Home » » Aliran-aliranTasawuf: Tasawuf Akhlaqi, TasawufAmali dan Tasawuf Falsafi
Aliran-aliranTasawuf: Tasawuf Akhlaqi, TasawufAmali dan Tasawuf Falsafi
Aliran-aliranTasawuf: Tasawuf Akhlaqi, Tasawuf Amali dan Tasawuf Falsafi
Tasawuf Akhlaqi
Tasawuf akhlaki adala ajaran yang mengedepankan sisi moral dari seorang hamba dalam rangka melakukan pendekatan kepada Tuhan dengan melakukan berbagai macam ritual seperti takhalli, tahalli, tajalli, munajat, memperbanyak dzikir dan wirid, mengingat mati, dan tafakkur. Sedangkan, tasawuf amali adalah tasawuf yang membahas tentang bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah dan memiliki tahapan syariat, tarekat, dan ma’rifat.
Pengembangan tasawuf akhlaki dibangun sebagai dasar latihan kerohanian dengan tujuan mensucikan hati dan mengendalikan hawa nafsu sampai ke titik terendah. Sehingga nantinya tidak akan ada penghalang yang membatasi manusia dengan Tuhannya. Nah, agar lebih mudah dalam mewujudkan ajaran Tasawuf Akhlaki ini, para sufi menyusun beberapa tahapan sistem, yang meliputi Takhalli, Tahalli, dan Tajalli.
Takhalli
Takhalli adalah tahapan pertama yang dilakukan oleh seorang sufi untuk membersihkan (melepaskan) diri dari perilaku buruk, seperti berbuat maksiat, kecintaan kepada dunia yang berlebihan, berprasangka su’udzon, ujub, hasad, riya, ghadab, dan sejenisnya. Sebagian sufi berpendapat bahwa perbuatan maksiat merupakan najis maknawiyah yang bisa menghalangi kedekatan hamba dengan Rabbnya. Oleh karena itu, sifat-sifat nafsu dalam diri harus dimusnakan agar manusia tidak terjerumus ke dalam dosa. Namun imam Al-Ghazali mempunyai pendapat lain. Menurutnya, selama hidup di dunia setiap manusia pasti membutuhkan nafsu. Bukan untuk melakukan hal-hal buruk, tapi nafsu diperlukan demi menjaga keharmonisan keluarga, membela harga diri, dan hal-hal positif lainnya.
Tahalli
Setelah membersihkan diri dari perbuatan-perbuatan tercela,tahapan berikutnya yang perlu dilakukan adalah pengisian jiwa atau disebut Tahalli. Pada tahap ini, seorang sufi diharuskan membiasakan diri dengan akhlak-akhlak terpuji sabar, ikhlas, ridha, taubat, dan sebagainya. Selain itu, juga menjalankan ketentuan syariat agama, seperti sholat, puasa, zakat, membaca Al-Quran, dan berhaji bila mampu. Dengan demikian, apabila seseorang telah terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan mulia, taat dan beriman kepada Allah SWT maka lama-kelamaan hati pun akan menjadi bersih.
Tajalli
Tahap yang terakhir adalah Tajalli yang berarti tersingkapnya nur ghaib. Di tahap ini, seorang sufi benar-benar menanamkan rasa cinta kepada Allah SWT di dalam hatinya. Tujuannya agar perilaku-perilaku baik yang telah dilakoni pada tahap Tahalli tidak luntur begitu saja, dan bisa terus berkelanjutan. Ritual Tajalli biasanya dilakukan dengan cara bermunajat kepada Allah SWT, yaitu memuja dan memuji keagungan Allah SWT. Kemudian bermusahabah (merenungi dosa-dosa yang telah diperbuat), muraqabah (merasa jiwa selalu diawasi oleh Allah SWT), Tafakkur (merenungi kekuasaan Allah dalam menciptakan alam semesta), serta memperbanyak amalan dizikir.
