DINASTI ABBASIYAH: MELIHAT MASA KEEMASAN ISLAM

Sejarah Peradaban Islam di Madrasah:

DINASTI ABBASIYAH: MELIHAT MASA KEEMASAN ISLAM

Oleh:
Maryono
St Allifah Ayu Fathonah

Kompetensi Inti

Memahami perkembangan Islam pada masa Bani Abbasiyah

Kompetensi Dasar
1.1  Menceritakan sejarah berdirinya    Daulah Abbasiyah
1.2  Meneladani ketekunan dan kegigihan Daulah Abbasiyah

ULASAN
1.1 Siswa dapat mengetahui tentang cerita sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah beserta perkembangannya.
1.2  Siswa dapat meneladani ketekunan dan kegigihan Daulah Abbasiyah.

 
A.   Berdirinya Dinasi Abbasiyah

      Dinasti Abbasiyah merupakan penerus Dinasti Umayyah yang telah memegang kekuasaan pemerintahan Islam selama 90 tahun dan selama masa pemerintahannya. Dinasti Umayyah, dan kemudian mengembangkan peradaban Islam hingga mencapai puncak kejayaan.
      Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa berdirinya Dinasti Abbasiyah dilatarbelakangi oleh runtuhnya kekuasaan Dinasti Umayyah yang menghadapi permasalahan yang sulit dipecahkan oleh pemerintah. Sekitar awal abad ke 8 (720 M), kebencian masyarakat terhadap pemerintahan Dinasti Umayyah telah tersebar luas.
      Terlebih lagi pada saat kekuasaan Dinasti Umayyah dipegang oleh khalifah Marwan bin Muhammad. Gerakan rakyat melawan pemerintah semakin besar dan hamper terjadi dimana-mana. Akibatnya pemerintahan Dinasti Umayyah menjadi tidak stabil. Tidak aman, banyak terjadi kekacauan, sehingga kelompok-kelompok yang tidak puas banyak bermunculan. Kelompok –kelompok tersebut antara lain:
  • Kelompok muslim non-Arab (mawali) yang memprotes kedudukan mereka sebagai warga kelas dua di bawah muslim Arab.
  • Kelompok Khawari dan Syi’ah yang menganggap Dinastri Umayyah sebagai perampas khalifah
  • Kelompok muslim Arab di Mekkah, Madinah, dan Irak yang merasa sakit hati atas status istimewa penduduk Suriah.
  • Kelompok muslim yang saleh, baik Arab maupun non-Arab memandang keluarga Dinasti Umayyah telah bergaya hidup mewah dan jauh dari jalan hidup islami.
      Kelompok-kelompok tersebut membentuk suatu kekuatan gabungan yang dikoordinasi oleh keturunan Al-Abbas, paman Nabi Muhammad SAW. Adapun kelompok yang pertama kali menunjukkan ambisi politik dari keturunan Bani Abbas adalah Ali bin Abdullah bin Abbas (wafat 118 H/736 M). ia mendapat gelar as-sajjad (tukang sujud) dan zun-nafatat (orang yang bertanda pada dahinya). Karena hasrat politiknya tercium oleh khalifah Walid bin Abdul Malik, kemudian ia diusir dari DAmaskus dan tinggal di Humaimah.
      Anaknya Muhammad bin Ali Abdullah bin Abbas kemudian merintis gerakan bawah tanah untuk menggoyang pemerintahan Dinasti Umayyah. Ia mulai berpropaganda atas nama keturunan Nabi Muhammad SAW dan kota Kufah merupakan pendukung utama bagi gerakan ini. Karena kota ini menjadi pusat kaum Syiah. Langkah selanjutnya adalah memilih 12 orang propagandaris untuk meraih dukungan massa ia menetapkan Khurasan sebagai titik awal penyebaran propagandanya.
       Pada tahun 125 H/742 M. Muhammad bin Ali “meninggal”. Dia digantikan oleh anaknya, Ibrahim bin Muhammad (Ibrahim al-Iman). Di tangannyalah kelak gerakan Abbasiyah mulai menjadi gerakan terbuka. Dari sekian banyak propagandaris. Abu Muslim Al-Khurasani yang paling sukses di Khura. Karena mayoritas penduduk Khurasan adalah berbangsa Persia alias mawali yang telah dianaktirikan oleh penguasa Umayyah. namun saying, dalam perjuangannya Ibrahim Al-Iman tertangkap dan dipenjara di kota Harran sampai meninggal pada Muharram 132 H/ Agustus 749 M. selanjutnya komando diambil alih keponakannya. Abdullah bin Muhammad (Abu Abbas As-Saffah).
       Abu Muslim Al-Khurasani berhasil menguasai seluruh wilayah Khurasan dan Iran. Setelah khalifah Marwan mendengarnya. Ia langsung mengerahkan pasukannya ke wilayah tersebu, melewati tepi sungai Az-Zab, pada tanggal 2 Jumadillakhir/Jumadil Tsaniyah 132 H. kemudian terjadilah pertempuran sengit antara pasukan Marwan melawanbala tentara Bani Abbasiyah, yang akhirnya pasukan Marwan kalah dan terpaksa mundur, walaupun mendapat bantuan bala tentara. Pasukannya tetap kocar-kacir dan akhirnya Marwan melarikan diri ke mesir. Namun di tengah perjalanan tepatnya di dusun Bushair (Abusir), Fustat, Mesir, Marwan bertemu dengan pasukan Bani Abbas yang dipimpin oleh Salih bin Ali. Terjadilah pertempuran yang mengakhirihidup khalifah Dinasti Umayyah itu pada tahun 750M. dengan demikian , berakhir pula riwayat Dinasti Umayyah.
       Sepeninggal Marwan II, Abu Abbas As-Saffah kemudian dibaiat sebagai khalifah di masjid Kufah pada tahun 750 M. menurut ahli sejarah , perpindahan kekhalifahan dari Dinasti Umayyah kepada Dinasti Abbasiyah lebih dari sekedarpergantian. Kejadian itu merupakan revolusi dalam sejarah Islam, yaitutitik balik yang sama pentingnya dengan Revolusi Prancis dan Revolusi Rusia dalam sejarah barat.
       Dinasti Abbasiyah berkuasaselama lima abad dari tahun 132-656 H atau 750-1258 M. pada awal pemerintahannya, khalifah Dinasti Abbasiyah menjadikan Hasymiyah ibu kota. Pada masa Abu Ja’far Al-Mansur, ibu kota pindah ke Baghdad. Dinasti Abbasiyah dipimpin oleh 37 orang khalifah. Akan tetapi, hanya 9 khalifah yang popular dalam memegang kekuasaan. Sisanya hanya menjadi symbol kekuasaan. Sebab yang menjalankan roda pemerintahan kebanyakan orang-orang dari keturunan bangsa Turki dan Persia. Kekuasaan Dinasti Abbasiyah dibagi menjadi 5 (lima) periode yaitu,

