," kataku.

            'Yuk.. mau menu apa?," tanyaku dan dia mengamati menu-menunya kemudian mendatangi etalase eksrim yang besar, beberapa pelayan menanyakan apa yang dia inginkan. "Pesankan aku seperti yang kamu pilih," kataku. Kemudian aku berdiri di dekat kasir, ini semacam kencan pertama, jadi jangan sampai aku salah sikap.

             Ketika aku melihatnya selesai memilih, aku meminta bil kepada kasir, dan beberapa pesannya aku segera membawanya ke meja, dia menatapku kaget, namun ia biarkan. "Kau sering kesini?," tanyaku.

            "Sesekali sih, terimakasih ya," katanya. Hmmm... kalaupun disuruh menghamba kepadanya, akan kulakukan, entahlah banyak wanita yang kutemui, namun bersamanya membuatku ingin melindunginya.

            "Ikut denganku ke Malaysia yuk," ajakku tiba-tiba, ouhhh itu kalimat begitu saja terucap, namun ketika aku menyadari seberapa berat kalimatku itu, mukaku seperti kepiting rebus.

            "Hmmm... kau memang suka bercanda?," 

        "Enggak, aku serius," kataku sembari menatap matanya dan dia memalingkan pandangannya dariku ke secangkir es krim yang berwarna pink itu. Oke, aku tidak memaksanya untuk menjawab, karena dalam diamnya mungkin saja dia sedang berfikir. Aku jadi mengingat pertama kali bertemu dengannya yang sebenarnya karena si Ilham, temanku yang menaruh hati meski saat itu tahu Alea sudah ada pacar. Ilham yang setiap malam membuat aku dan teman-teman bosan dengan ceritanya sebagai pengagum berat cewek yang sedang ada didepanku. Apa yang ia rasakan saat itu ternyata kini kurasakan. Karena begitu penasaran, saat itu aku tanya ke teman pacarku tentang "Alea" dan ternyata pacarkupun kenal dengan Alea, sebab dia sering datang ke kos untuk nyamperin tetangga kamarnya yang kalau tidak salah sahabatnya Alea, akhirnya dengan berbagai alasan aku meyakinkan pacarku untuk membuat mini party yang akan mengundang Alea, agar nampak logis aku mengajak Ilham, tentu saja ia sangat setuju bahkan sebelum berangkat dia meminta pendapat teman-teman jam mana yang cocok untuk ia kenakan, dari ruang santai aku melihat Ilham sangat sibuk, keluar masuk kamar dengan gonta ganti baju.

              Kemudian, siang itu setelah menunggunya sangat lama, pacarku menelfonku untuk segera datang, karena katanya Alea akan segera datang pula, hmm... jujur saja akupun ikut grogi, seperti apa sih cewek yang sering dibicarakan teman-teman ini. Aku segera memberitahkan Ilham soal Alea beneran akan datang, disitulah aku melihat Ilham menjadi laki-laki sangat salting, padahal biasanya dia adalah orng yang paling lantang bicara terutama di depan umum.

          "Bro, penampilanku gimana?," tanyanya dan aku mengangkat dua jempolku. Ilham begitu semangat yang sebelum-sebelumnya tak pernah aku tahu dia begitu. Sehingga tanpa dia bilang menyukai Alea, semua anak kontrakan sudah sangat faham bagaimana perasaannya.

                "Sayang cepetan," WA pacarku dan kemudian kutarik Ilham untuk segera naik di boncengan motorku. Sejujurnya aku juga berdebar-debar, bukan karena ketemu pacarku, tapi entahlah. 10 menit kemudian, aku sampai di kos pacarku dan mataku menyapu ruangan 4x7 meter sambil was-was, kulihat pacarku sedang sibuk memotong semangka, lalu tetangga kamarnya membuat sambal rujak, dan teman lain menyiapkan minuman. "Sayang, Alea belum datang?," tanyaku pelan dan pacarku menggeleng, "masih diperjalanan mungkin". Dan setelah makanan semuanya siap, teman-teman lain satu persatu berdatangan dengan membawa makanan masing-masing, kami bercanda ngalor ngidul, kecuali Ilham yang lebih banyak diam dan menahan senyum saat digodain teman-teman lain. Hmm...dia pasti sedang berdebar-debar untuk membayangkan pertemuannya dengan Alea siang ini.

