Beasiswa berakhir tapi Disertasi belum usai, gimana donk?
Ramadhan Karem, hai guys bagaimana puasa kalian
hari ini? semoga kalian selalu sehat dan bahagia. Amiiiin. Ramadhan kali
bertepatan dengan bulan Mei dan Juni yang untuk anak beasiswa akhir tentu bikin
bulu kuduk merinding sebab disertasi belum selesai eh transferan mau habis,
gitu gak sih? Apa hanya gue aja yang ngerasa begitu? Hehehe.
Guys kali ini gue akan menuliskan sesuai
pengalaman real gue selama sekolah doctoral di salah satu kampus Islam dalam
Negeri. Apa-apa yang gue tulis please jangan dipercayai 100%, jika ada
baiknya silahkan diambil , namun jika menurut kalian unfaedah tinggalkan… okey!
Kita mulai dari pertanyaan-pertanyaan simple
yang sering gue jawab dari teman, sahabat, orang baru kenal bahkan orang tua
gue juga pernah nanyain… well … gue jawab aja apa adanya… J
Udah berapa lama kuliah S3?
4 Tahun, gue masuk 2015 melalui beasiswa 5000
Doktor. Kampus yang gue ambil salah satu kampus Islam Negeri di Indonesia
(yaialah…masak di Singapura, kan jelas dalam Negeri…J). Kalau LPDP sebenarnya jauh lebih
Panjang masanya yaitu 4 tahun dan menurut gue lebh masuk akal, terutama untuk
yang merasa kemampuannya biasa-biasa aja.
Loh bukannya beasiswa 5000 Doktor hanya 3
tahun, over dung?
Ya begitulah, udah setahun ni bayar sendiri dan
Full SPP. Kampus gue emang semester tunggu bayarnya full, jadi gak ada kuliah
tagihan berjalan normal. Makanya, saat kalian mau ngambil S3 dan pilih-pilih
kampus, jangan malu tanyakan beberapa soal ini: Pertama, kalau semester
tunggu apakah SPP full atau berapa persen?. Kedua, apa saja fasilitas
yang didapatkan mahasiswa S3 selama masa kuliah?, perkara ini jangan sampai
kalian diterima aja di suatu kampus, lalu fasilitas minim tapi kampus
menginginkan output kayak lulusan luar negeri, kan gak sinkron bro…
Misalnya ni, ada kampus seleksi mahasiswa
menggunakan standar lokal karena ngejar targer mahasiswa, bahkan kampus
ngeluarin program-program yang aduhai untuk menjaring mahasiswa, apalagi kena
stigma sosial mahasiswa yang masuk program tersebut dianggap KECE dan KEREN
…Lah bahaya itu bro.. kenapa? Sebab pada akhirnya untuk lulus, kampus
menggunakan standar yang tidak lokal.
Okey, kebijakan yang semacam itu gak masalah,
asal dalam proses 3 tahun masa studi S3 tersebut, mahasiswa bener2 dikasih
fasilitas yang memadai, semacam kursus, pelatihan, dosen yang berkualitas dan
informasi-informasi yang memang semua mahasiswa harus tahu. So, gak seenaknya
bikin program terus nerima mahasiswa yang sebenarnya gk standar, terus nuntut
mereka wao…tanpa ngasih fasilitas yang baik…. Heloo bayar SPP itu pake duit
bukan pake daun ya?... (eh gitu gak sih… J)
kok gue nglantur, kembali ke pertanyaan ya..iya
gue udah bayar sendiri selama setahun.
Emang ngapain kok bisa Over?
Ya gimana ya, gue selain kuliah ada kerjaan
yang memng tidak bisa ditinggalkan, selain itu untuk mengasah ke S3-an (hahah
Bahasa siapa ini?) gue biasanya gabung dengan beberapa Lembaga untuk melakukan
research. Selain alasan klasik ini, perlu kalian tau guys… jangan lupa tanya ke
kakak-kakak kelas tentang administrasi di kampus, jangan sampai administrasi
kampus memperlambat gerak ente. Nih ya… ada kampus yang ngurus administrasi
saja bisa bulanan. Daftar ujian proposal bulan Desember, keluar jadwal baru
Januari (ini udah paling cepat) selebihnya bisa berbulan-bulan. Hehehe—gitu
dzolim gak sih?
Misal ditanya kenapa lambat? Gak ada yang urus,
Lah? Mahasiswa itu bayar Full lo, kok bisa gak ada yang urus, kuliah kagak…
tagihan jalan, kemana coba? Angkat satu pegawai lagi kenapa? ____ gini ya,
ngerjakan desertasi itu sudah lama, please jangan dilama-lamain sama beban
nunggu waktu admnistrasi.
Gimana perasaan ente saat beasiswa mau habis?