Periode I (132 H/750 M- 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama, Khalifah yang memerintah adalah:
  1. As-Saffah 132-126 H
  2. Ja’far al-Mansur 136-158 H
  3. Al-Mahdi 158-169 H
  4. Al-Hadi 169-170 H
  5. Harun ar-Rasyid 170-193 H
  6. Al-Amin 193-198 H
  7. Al-Ma’mun 198-218 H
  8. Al-Mu’tasim 218-227 H
  9. Al-Watsiq 227-232 H.
Periode II (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama, Khalifah yang memerintah adalah :
  1. Al-Mutawakkil 232-247 H
  2. Al-Muntashir 247-248 H
  3. Al-Musta’in 248-252 H
  4. Al-Mu’tazz 252-255 H
  5. Al-Muhtadi 255-256 H
  6. Al-Mu’tamid 256-279 H
  7. Al-Mu’tadhid 279 – 289 H
  8. Al-Muktafi 289-295 H
  9. Al-Muqtadir 295-320 H
  10. Al-Qahir 220-222 H
  11. Ar-Radhi 322-329 H
  12. Al-Muttaqi 329-333 H
  13. Al-Mustakfi 333-334 H.
Periode III (334 H/945 M – 447 H/1055 M), disebut kekuasaan Dinasti Buwaih dalam pemerintahan Khalifah Abbasiyah atau masa pemerintahan Persia kedua. Khalifah yang memerintah adalah:
  1. Al-Muthi’ 334-363 H
  2. Ath-Tha’I 363 – 381 H
  3. Al-Qadir 381 – 422 H.
  4. Ql-Qaim 422-467 H
Periode IV (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), disebut masa kekuasaan Dinasti Saljuk dalam pemerintahan Abbasiyah atau masa pengaruh Turki kedua. Khalifah yang memerintah adalah:
  1. Al-Qa’in 422-467 H
  2. Al-Muqtadi 467-487 H
  3. Al-Mustazhhir 487-512 H
  4. Al-Mustasyid 512-529 H
  5. Ar-Rasyid 529-530 H
  6. Al-Muqtafi 530-555 H
  7. Al-Munstanjid 555-566 H
  8. Al-Mustadhi’ 566-575 H.
Periode V (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), disebut masa khalifah bebas dari pengaruh Dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar Baghdad sampai jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Tartar di bawah pemimpin Hulaqu Khan tahun 656 H. khalifah yang memerintah adalah
  1. An-Nashir 575-622 H
  2. Azh-Zahir 622-623 H
  3. Al-Mustanshir 623-640 H
  4. Al-Musta’shim 640-656 H
      Pada periode ini, Dinasti Khawarizmi mengintervensi Dinasti Abbasiyah. Hingga pada akhirnya Baghdad jatuh ke tangan tentara Mongol. Serangan tentara Mongol mengakibatkan Kota Baghdad porak poranda.
      Pembunuhan besar-besaran terjadi. Bahkan khalifah beserta seluruh keluarganya juga dibunuh. Baghdad banjir darah. Tidak hanya itu, khazanah ilmu pengetahuan dan peradaban di Kota Baghdad pun juga dibumihanguskan oleh kebrutalan tentara Mongol.
      Namun demikian, ada seorang anggota keluarga Bani Abbasiyah yang bernama Abdul Qasim Ahmad bin Az-Zahir dapat menyelamatkan diri dari kejaran tentara Mongol pada perjalanan berikutnya ia mencoba untuk membangun kembali Dinasti Abbasiyah.

