ITTIHAD DAN HULUL



Ittihad
Secara kebahasaan ittihâd berarti integrasi, menyatu, atau persatuan. Dalam tasawuf filosofis,ittihad adalah pengalaman puncak spiritual seorang sufi, ketika merasa dekat dengan Allah, bersahabat,mencintai dan dicintai Allah,dan mengenal-Nya sedemikian rupa hingga dirinya merasa menyatu dengan
Allah. Pengalaman ittihad hanya akan terjadi bila seorang sufi mengalami fana` dan baqa`.
Fana` secaraetimologi berarti hancur lenyap dan hilang; sedangkan baqa` berarti tetap, kekal dan abadi. Dalam
terminologi para sufi “fana` merupakan pengalaman spiritual seorang sufi, ketika kesadaran tentang diridan lingkungannya lenyap sementara waktu, sedangkan baqa` adalah keadaan spiritual seorang sufi,ketika dirinya merasa tetap bersama Allah”.[
Ketika Abu Yazid al-Busthami mengalami fanâ` dan baqâ`, pada dirinya terjadi pengalamanspiritual sebagai berikut:

  • Hijab atau tabir yang menjadi penghalang di antara dirinya dan Allah tersingkap atau mengalami mukâsyafah
  • Dalam keadaan mukâsyafah, Abu Yazid al-Busthami menyaksikan keagungan Allah yang dinamakan musyahadah
  • Dalam keadaan musyahadah, Abu Yazid al-Busthami mengenal Allah secara langsung yang dalam istilah tasawuf disebut ma’rifah
  • Dalam keadaan ma’rifah, Abu Yazid al-Busthami terpesona keindahan Allah hingga ia merasakekal bersama-Nya.

Ittihad yang dialami Abu Yazid al-Busthami diperoleh melalui perjuangan (mujâhadah) yangpanjang dan berat dengan menempuh maqamat, yaitu tangga-tangga rohani hingga melawati mahabbah dan ma’rifah kemudian mengalami fana` dan baqa`, atau mengalami mahabbah, cinta sejati terhadap Allah yang membawanya kepada pengalaman fanâ` dan baqâ` kemudian mengalami ma’rifah yang
menjadi gerbang ittihad.

Hulul
Secara harfiah istilah hulûl berasal dari kata kerja halla-yahullu-hulûlan, yang berarti menempati, menjelma atau inkarnasi (incarnation). Dalam tasawuf filosofis, hulûl adalah pengalaman spiritualseorang sufi, ketika demikan dekat dengan Allah, bersahabat, mengenal dan dikennal Allah, mencintai
dan dicintai Allah dengan mendalam; kemudian Allah memilih sufi tersebut, menempati dirinya danmenjelma pada pada diri sufi tersebut.
Jadi, menurut pandang Al-Hallaj, ketika hulûl benar-benar terjadi pada diri seorang sufi, makapada hakikatnya telah terjadi empat proses yang berikut:

  • Tuhan turun mendekati sufi tersebut; b)Tuhan telah memilih sufi tersebut untuk dijadikan tempat hulûl
  • Tuhan menjelma pada diri sufi
  • Tuhan menyatu dengan sufi tersebut

Konsep hulûl secara filosofis dibangun di atas landasan teori lahut dan nasut. Lahut berasal dariperkataan ilah yang berarti tuhan, sedangkan lâhût berarti sifat keilahian atau ketuhanan.
Nâsût berasaldari perkatan nas yang berarti manusia; sedangkan nasut berarti sifat kemanusiaan. Dalam pandangan Al-Hallaj, yang memperkenalkan konsep hulûl dalam tasawuf filosofis, Tuhan memiliki lâhût dan nâsût.
Demikian juga manusia memiliki lâhût dan nâsût. Lahut Tuhan adalah dzat Allah yang ghaib al-ghuyub;sedangkan nâsût Tuhan adalah ruh Allah yang ditiupkan ke dalam tubuh manusia. Lahut manusia ialah ruh Allah yang ditiupkan ke dalam diri manusia; sedang nâsût manusia adalah sifat basyariyah, yaknisifat kemanusiaan manusia.
Menurut Al-Hallaj, hulûl dimungkinan terjadi antara nâsût Allah dengan lâhût manusia, yakniantara ruh Allah dengan ruh manusia, karena ruh manusia berasal dari ruh Allah. Sebagaimana disebutkan
pada ayat Al-Qur`an yang berikut:
       Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan Aku telah meniupkan roh (ciptaan)-Ku
ke dalamnya, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud, menghormati Adam”
. (Q. S. al-
Hijr/15 : 29 dan Q.S. Shad/38: 72).