Ya gemeter, kayak bumi mau runtuh gitu genk..
heheh, nggak… ya khawatir pasti, awalnya setiap bulan dapat beasiswa, eh besok2
gak ada lagi yang transfer. Apalagi gue gak ada siapa-siapa untuk bisa
kugantungkan SPP gue, kecuali sama Tuhan yang maha esa, jadi agak stress sih
pastinya…
Mau ngarepin dari ngajar di Kampus jelas gak
bisa, menjadi dosen dikampus kecil itu jangan pernah lihat duitnya, karena gak
ada. Anggap aja itu pengabdian sebagai manusia yang memang memiliki tugas untuk
menyampaikan meski satu ayat, hehehe (sok bener gue). Beban kampus dan beban
SPP… coba harus yang mana? Hmm begini ya, bagi njenengan2 pengelola kampus yang
misalnya baca tulisan ini, mohon pengertiannya tidak semua dosen itu orang
kaya, ketika mereka sedang kesulitan untuk membayar SPP jangan dipersulit,
bukalah obrolan misal peminjaman dana kampus untuk dosen, biar mereka cepat
selesai, jangan malah diburu diminta ngajar jam seabrek, disuruh jadi ketua
Prodi dan ala-ala. Sebenarnya itu membantu atau ngerjain sih?
Ada cerita dari teman gue lagi, dosen PNS di
salah satu kampus negeri Islam, hmmm…sejauh cerita-cerita yang saya kumpulkan
kampus Islam Negeri dan kampus Islam Swasta kecuali milik Muhammadiyah memiliki
regulasi yang menurut gue tidak membantu sama sekali (Gue bukan Muhammadiyah,
jadi jangan anggap gue Asobiyah). Kembali ke kisah teman gue yang masa
beasiswanya sudah berakhir, dia pulang ke kampus awal, disana ia tidak
diberikan jam ngajar karena dianggap belum lulus, sedangkan dia harus membayar
SPP full, apa kampus gak ada niyatan membantu gitu??? ___ please kita punya
peraturan, tapi jangan melupakan sisi kemanusiaan.
Kisah lagi dari teman gue di kampu Islam yang
tidak negeri, gaji perbulan dibawah 1 juta punya keluarga dan beberapa
tanggungan, belum memiliki pekerjaan sampingan. Gini ya guys, tidak semua orang
lincah dan bisa kesana kemari untuk mencari uang, ada beberapa pengajar yang
100% kebutuhannya digantungkan dari hasil mengajar. Kini, ia harus membayar
100% full SPP, coba pikri, dari mana uang tersebut? kalau kalian nanya, apakah
kampus tidak memberikan pinjaman? TIDAK.
Beda kisahnya dari teman gue yang ngajar di
kampus-kampus Muhammadiyah, tapi kalian perlu tahu kampus2 MD memiliki prinsip
mahalnya kesetiaan dan dedikasi, karena sangat mahalnya hal tersebut, mereka
memberikan kenyamanan dan tunjangan-tunjangan yang manusia terhadap dosen.
Namun, sekali kalian berkhianat, ahgggg…bahaya J. Tapi, ini fire menurt gue,
mengekang namun memberikan kesejahteraan. Yang tidak imbang itu, ketika ada
kampus mengekang namun tidak memberikan kesejahteraan, bagaimana dengan nasib
keluarganya?
Barokahlah? Nah..yang begini ni merusak cita
barokah, untuk menjadi sufi kita harus kaya. Bagaimana kita menjadi sufi kalau
kita tidak pernah kaya? Tolong bedain antara miskin dan malas bekerja? – nah
barokah adalah konsep dimana menerima kebaikan-kebaikan dari apa yang jihadkan.
Selagi bisa mencari keberkahan dengan nyaman dan tidak merugikan
tanggungan-tanggungan yg harus kita kerjakan, silahkan.
Lalu bayarnya gimana pada akhirnya?
Berjalannya waktu, ATM gue benar-benar udah gak
ada transferan lagi, hiks. Mana harus bayar SPP full, hmmm… tapi yakinlah Tuhan
selalu mengetahui kesusahan hambanya, dari berbagai jalan pada akhirnya hidup
gue sama aja dengan saat menjadi anak beasiswa, malah jauh lebih baik meskipun
ada sisi-sisi yang harus dihilangkan.
Jadi guys, kalian yang sedang berada pada tahap
gue setahun lalu, jangan terllau dipikirkan berakhirnya beasiswa, sebab terlalu
memforsir diri bukanlah jalan terbaik, INGAT..PENYAKIT ITU ADA DARI PIKIRAN.
Pikirkan sewajarnya, terus berdoa, berusaha dan berkawanlah sebanyak-banyaknya.
Dari ajaran Islam dikatakan, salah satu manfaat silaturahim adalah memperlancar
rejeki, baik silaturahim kepada orang yang masih hidup ataupun yang sudah mati.
Baiklah guys, gue sharingnya sampai disini
dulu, jika ada yang tidak dipahami tinggalkan komentar dibawah, semoga kita
semua selalu diberi jalan terbaik oleh Tuhan. Amiiin