B.    Perkembangan di Masa Dinasti Abbasiyah
1. Kemajuan Dinasti Abbasiyah        Masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah yang berlangsung sekitar lima abad ini merupakan dinasti islam yang sangat peduli dan telah berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban islam hingga mencapai puncak kemajuan yang gemilang.  Ilmu pengetahuan umum yang telah berhasil di kembangkan pada masa Dinasti Abbasiyah meliputi bidang lembaga ilmu pengetahuan, gerakan penerjemah, Kemajuan Ilmu Pengetahuan, Sains dan Teknologi, bidang keagamaan dan Baitul Hikmah. Kemajuan peradaban Abbasiyah sebagai disebabkan oleh stabilitas politik dan kemajuan ekonomi kerajaan yang pusat kekuasaannya terletak di Baghdad. Adapun kemajuan peradaban Islam yang dibuat oleh Dinasti Abbasiyah adalah :
  • Bidang Politik dan Pemerintahan
Kemajuan politik dan pemerintahan yang dilakukan oleh Dinasti. Memindahkan pusat pemerintahan dari Damaskus ke Baghdad. Kemudian menjadikan Baghdad sebagai pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan. Dijadikan “kota pintu terbuka” sehingga segala macam bangsa yang menganut berbagai keyakinan diizinkan bermukin di dalamnya. Dengan demikian jadilah Baghdad sebagai kota international yang sangat sibuk dan ramai.
  • Membentuk Wizarat
Untuk membantu khalifah dalam menjalankan pemerintahan Negara. Yaitu Wizaratul Tanfiz sebagai pembantuk khalifah dan bekerja atas nama khalifah dan Wizaratul Rafwidl sebagai orang yang diberi kuasa untuk memimpin pemerintah, sedangkan khalifah sendiri hanya sebagai lambing.
  • Membentuk Diwanul Kitaabah (Sekretaris Negara) yang tugasnya menjalankan tata usaha Negara.
  • Membentuk Nidhamul Idary al-Markazy
Yaitu sentralisasi wilayah dengan cara wilayah jajahan dibagi dalam beberapa propinsi yang dinamakan Imaarat, dengan gubernurnya yang bergelar Amir atau Hakim. Kepala daerah hanya diberikan hak otonomi terbatas; yang mendapat otonomi penuh adalah “al-Qura” atau desa dengan kepala desa yang bergelar Syaikh al-Qariyah. Hal ini jelas untuk mebatasi kewenangan kepala daerah agar tidak menyusun pasukan untuk melawan Baghdad.
  • Membentuk Amirul Umara yaitu panglima besar angkatan perang Islam untuk menggantikan posisi khalifah dalam keadaan darurat.
  • Memperluas fungsi Baitul Maal, dengan cara membentuk tiga dewan; Diwanul Khazaanah untuk mengurusi keuangan Negara, Diwanul al-Azra’u untuk mengurusi kekayaan Negara dan Diwan Khazaainus Sila, untuk mengurus perlengkapan angkatan perang.
  • Menetapkan tanda kebesaran seperti al-Burdah yaitu pakaian kebesaran yang berasal dari Rasul, al-Khatim.
Yaitu cincin stempel dan al-Qadlib semacam pedang, dan kehormatan. Al-Khuthbah, pembacaan doa bagi khalifah dalam khutbah Jum’at, as-Sikkah, pencantuman nama khalifah atas mata uang dan Ath-Thiraz, lambing khalifah yang harus dipakai oleh tentara dan pegawai pemerintah untuk khalifah.
  • Membentuk organisasi kehakiman, Qiwan Qadlil Qudha (Mahkamah Agung), dan al-Sutrah al-Qadlaiyah (jabatan kejaksaan), Qudhah al-Aqaalim (hakim propinsi yang mengetuai Pengadilan Tinggi), serta Qudlah al-Amsaar (hakim kota yang mengetuai Pengadilan Negeri).
  • Bidang Ekonomi
Pada masa awal pemerintahan Abbasiyah, pertumbuhan ekonomi cukup stabil, devisa Negara penuh melimpah. Khalifah al-Mansur adalah tokoh ekonom Abbasiyah yang telah mampu meletakkan dasar-dasar yang kuat dalam bidang ekonomi dan keuangan Negara (Baitul Maal).Di sektor pertanian, pemerintah membangun sistem irigasi dan kanal di sungai Eufrat dan Tigris yang mengalir sampai teluk Persia, sehingga tidak ada lagi daerah pertanian yang tidak terjangkau irigasi. Kemudian kota Baghdad di sampaing sebagai kota politik agama, dan kebudayaan, juga merupakan kota perdagangan terbesar di dunia, sedangkan Damaskus merupakan kota kedua. Sungai Tigris dan Eufrat menjadi kota transit perdagangan antar wilayah-wilayah Timur seperti Persia, India, China, dan nusantara dan wilayah Barat seperti Eropa dan Afrika Utara sebelum ditemukan jalan laut menuju Timur melalui Tanjung Harapan di Afrika Selatan. Selain itu, barang-barang kebutuhan pokok dan mewah dari wilayah Timur diperdagangkan dengan barang-barang hasil dari wilayah bagian Barat. Di kerajaan ini juga, sudah terdapat berbagai macam industri seperti kain Linen di Mesir, Sutra di Suriah dan Irak, Kertas di Samarkand, serta hasil-hasil pertanian seperti Gandum dari Mesri dan Kurma dari Irak.