            "Santai aja bro," goda Mei tetangga kamar pacarku. Ilham hanya nyengir, serius yang kulihat sekarang seperti bukan Ilham biasanya. Dan akhirnya yang ditunggu datang juga, Alea datang sendiri dengan membawa bungkusan lumayan besar, dia membawa kopi cup 12 bungkus, "baik juga ni cewek," batinku sembari melihat senyumnya yang menyapu ruangan. Dia berjalan ke Mei bersalaman dan memeluk khas gaya cewe pas ketemu, lalu ke pacarku dan teman-temannya kemudian menyapa kami dengan melambaikan tangannya "halooo". Sekilas kulirik Ilham, dia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari menatap Alea.

          "Bro, biasa aja, jaga pandanganmu," kataku sambil kusenggol pundaknya.

         "Heh.. iya bro, q gak bisa menahan gejolak ini," katanya membuatku semakin pusing karena membawanya dalam situasi seperti ini.

          "kak, kenalin ini Akram calon suamiku," kata pacarku ke gadis berjilbab coklat itu, ia menatapku dan menganggukkan wajahnya, isyarat salam perkenalan.

            Sejak saat itu, jika ada perempuan yang ingin kujadikan istri adalah dia, pikiran itu datang begitu saja, tanpa menjaga perasaan Ilham, pacarku dan teman-temanku semuanya. Namun, sudah menjadi berita umum, jika dia memiliki pacar yang ganteng dan kaya raya, kekasih yang dari jalur keluarganya sendiri, sehingga saat dikampus hampir gak ada yang berani nganterin dia balik, karena pacarnya selalu menjemputnya tepat waktu. Lagian saat itu, aku dan teman-teman seangkatan masih sangat jarang yang menggunakan mobil, sehingga merasa tidak imbang.

             

 

 

"Akram, ada lagi yang ingin kamu bicarakan?," tanya Alea mengagetkanku.
"Hm...apa ya... aku hanya ingin melewati waktu bersamamu," kataku dan dia tersenyum.

"Kamu tu suka gombal terus," katanya lalu menyendok es krim ke mulutnya.

"Al...aku serius," kataku, setelah puluhan purnama dan kupikir ini waktu yang tepat pula untuk mengatakan apa yang sudah kusimpan sejak 4 tahun lalu.

"Terlalu cepat jika itu serius," katanya.

 

 

Alea dari hati terdalam:

"Rasanya, baru kemaren aku bertemu dengannya di sebuah party kecil di kos teman, baru kemaren aku bergeming dalam hati seandainya laki-laki itu bukan pacar temanku, seandainya dia bukan adek kelas yang lumayan jauh,--- aku yang pernah memintanya kepada Tuhan, meski kupikir ini tidak akan mungkin, tapi ternyata di waktu yang tidak disangka Tuhan memberikan jawabannya. Dari kemaren-kemaren, aku tidak mau bertemu dengannya, sebab aku tidak mau membuat hatiku terluka dengan imagenya sang pematah hati wanita. Sebelum dia berkata seperti itu, 4 tahun yang lalu aku sudah mengagguminya dalam diam, sebelum dia ngotot ngajak ketemu aku, hatiku terusik dengan senyumnya, tatapannya dan sikapnya saat pertama kali berjumpa dan tentunya.... saat ini, ketika hujan turun dia membukakan pintu dan membagi payungnya untukku.
"Hujan semakin kuat, memberikan kesimpulan bahwa aku memang menyayanginya, mengaguminya....sejak party kecil hingga hujan diluar sana yang belum reda,"

 


 "Hujan sudah reda, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat," katanya sembari menyodorkan telapak tangannya yang terbuka di depanku, matanya menunggu jawabanku.... hmmmm aku tak bisa lagi menyembunyikan perasaanku...

             

 

logoblog
Previous
« Prev Post