Ayat di atas, secara harfiah, menunjukkan salah satu proses penciptaan manusia itu adalah Allahmeniupkan ruh ke dalam janin (embrio), “Aku (Allah) telah meniupkan ruh-Ku ke dalam tubuh Adam”.
Jadi, pada diri Nabi Adam dan manusia pada umumnya, menurut pandangan para pendukung tasawuffilosofis, terdapat ruh Allah yang menjadi ruh manusia, karena Allah telah meniupkannya, ketika janin
berusia 16 minggu setelah proses reproduksi sempurna. Ruh yang ditiupkan Allah ke dalam janin tetapmilik Allah karena Allah tidak menghibahkanya. Manusia hanya memiliki hak guna dan hak pakai dalambatas waktu yang ditentukan Allah. Oleh sebab itu, ruh manusia sepenuhnya berada dalam penguasaanAllah dan menjadi wewenang Allah secara mutlak.
Ketika ajal sudah tiba, maka Allah menyabut ruhmanusia untuk dikembalikan kepada-Nya. Manusia yang berhasil membersihkan jiwanya dari kekufuran,kemusyrikan, kemunafikan, berbagai penyakit hati dan sifat-sifat tercela, maka jiwanya akan kembali
bersihTasawuf filosofis, yakni menghayati wujud Allah dengan kepekaan rasa dan ketajaman pemikiran,telah mengundangkan perdebatan di kalangan kaum Muslimin yang terbagi ke dalam tiga golongan.

  1. golongan yang mendukung Al-Hallaj. Mereka meyakini bahwa Al-Hallaj tidak menjadi kafirdengan mengemukakan hulul tersebut.
  2. para ulama fiqh, terutama dari kalangan Hanabilah, parapengikut Imam Ahmad bin Hanbal. Mereka menyatakan bahwa Al-Hallaj telah sesat, bahkan telah keluardari Islam, karena menyatakan bahwa Allah telah hulul pada dirinya. Al-Hallaj telah mengambil teorihulûl dari kaum Nasrani yang meyakini bahwa Allah telah memilih tubuh Nabi Isa, menempati, dan menjelma pada diri Nabi Isa putra Maryam. Nabi Isa, dalam keyakinan Nasrani, menjadi Tuhan, karenanilai kemanusi-aannya telah hilang. Dalam keyakinan Nasrani Hulul Allah pada diri Nabi Isa bersifatfundamental dan permanen.
  3. para ulama yang bersifat moderat dalam memahami hulul yangdialami Al-Hallaj. Mereka, seperti Al-Ghazali meyakini bahwa Al-Hallaj tidak menjadi kafir atau keluardari Islam dengan mengalami hulul tersebut, tetapi ia tidak sepatutnya mengemukan pandangan hulultersebut di depan orang banyak,karena akan menimbulkan fitnah. Hulul seharusnya hanya menjadipengalaman pribadi saja, bukan konsumsi untuk khalayak.

Para ulama yang moderat ini berpendapatbahwa hulûl-nya Allah pada diri Al-Hallaj bersifat sementara; tidak fundamental dan permanen. Al-Hallaj
tidak menjadi Tuhan dan tidak menyatakan dirinya Tuhan. Ia hanya mengucapkan kata-kata syathahat,
ana al-Haqq (aku Tuhan yang Maha Benar) yang tidak disadarinya selama syathahat.
Oleh karenanya,Al-Hallaj tidak bisa divonis kafir atau murtad, keluar dari keyakinan Islam. Ia pun tetap manusia, tidakmenjadi Tuhan dan tidak kehilangan nilai kemanusiannya. Ketika syathahat berlalu, ia kembali kepadajati dirinya seorang yang kokoh menganut keyakinan tauhid sebagaimana disebutkan dalam syair Al-Hallaj yang berikut:
        Aku rahasia al-Haqq, al-Haqq itu bukanlah aku, aku hanya mencapai hakikat. Bedakanlah di antara kami. Mereka mengira aku hulul dan ittihad; padahal hatiku kosong dari segala sesuatu selain tauhid.
 

Kasus Al-Hallaj dibawa ke Mahkamah Syari’ah dan divonis dengan hukuman mati yang dieksekusi pada tahun 309 H/ 922 M. dengan disalib pada tiang gantungan. Al-Hallaj dituduh telah sesat
dan menyesatkan umat dengan mengaku diri-nya Tuhan, ketika mengalami syathahat. Ia dianggap telah menodai kesucian agama. Al-Hallaj dituduh dengan tuduhan berlapis. Selain dituduh telah menodai kesucian agama, ia pun dituduh terlibat makar yang hendak menggulingkan pemerintah. Al-Hallaj diancam dengan hukuman mati. Ia mengajukan surat permohonan pengampunan kepada Khalifah, namun
pengampunan Khalifah Al-Muqtadir Billah untuk Al-Hallaj tidak terlaksana karena sikap Perdana Menteri yang menghalanginya. Ringkasnya, ittihad yang dialami Abu Yazid Al-Busthami (w. 260 H.) dan hulul yang dialmi Al-Hallaj (w 309 H.) dalam menghayati dan merasakan wujud Allah berbasis pada pengalaman pribadi, yakni dengan merasakan dirinya bersatu dengan Allah. Ittihad terjadi dengan taraqi, sufi berjuangmenghampiri Allah hingga merasakan bersatu dengan-Nya. Hulul berlangsung dengan tanazul, yakni sufi berjuang menghampiri Allah hingga Allah turun menghampiri sufi kemudian terjadi penyatuan antara hamba dengan Allah.

logoblog
Previous
« Prev Post