Kemajuan Ilmu Pengetahuan umum
Pada masa Dinasti Abbasiyah pengembangan keilmuan dan teknologi diarahkan ke dalam Ma’had. Lambaga ini dikenal ada dua tingkatan.
  1. Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, menghitung, menulis, anak-anak remaja belajar dasar-dasar ilmu agama serta tempat penngajian dari ulama-ulama yang merupakan kelompok-kelompok (Khalaqah), tempat berdiskusi dan Munazarah dalam berbagai ilmu pengetahuan dan juga dilengkapi dengan ruangan perpustakaan dengan buku-buku dari berbagai macam disiplin ilmu. Disamping itu, di masjid-masjid ini dilengkapi juga dnegan berbagai macam fasilitas pendidikan penunjang lainnya.
  2. bagi pelajar yang ingin mendalami ilmunya, bisa pergi keluar daerah atau ke masjid-masjid atau bahkan ke rumah-rumah gurunya. Karena semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, baik mengenai agama maupun umum maka semakin banyak khalaqah-khalaqah (lingkaran pengajaran), yang tidak mungkin tertampung di dalam ruang masjid. Maka pada perkembangan selanjutnya mulai di buka madrasah-madrasah yang di pelopori oleh Nizhamul Muluk.2 Lembaga inilah yang kemudian yang berkembang pada masa Dinasti Abbasyiah. Madrasah ini dapat di temukan di Baghdad, Balkar, Isfahan, Basrah, Musail dan kota lainya mulai dari tingkat rendah, menengah, serta meliputi segala bidang ilmu pengetahuan.
Gerakan Penerjemah
       Peleopor gerakan penerjemah pada awal pemerintahan Dinasti Abbasyiah adalah khalifah al-Mansur yang juga membangun kota Baghdad. Dia mempekerjakan orang-orang Persia yang baru masuk Islam seperti Nuwbhat, Ibrahim al-Fazari dan Ali Ibnu Isa untuk menerjemahkan karya-karya berbahasa Persia dalam bidang Astronomi yang sangat berguna bagi kafilah dengan baik dari darat maupun laut. Buku tentang ketatanegaraan dan politik serta moral seperti kalila wa Dimma Sindhind dalam bahasa Persia diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Selain itu, Manuskrip berbahasa Yunani seperti logika karya Aristoteles, Al-Magest karya Ptolemy, Arithmetic karya Nicomachus dan Gerase, Geometri karya Euclid. Manuskrip lain yang berbahasa Yunani Klasik, Yunani Bizantium dan Bahasa Pahlavi (Persia Pertengahan), bahasa Neo-Persia dan bahasa Syiria juga di terjemahkan.
       Penerjemahan secara langsung dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab dipelopori oleh Hunayn Ibnu Isyaq (w. 873 H) seorang penganut Nasrani dari Syiria. Dia memeperkenalkan metode penerjemahan baru yaitu menerjemahkan kalimat, bukan kata per kata. Metode ini lebih dapat memahami isi naskah karena sturktur kalimat dalam bahasa Yunani berbeda dengan sturktur kalimat dalam bahasa Arab.
      Pada masa al-Ma’mun karena keinginan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan demikian pesat, dia membentuk tim penerjemah yang diketuai langsung oleh Hunayn Ibnu Isyaq sendiri, dibantu Ishaq anaknya dan Hubaish keponakannya serta ilmuwan lain seperti Qusta Ibn Luqa, Jocabite seorang Kristen, Abu Bisr Matta Ibn Yunus seorang Kristen Nestorian, Ibn A’di, Yahya Ibn Bitriq dan lain-lain. Tim ini bertugas menerjemahkan naskah-naskah Yunani terutama yang berisi ilmu-ilmu yang sangat diperlukan seperti kedokteran. Keberhasilan penerjemahan juga didukung oleh fleksibilitas bahasa Arab dalam menyerab bahasa Asing dan kekayaan kosakata bahasa Arab.
Baitul Hikmah
       Baitul Hikmah merupakan perpustakaan yang juga berfungsi sebagai pengembangan ilmu pengetahuan. Istitusi ini adalah kelanjutan dari Jandishapur Academy yang ada pada masa Sasania Persia. Namun, berbeda dari istitusi pada masa Sasania yang hanya menyimpan puisi-puisi dan cerita-cerita untuk raja, pada masa Abbasiyah intitusi ini diperluas kegunaannya. Pada masa Harun ar-Rasyid intitusi ini bernama Khizanah al-Hikmah (Khazanah Kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian.
       Sejak tahun 815 M, al-Ma’mun mengembangkan lembaga ini dan diubah namanya menjadi Bait al-Hikmah. Pada masa ini juga, Bait al-Hikmah dipergunakan secara lebih modern yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang di dapat dari Persia, Byzantium, bahkan Ethiopia dan India. Selain itu Bait al-Hikmah berfungsi sebagai kegiatan studi dan riset astronomi untuk meneliti perbintangan dan matematika. Di institusi ini al-Ma’mun mempekerjakan Muhammad Ibnu Hawarizmi yang ahli bidang al-Jabar dan Astronomi dan orang-orang Persia bahkan Direktur perpusatakaan adalah seorang nasionalis Persia dan ahli Pahlewi Sahl Ibnu Harun.
Bidang Keagamaan
      Pada masa Abbasiyah, ilmu dan metode tafsir mulai berkembang, terutama dua metode penafsiran, yaitu Tafsir bil al-Ma’tsur dan Tafsir bi al-Ra’yi. Tokoh tafsir terkenal seperti Ibn Jarir at-Tabary, Ibn Athiyah, Abu Bakar Asam (Mu’tazilah), Abu Muslim Muhammad Ibnu Bahr Isfahany (Mu’tazilah), dll.
      Dalam bidang Hadits, mulai dikenal ilmu pengklasifikasian Hadits secara sistematis dan kronologis seperti, Shahih, Dhaif, dan Madhu’. Bahkan juga sudah diketemukan kritik Sanad, dan Matan, sehingga terlihat Jarrah dan Takdil Rawi yang meriwayatkan Hadits tersebut. Ahli Hadits terkenal di zaman ini adalah; Imam Bukhari (w 256 H), Imam Muslim (w 261 H), Ibn Majah (w 273 H), Abu Daud (w 275 H), at-Tirmidzi, An-Nasa’I (303 H), dll.
      Dalam bidang Fiqh, mucul kitab Majmu’ al-Fiqh karya Zaid Ibnu Ali (w 740) yang berisi tentang Fiqh Syi’ah Zaidiyah. Kemudian lahir Fuqaha seperti Imam Hanafi (w 767), seorang hakim agung dan pendiri Madzhab Hanafi, Malik Ibn Anas (w 795 M), Muhammad Ibn Idris as-Syafe’i (820 M), Imam Ahmad Ibn Hambal (w 855 M).
      Dalam bidang filsafat dan Ilmu kalam, lahir para filosof Islam terkemuka seperti Ya’qub Ibnu Ishaq al-Kindi, Abu Nasr Muhammad al-Farabi, Ibn Barjah, Ibn Tufail, dan Imam Ghazali. Dan ilmu Kalam, Mu’tazilah pernah menjadi Madzhab utama pada masa Harun ar-Radyid dan al-Ma’mun. diantara ahli ilmu Kalam adalah Washil Ibnu Atha’, Abu Huzail al-Allaf, Adh Dhaam, Abu Hasan Asy’ary, dan Iman Ghazali.
      Ilmu Lughah juga berkembang dengan pesat karena bahasa Arab semakin dewasa dan memerlukan suatu ilmu bahsa yang menyeluruh. Ilmu bahasa yang dimaksud adalah Nahwu, Sharaf, Ma’ani, Bayan, Badi, Arudh, dan Insya. Ulama Lughah yang terkenal adalah Sibawaih (w 183 H), Mu’az al-Harra (w 187 H), Ali Ibn Hamzah al-Kisai (w 208 H), dll.
      Ilmu Tasawuf berkembang pesat terutama pada masa Abbasiyah II dan seterusnya. Diantara tokoh tasawuf yang terkenal adalah al-Qusayiri (w 456 H), Syahabuddin (w. 632 H), Imam al-Ghazali (w. 502 H), dan lain-lain.