Tokoh Sufi yang Mengembangkan Tasawuf Akhlaki
Berikut ini beberapa tokoh yang paling berpengaruh dalam pengembangan tasawuf akhlaki:
Hasan Al-Basri (21 H- 110 H)
Hasan Al-Bashri memiliki nama lengkap Abu Said Al-Hasan bin Yasar, adalah seorang zahid dari kalangan tabiin yang lahir di Madinah pada tahun 21 Hijriyah. Beliau merupakan pelopor utama yang mulai memperluaskan ilmu-ilmu kebatinan dan kesucian jiwa. Menurut pandangannya, tasawuf merupakan ajaran untuk menanamkan rasa takut (baik itu takut akan dosa-dosa, takut tidak mampu memenuhi perintah dan larangan Allah, takut akan ajal atau kematian ) di dalam diri setiap hamba dan senantiasa mengingat Allah SWT. Beliau berpendapat bahwa dunia adalah ladang beramal, banyak duka cita di dunia dapat memperteguh amal sholeh.
Al-Muhasibi (165 H – 243 H)
Al-Muhasibi memiliki nama lengkap Abu Abdillah Al-Harist bin Asad Al-Bashri Al- Baghdadi Al-Muhasibi. Beliau lahir di Bashroh, Irak pada tahun 165 Hijriyah. Menurut beliau, tasawuf berarti ilmu yang mengajarkan untuk selalu bertakwa kepada Allah SWT, menjalankan kewajiban sebagai seorang hamba dan meneladani akhlak Rasulullah Saw.
Beliau juga berpendapat ada 3 hal yang perlu ditekankan untuk membersihkan jiwa dan mencapai jalan keselamatan, yaitu melalui Ma’rifat (Mengenal Allah SWT dengan mata hati), Khauf (rasa takut), dan Raja’ ( pengharapan).
Al-Qusyairi (376 H- 465 H)
Al-Qusyairi memiliki nama lengkap ‘Abdul Karim bin Hawazim. Beliau lahir di kawasan Nishafur pada tahun 465 Hijriyah, dimana beliau ini merupakan seorang ulama yang ahi dalam berbagai disiplin ilmu pada masanya. Ajaran tasawuf Al-Qusyairi didasarkan pada doktrin Ahlusunnah Wal Jama’ah dan berlandasakan ketauhidan. Beliau mengadakan pembaharuan di ajaran tasawuf, dengan menentang keras doktrin-doktrin aliran Karamiyah, Syi’ah, Mu’tazilah, dan Mujassamah. Ia juga menjelaskan pembeda antara dzahir dan bathil, serta syariat dan hakikat. Menurutnya, tidak haram jika seseorang menikmati kesenangan dunia, asalkan tetap berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Assunnah.
Al-Ghazali (450 H – 505 H)
Al-Ghazali memiliki nama lengkap Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Ahmad al-Thusi. Beliau lahir di kota Khurasan, Iran pada tahun 450 Hijriyah. Di masa hidupnya, Al Ghazali merupakan seorang ahli ilmu yang dikagumi oleh banyak ulama besar. Beliau juga dikenal sebagai seorang Sufi, Filosof, Fuqoha (ahli fiqh), dan Mutakallim. Beliau juga memiliki banyak gelar, salah satunya Hujjah al-islam yang diperolehnya dari kerajaan Bani Saljuk.
Tasawuf Amali
Tasawuf Amali merupakan kelanjutan dari tasawuf akhlaki. Jika tasawuf akhlaki berfokus pada pensucian jiwa, tasawuf amali lebih menekankan terhadap cara-cara mendekatkan diri kepada Allah SWT, baik melalui amalan lahiriah maupun batiniah. Tasawuf ‘Amali dapat dipahami sebagai ajaran tasawuf yang lebih menekankan kepada perilaku yang baik, dalam kaitannya dengan amalan ibadah kepada Allah. Di dalamnya ditekankan tentang bagaimana melakukan hubungan dengan Allah melalui dhikir atau wirid yang terstruktur dengan harapan memperoleh ridla Allah Swt. Tasawuf ‘Amali merupakan tasawuf yang mengedepankan mujahadah, dengan menghapus sifat-sifat yang tercela, melintasi semua hambatan itu, dan menghadap total dengan segenap esensi diri hanya kepada Allah Swt
Dalam ajaran tasawuf amali sendiri, terdapat tokoh-tokoh yang berperan cukup penting diantaranya adalah:
Hasan Al- Basri (21 H- 110 H)
Hasan Al-Basri memiliki nama lengkapnya Al-Hasan bin Abi Al- Hasan Abu Said, lahir di Madinah pada tahun 21 H. Beliau adalah seorang sufi tabi’in yang termsyhur pada masanya. Prinsip ajaran tasawuf Hasan Al Basri yang paling utama adalah bersikap zuhud kepada dunia, yaitu menolak selaga kenikmatan dan kesenangan dunia. Selain itu, Hasan Al Basri juga mengajarkan untuk berbuat khauf (rasa takut) dan Raja’ (pengharapan) yang berarti merasa takut akan siksa Allah dan memohon ampun atas segala dosa-dosa.
Rabi’ah Al-Adawiyah (96 H- 185 H)
Rabi’ah Al-Adawiyah memiliki nama lengkap Ummu al-Khair Rabi’ah binti Isma’il al-Adawiyah al- Qisiya. Beliau dilahirkan di Basrah pada tahun 96 Hijriyah. Kehidupan Rabi’ah Al-Adawiyah diliputi dengan kemiskinan, beliau tidak menikah dan menolak bantuan materi. Hari-harinya dihabiskan dengan beribadah kepada Allah SWT dan menjauhi kehidupan duniawi.
Konsep ajaran tasawuf Rabi’ah berfokus pada cinta (al-hubb) kepada Rabb semesta Alam. Cinta (al-hubb) yang dianut oleh Rabi’ah disini merupakan hub al-hawa dan hub anta ahl lahu. Dimana menurut tafsir Abu Thalib Al-Makiy, hub al-hawa berarti rasa cinta yang timbul karena nikmat dan kebaikan yang diberikan oleh Allah SWT. Sedangkan al-hubb anta ahl lahu adalah rasa cinta yang timbul hanya untuk Dzat yang dicintai , tulus tanpa mengharapkan balasan dan bukan karena kesenangan duniawi.
Dzun Nun Al-Misri (180 H- 246 H)
Dzun Nun Al-Misri adalah seroang sufi yang hidup di pedalaman Mesir sekitar pertengahan abad ke-3 Hijriah, tepatnya lahir di tahun 180 H. Beliau memiliki nama lengkan Abu Al – faidil bin Ibrahim Dzun Al – Misri.
Al-Misri merupakan orang Mesir pertama yang membentuk pemikiran tasawuf, mengemukakan perihal maqamat dan ahwal para wali, serta ilmu ketauhidan yang berikatan dengan sufistik. Secara garis besar, konsep tasawuf beliau menonjolkan tentang Ma’rifat. Pendapat-pendapat beliau tersebut sempat menuai kritikan, bahkan dianggap zindiq (tidak berpegang teguh terhadap agama). Namun pada akhirnya, beliau dibebaskan dan memperoleh kedudukannya sebagai wali.
Sejarah perkembangan tasawuf ‘Amali mengalami beberapa fase, yaitu:
Abad kesatu dan kedua Hijriyah, tasawuf masih berupa perilaku zuhud yang didasari rasa khauf dan masih bersifat praktis (belum ada konsep-konsep tasawuf secara terpadu) Abad ketiga Hijriyah, kata tasawuf mulai digunakan. Orang ahli ibadah sebelumnya disebut ‘abid atau nasik, pada abad ini disebut sebagai sufi
Abad keempat Hijriyah, perkembangan tasawuf semakin pesat dan munculnya istilah shari’at, tarekat, hakikat dan ma’rifat, sebagai penjelasan perbedaan ilmu lahir dan ilmu batin
Abad kelima Hijriyah, adanya pemancangan ajaran tasawuf sesuai dengan prinsip-prinsip Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah oleh Imam al-Ghazali
Abad keenam Hijriyah, munculnya para sufi yang mengembangkan tasawuf dalam bentuk institusi tarekat, yang kemudian berkembang pesat sampai sekarang.
Tasawuf Falsafi
Tasawuf Falsafi adalah sebuah aliran dalam bertasawuf yang menggabungkan antara visi mistik dan visi yang rasional. Tasawuf ini merupakan hasil dari pemikiran-peminkiran para tokoh-tokoh yang diungkapkan dengan bahasa filosofis.Tasawuf ini tidak bisa dikatakan sebagai Tasawuf yang murni karena telah menggunakan pendekatan fikiran dan rasio, namun juga tidak bisa dikatakan filsafat seutuhnya karena didasarkan pada rasa. Dengan kata lain Tasawuf Falsafi merupakan penggabungan antara rasa dan rasio.