Kemajuan Ilmu Pengetahuan, Sains dan Teknologi
Adapun kemajuan yang dicapai umat Islam pada masa Dinasti Abbasiyah dalam bidang ilmu Pengetahuan, sains dan teknologi adalah:
  • Astronomi, Muhammad Ibn Ibrahim al-Farazi (w. 777 M), ia adalah astronom muslim pertama yang membuat astrolabe, yaitu alat untuk mengukur ketinggian bintang. Disamping itu, masih ada ilmuwan-ilmuwan Islam lainnya, seperti Ali Ibnu Isa al-Asturlabi, al-Farghani, al-Battani, al-Khayyam dan al-Tusi.
  • Kedokteran, pada masa ini dokter pertama yang terkenal adalah Ali Ibnu Rabban al-Tabari pengarang buku Firdaus al-Hikmah tahun 850 M, tokoh lainnya adalah ak-razi, al-Farabi, dan Ibn Sina.
  • Ilmu Kimia, bapak kimia Islam adalah Jabir Ibn Hayyan (w. 815 M), al-Razi, dan al-Tuqrai yang hidp pada abad ke 12 M. d). Sejarah dan Geografi, pada masa ini sejarawan ternama abad ke 3 H adalah Ahmad Ibn al-Yakubi, Abu Ja’far Muhammad Ja’far Ibn Jarir al-Tabari. Kemudian ahli Bumi yang termasyur adalah Ibn Khurdazabah (w. 913 H).
Kemunduran Dinasti Abbasiyah
       Ada dua faktor yang menyebabkan runtuhnya Dinasti Abbasiyah, yaitu faktor Internal (dari dalam sendiri), dan faktor Eksternal (dari luar).
Faktor internalperebutan kekuasaan antar keluarga merupakan pemicu awal yang akhirnya berimplikasi panjang terhadap kehidupan khalifah selanjutnya, terutama suksesi setelah Harun ar-Rasyid. Perebutan antara al-Amien dan al-Ma’mun yang memicu perang sipil besar yang pada akhirnya melemahkan kekuatan militer Abbasiyah dan control terhadap provinsi-provinsi di bawah kekuasaan Abbasiyah. Selanjutnya dari perebutan tersebut melahirkan orang-orang yang tidak kompeten, ditambah lagi terjadi pemisahan antrara agama dan politik. Akibatnya terjadi penyalahgunaan kekuasaan dengan cara hidup dalam kemewahan dan pesta pora di Istana karena agama tidak lagi menjadi pengawas. Seperti al-Mutawakkil memiliki 4000 orang selir semuanya pernah tidur seranjang dengan dia. Khalifah al-Mutazz (Khalifah ke-13) menggunakan pelana emas dan baju berhiaskan emas.
       Kemudian menurut Abu A’la al-Maududi ketika konsep khalifah digantikan dengan sistem kerajaan maka tiada ada lagi keahlian kepemimpinan yang mencakup segalanya baik dalam politik maupun agama. Sehingga keberhasilan raja-raja tidak mendapatkan penghargaan dan kewibawaan moral di hati rakyat, walaupun mereka mampu menaklukan rakyat dengan kekuasaan dan kekuatan, dan mengeksploitasi mereka demi tujuan politisnya. Disinilah secara filosofis kelemahan mendasar dari sistem kerajaan. Selain itu secara Sosiologis system Kerajaan akan menciptakan paradigma berfikir peodalistik anti kritik, sehingga mudah sekali terjadi penyimpangan-penyimpangan di dalamnya. Kedua, perpecahan di bidang akidah dan di bidang madzhab, yang masing-masing kelompok saling mengklaim paling benar, sehingga memunculkan sikap fanatisme berlebihan. Bahkan khalifah al-Ma’mun melancarakan gerakan pembasmian kepada orang-orang yang tidak mau tunduk kepada madzhab Mu’tazilah. Hal tersebut kemudian diikuti kembali oleh al-Mutawakkil yang membasmi terhadap golongan Mu’tazilah karena tidak mau tunduk kepada Ahlu Hadits.Terakhir, penguasaan Baitul Maal yang berlebihan akibatnya muncul justifikasi bahwa Baitul Maal adalah milik penguasa, bukan milik umat. Sehingga tidak seorang pun berhak meminta pertanggungjawaban mengenai dari mana uang itu berasal dan lari kemana uang itu kemudian. Hal ini memancing reaksi negative dari masyarakat, dan memunculkan rasa ketidakpuasan yang berujung kepada pemberontakan.
      Masalah ini sebenarnya sudah diperingatkan oleh Rasulullah Saw lewat sabdanya: “Semakin dekat seseorang pada kursi kekuasaan, semakin jauhlah dia dari Tuhan; semakin banyak jumlah pengikut yang dimilikinya, semakin jahatlah ia; semakin banyak kekayaan yang dipunyainya, semakin ketat pulalah perhitungannya”.Namun sangat disayangkan para penguasa Dinasti Abbasiyah semuanya terbuai dan lupa bahkan kepada Allah sendiri, hingga keruntuhan mereka.

Faktor eksternal
  • pemberontakan terus menerus yang dilakukan oleh kelompok Khawarij, Syi’ah, Murjiah, Ahlusunnah, dan bekas pendukung Dinasti Umayyah yang berpusat di Syiria menyebabkan penguasa Abbasiyah harus selalu membeli perwira pasukan dari Turki dan Persia. Konsekuensinya meningkat terus ketergantungan pada tentara bayaran dan ini pada gilirannya menguras kas Negara secara financial.
  • memberikan kebaikan berlebihan kepada orang-orang Persia, dan Turki, berakibat mereka dapat menciptakan kerajaan sendiri seperti Thahiriyah di Khurasan, Shatariyah di Fars, Samaniyah di Ttansxania, Sajiyyah di Azerbaijan, Buwaihah di Baghdad semuanya dari bangsa Persia. Sedangkan kerajaan yang didirikan oleh orang-orang Turki adalah Thuluniyah di Mesir, Ikhsyidiyah di Turkistan, Ghaznawiyah di Afghanistan.dan dilanjutkan muculnya Dinasti-Dinasti merdeka Umayyah di Andalusia, Fathimiyah di Afrika Utara, Idrisiyah di Maroko, Rustamiyah, Aghlabiyah, Ziriyyah, Hammadiyah di Jazirah dan Syiria, al-Murabitun, al-Muwahidun di Afrika Utara, Marwaniyah di Diyarbakar, dll.
  • serangan bangsa Mongol yang dipimpin oleh Hulaqu Khan. Baghdad di bumihanguskan dan diratakan dengan tanah. Khalifah al-Musta’sim dan keluarganya di bunuh, buku-buku yang terkumpul di Baitul Hikmah di bakar dan dibuang ke sungai Tigris sehingga berubahlah warna air sungai tersebut menjadi hitam kelam karena lunturan tinta dari buku-buku itu.

C. Metode Pembelajaran
1. Metode Ceramah
        Cara mengajar yang paling tradisional dan telah lama dijalankan dalam sejarah Pendidikan ialah cara mengajar dengan ceramah. Sejak dahulu guru dalam usaha menularkan pengetahuannya pada siswa, ialah secara lisan atau ceramah. Cara ini kadang-kadang membosankan, maka dalam pelaksanaannya memerlukan ketrampilan tertentu, agar gaya penyajiannya tidak membosankan dan menarik perhatian murid.
       Cara mengajar dengan ceramah dapat dikatakan juga sebagai teknik kuliah, merupakan suatu cara mengajar yang digunakan untuk menyampaikan keterangan atau informasi, atau uraian tentang suatu pokok persoalan serta masalah secara lisan.
       Meski teknik ceramah ini adalah teknik mengajar yang tradisional dan yang digunakan oleh setiap guru sudah lama sekali, namun teknik ceramah ini mempunyai keunggulan pula seperti yang kita lihat bahwa guru akan lebih mudah mengawasi ketertiban siswa dalam mendengarkan atau mempunyai kesibukan segera akan diketahui, kemudian diberikan teguran atau peringatan sehingga mereka kembali memperhatikan pelajaran dari guru. Bagi guru juga ringan, karena perhatiannya tidak terbagi-bagi atau terpecah-pecah, kegiatan siswa yang sejenis itu tidak perlu guru membagi-bagi perhatian, anak-anak serempak mendengarkan guru dan guru sepenuh perhatian dapat memusatkan pada kelas yang sedang sama-sama mendengarkan pelajarannya.
       Setiap teknik tidak lepas dari kelemahan, begitu juga teknik berceramah ini memiliki kelemahan pula. Adapun kelemahan yang dapat kita lihat ialah guru tidak mampu mengontrol sejauh mana siswa telah memahami uraiannya. Apakah ketenangan atau kediaman mereka dalam mendengarkan pelajaran itu berarti bahwa mereka telah memahami pelajaran yang diberikan oleh guru? Hal itu masih perlu dipertanyakan dan diteliti lebih lanjut. Apakah dengan sikap diam itu berarti siswa disiplin patuh mendengarkan pelajaran dengan baik? Ataukah tidak ada kemungkinan bahwa siswa asyik mendengarkan pelajaran dengan penuh perhatian itu, dalam menangkap pengertian pelajaran dapat memberi pengertian yang berbeda mengenai apa yang kita jelaskan pada mereka, baik mengenai kata-kata maupun istilahnya, sehingga kesimpulan yang diperoleh juga lain dengan apa yang dimaksudkan oleh guru.

2.   Make a Match
       Metode yang penulis pakai dalam pembelajaran SKI di Madrasah yaitu metode Make a Match. Metode make a mathc yaitu permainan yang di lakukan guru bersama siswa/siswi, idenya seperti menjodohkan. Jadi antara siswa saling mencari pasangan (pertanyaan dan jawaban yang benar) di antara mereka. Metode ini dilakukan setelai penyampaian materi selesai agar siswa tidak kebingungan dalam menjawabnya.
Adapun metode pasti memiliki kekurangan dan kelebihannya, kekurangan dan kelebihannya sebagai berikut;
Kekurangan
  • Memerlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan
  • Waktu yang diberikan dalam kegiatan perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak bermain
  • Guru perlu menyiapkan bahan dan alat
  • Akan terciptanya kegaduhan dan keramaian yang tidak terkendali.
  • Memerluakan tempat yang cukup luas.
Kelebihan
  • Siswa bisa bermain dan belajar tanpa rasa bosan.
  • Metode ini bisa dilakukan di kalangan apa saja.
  • Suasana kegembiraan akan terasa setelah kegiatan.
  • Kerjasama siswa akan terwujud secara dinamis.
  • Munculnya dinamika gotong royong kepada siswa
  • Menguji pengetahuan siswa
  

A.   Langkah-Langkah Pelaksanaan Pembelajaran
NO
Langkah
Jenis Kegiatan Belajar Mengajar
1
Pesiapan
1.  Pertama masuk guru membuka pembelajaran dengan mengucapkan Salam dan menanyakan kabar siswa sambil meng-Absen.
2. Sebelum masuk kedalam pemberian materi seorang guru memberikan motivasi terhadap siswanya agar semangat dalam belajar.

2.
Pelaksanaan
1.Metode Ceramah, adapun langkah-langkahnya sebagai berikut;
  1. Guru menentukan topic yang akan di bahas dan mempersiapkan           materi tersebut.
  2. Guru menyampaikan materi sesuai dengan kompetensi sehingga tercapainya target yang di inginkan.
  3.  Untuk mengetahui kemampuan pemahaman  siswa guru bisa mengetesnya dengan metode berikut ;
2. Metode Make a Macth, langkah-langkahnya sebagai berikut ;
a.      Menentukan materi
Materi yang digunakan adalah materi yang sudah selesai disampaikan melalui metode ceramah. Sebelum metode dimulai guru memberikan kesimpatan pada muridnya untuk mempelajarinya terlebih dahulu..
b.     Mempersiapkan alat
Alat-alat yang digunakan dalam permainan make a match, yaitu ; kertas karton yang berisi jawaban dan pertanyaan, dan kertas tersebut sebisa mungkin dengan banyak warna.
·      Siswa dikumpulkan alu seorang guru memberi tahukan peraturan permainan tersebut, bisa didalam atau di luar kelas.
·      Lalu guru memberikan kertas pertanyaan dan jawaban kepada murid secara acak.
·      Guru meniup peluit tanda permainan di mulai, batas waktu permainan tersebut 3-5 menit bagi siwa yang terlambat mencari pasangan makan akan di kenakan sangsi, sangsi berupa hiburan sesuai dengan kesepakatan kelompok yang berhasil.
·      Siswa mulai mencari pasangannya, yang sudah menemukan pasangannya siswa memisahkan diri.
·      Setelah waktu habis siwa dikumpulkan membuat lingkaran, dan masing-masing pasangan di panggil kedalam lingkaran untuk mencocokan jawaban dan pertanyaanya, jika benar sisawa memberikan tepuk tangan, namun jika slah siswa dihukum berdasarkan kesepakatan.
·      Di akhir pertemuan guru menyimpulkan bersama tentang kegiatan yang telah dilakukan.


  1.  
Evaluasi
Mengadakan penilaian terhadap siswa mengenai pembelajaran yang telah di berikan.

  D.   Analisis dan Implementasi

        Berdasarkan hasil pembahasan tentang Dinasti Abbasiyah maka kami dapat menarik kesimpulan bahwasannya:
  1. Dinasti Abbasiyah adalah nama yang diambil dari pendiri dinasti itu sendiri yaitu Abdullah al-Saffah ibnu Muhammad Ibnu Ali Ibnu Abdullah Ibnu al-Abbas. Namun beliau lebih dikenal dengan nama al-Saffah (si penjagal).
  2. Yang mempengaruhi berdirinya khilafah bani abbasiyah adalah adanya beberapa kelompok umat yang sudah tidak mendukung lagi terhadap kekuasaan imperium bani Umayyah yang notabenenya korupsi.
  3. Penguasa Abbasiyah membentuk masyarakat berdasarkan rasa persamaan. Pembagian kelas dalam masyarakat dinasti abbasiyah tidak lagi berdasarkan rasa tau kesukaan. Melainkan jabatan. Kelas khusus terbagi menjadi 2 kelompok besar. Kelas khusus dan kelas umum. Kelas khusus terdiri dari khalifah, keluarga khalifah , para pembesar negara, kaum bangsawan non Bani Hasyim dan petugas khusus , tentara dan pembantu Istana. Sedangkan kelas umum terdiri dari para seniman, ulama, pukangga fukoha, saudagar dan penguasa buruh dan petani.
  4. Dinasti Abbasiyah mendapatkan kesan baik dalam ingatan public dan menjadi dinasti paling terkenal dalam sejarah islam khususnya dalam bidang politik dan ilmu pengetahuan.
        Adapun implementasi yang kami ambil dari hasil pembahasan bahwa suksesnya revolusi Abbasiyah tidak terlepas dari peran serta kelompok-kelompok yang sudah menyempal terlebih dahulu dari Dinasti Umayyah, karena merasa selalu terdzalimi terhadap pola-pola kepemimpinan yang ditonjolkan oleh khalifah-khalifah Umayyah. Rasa ketidakpuasan ini secara psikologi menciptakan “sidrom traumatik” terutama bagi kelompok Syi’ah dn Khawarij yang sejak lengsernya Ali Ibnu Abi Thalib selalu di buru dan diasingkan. Maka tidak mengherankan jika pada awal-awal peme. Berangkat dari uraian diatas, mempunyai suatu titik temu dalam hemat penulis, yaitu terkait siapa yang akan dipilih menjadi kepala negara. Dalam system pemerintahan demokrasi pemimpin dipilih sesuai dengan kehendak rakyat. Sehingga memungkinkan bagi mu’aasi untuk menjadi pemimpin. Sedangkan dalam system pemerintahan monarki yang menjadi pemimpin sesuai dengan kehendak Raja/Khalifah. Maka, membuat suatu system yang pemimpinnya dipilih sesuai kehendak rakyat dan masyarakat calon pemimpin sesuai dengan standar – standar yang diambil dari nilai ke-indonesiaan dalam hemat penulis.


Daftar Pustaka
LKS Al Ahyar SKI (Sejarah Kebudayaan Islam) Mts Negeri 6 Klaten Kelas VIII     Semester Ganjil
Roestiyah N.K, 2012,  STRATEGI BELAJAR MENGAJAR, Jakarta, PT Rineka       Cipta.
logoblog
Previous
« Prev Post