Tokoh Tasawuf Falsafi, diantaranya adalah:
Ibnu ‘Arabi
Nama lengkap dari Ibnu Arabi yaitu Muhammad bin Ali bin Ahmad bin Abdullah Ath tha’I Al Haitami. Beliau dilahirkan di Murcia, daerah Andalusia tenggara, Spanyol. Pada tahun 560 H. Ia tinggal di Hijaz dan wafat di sana, pada tahun 638 H. karya Ibnu ‘Arabi yang paling fenomenal adalah Al Futuhat Al Makiyah yang ditulis pada tahun 1201 H. Ajaran dari Ibnu ‘Arabi ada tiga:
Wahdad al wujud – Kesatuan Wujud. Intinya wujud dari semua makhluk itu adalah satu, yaitu wujud dari khaliqnya.
Hakiqat Muhammadiyah – Lanjutan dari wahdad Al Wujud adalah Hakikat Muhammadiyah, yang menurut Ibnu Arabi, bahwa penciptaan alam semesta ini adalah pelimpahan dari wujud yang satu yaitu tuhan. Dari yang satu itu, Lalu lahirlah semua wujud dengan segala proses penciptaannya.
Wahdad Al Adyan – Turunan ketiga dari Wahdatul Wujud adalah Wahdatul Adyan yaitu kesamaan agama. Semua agama itu adalah satu yang bersumber dari tuhan. Baca juga: bahaya islam liberal
Al Jilli
Nama lengkap Al Jilli adalah Abdul Karim bin Ibrahin Al- Jilli yang lahir tahun 1365 M dan wafat tahun 1417 M. Baliau lahir di Jilan propinsi di selatan Kaspi. Tempat lahirnya Jilli (Gilan) yang kemudian menjadi nama dari Al Jilli. Beliau adalah sufi yang terkenal di Bagdad. Ia pernah berguru pada tokoh tarekat Qadariyah yaitu Abdul Qadir Al Jailani, seorang sufi dari India. Ajaran dari Al Jilli adalah :
Insan Kamil – Pemahaman tentang insan kamil atau manusia sempurna sebagai wujud dari tuhan yang diumpamakan bagai cermin. Seseorang tidak bisa melihat dirinya sendiri kecuali dengan cermin.
Maqamat – Al Jilli merumuskan tahapan atau tingkatan yang harus dilalui seorang sufi adalah : Islam, Iman, Ihsan, Shalah, Shahadah, Sidqiyyah dan Qurbah.
Ibnu Sab’in
Nama lengkap dari Ibnu Sab’in adalah Abdul Haq Ibnu Ibrahim Muhammad Ibnu Nashr. Beliau lahir tahun 614 H di Murcia. Ibnu Sabi’in adalah anak dari keluarga bangsawan, yang hidup berkecukupan. Namun beliau memilih untuk mengasingkan dari segala bentuk kemewahan tersebut. Beliau mempelajari ilmu-ilmu seperti Bahasa dan Sastra Arab, Ilmu Agama, Ilmu fiqih (fiqih pernikahan, fiqih muamalah jual beli), Ilmu Filsafat dan Logika. Ajaran dari Ibnu Sab’in adalah :
Kesatuan mutlak – Kesatuan mutlak adalah ajaran pemahaman tentang wujud itu hanya satu yaitu wujud tuhan.
Menolak paham Aristotelian – Intinya Ibnu Sab’in berusaha menyusun logika baru yang membantah adanya konsep jamak. Konsep ini disusun untuk mencapai kesatuan mutlak tadi. Menurut Ibnu Sab’in logika ini menggunakan penalaran ketuhanan atau ilahi. Pemikiran ini yang membuat manusia melihat dan mendengar sesuatu yang baru, yang belum pernah dilihat dan didengar sekalipun
Tasawuf falsafi mulai berkembang sejak abad ke-12 sampai abad ke-13. Pada masa itu, beberapa guru sufi mulai menjelaskan hukum dan misteri penciptaan, serta prinsip-prinsip yang mengatur tasawuf dalam batas-batasan filosofis. Dengan begitu, tasawuf falsafi lebih didasarkan pada penjelasan hakikat penciptaan dalam konteks filsafat dan sejarah.
Inti dari tasawuf falsafi adalah meraih cinta Allah setinggi mungkin dan menjadi kekasih- Nya. Dengan begitu, tidak akan ada lagi batasan antara seorang hamba dan Sang Pencipta. Inspirasi dari tasawuf falsafi itu sendiri diklaim berasal dari perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW.