BAHAYANYA KUASA JUAL TANAH

 


BAHAYANYA KUASA JUAL TANAH

 

Apa Akibat surat kuasa dibuat dibawah tangan untuk peralihan hak atas tanah???

Saat ini sering kita jumpai modus operandi pemalsuan surat untuk peralihan hak atas tanah, seperti surat kuasa jual tanah yang dibuat dibawah tangan dan bermaterai cukup, atas surat kuasa jual tanah  pihak penerima kuasa mewakili pemberi kuasa sebagai pihak penjual yang kemudian menghadap dengan pihak pembeli ke kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk peralihan hak atas tanah yang dituangkan dalam Akta Jual Beli (AJB) dalam komparisinya dijelaskan bahwa pihak penjual selaku penerima kuasa dari pemberi kuasa selaku pemegang hak atas tanah tersebut. namun setelah proses penandatangan Akta Jual Beli (AJB) kemduian dilakukan pendaftaran hak atas tenah ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk balik nama yang tertera dalam Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama pembeli, lantas dikemudian waktu pihak pemberi kuasa jual tanah tidak mengakui tandatangan dalam surat kuasa jual tanah atau tidak pernah merasa memberikan kuasa yang dimaksud, sehingga menempuh secara hukum untuk melaporankan penerima kuasa dengan dugaan tindak pidana pemalsuan di Kepolisian Republik Indonesia untuk membuktikan tandatangan pemberi kuasa tidak sah secara hukum disurat kuasa jual tanah, apabila tandatangan pemberi kuasa dalam surat kuasa jual tanah telah dinyatakan tidak sah oleh lembaga yudikatif didasari oleh pemalsuaan maka berdampak pada Akta Jual Beli dan sertifikat hak milik atas tanah tersebut batal sehingga status kepemilikanya kembali keawal atas nama pemegang hak di sertifikat hak milik. Sehingga pihak pembeli sangat dirugikan.

Untuk itu ada baiknya kita mengenal apa itu Tindak Pidana Pemalsuan Terhadap Surat dibawah Tangan

Tindak pidana pemalsuan di Indonesia diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada Bab XII buku II, Vide Pasal 263  ayat (1) KUHP, yang berbunyi:

 “Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun”  

Tindak pidana pemalsuan surat dibawah tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP, dapat terjadi dengan dua cara (straf modus) yaitu suatu perbuatan membuat surat palsu dan suatu perbuatan memalsukan surat:

a.     Membuat surat palsu adalah perbuatan membuat surat yang isinya tidak benar atau membuat surat sedemikian rupa.

b.    Memalsukan surat palsu adalah perbuatan mengubah surat baik sebagian ataupun seluruhnya, perbuatan meniru atau membuat tiruan dari suatu surat asli yang ditunjukan terhadap surat-surat tertentu. (Perlu di Uji laboratorium Forensik)

Tindak pidana Pemlasuan Surat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

-       Unsur “Barang siapa” yaitu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak memberikan definisi apa yang dimaksud dengan “Barang siapa” namun secara terminologi sama artinya dengan “setiap Orang”  sebagai subjek hukum perseorangan (natuurlijke person) yang dituju oleh atau yang menjadi sasaran norma (addressaat norm) suatu rumusan tindak pidana, yang dalam hal ini “siapa saja”

-       Unsur “membuat surat palsu atau memalsukan surat” yaitu suatu perbuatan untuk menuangkan pikiran secara tertulis dalam hal mana yang ditulis merupakan suatu yang bertentangan  dengan kebenaran ataupun meniru dari suatu surat terlebih dahulu seolah-oleh surat tersebut merupakan surat asli.

-       Unsur “dapat menimbukan suatu hak, perikatan atau pembebasan hutang atau yang diperuntukan sebagai bukti daripada suatu hal” yaitu surat tersebut menimbukan suatu akibat hukum berupa menimbulkan suatu hak dari seseorang baik pelaku sendiri atau orang lain, ataupun menimbulkan perikatan antara orang-orang tertentu baik untuk pelakunya sendiri dengan orang lain atau orang lain dengan orang lain ataupun menimbulkan hapusnya hutang, baik hutang pelaku sendiri ataupun orang lain ataupun surat yang dibuat sebagai bukti atas suatu hal.

-       Unsur “dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain untuk memakainya” yaitu pelaku pembuat surat tersebut dengan sengaja (dolus/opzet) untuk dipakai sendiri ataupun menyuruh orang lain memakainya.

-       Unsur “jika pemakaian surat tersebut dapat menimbulkan kerugian” yaitu adanya potensi kerugian bagi pihak lain selain pelakunya, baik secara kerugiaan materil ataupun kerugian lainnya, jika surat tersebut digunakan.

 

Saran

Jika  pemegang hak atas tanah yang terurai dalam sertifikat hak milik tidak dapat menghadap di hadapan pejabat pembuat akta tanah (PPAT) dengan mengutus pihak lain berdasarkan surat kuasa jual tanah untuk menandatangani akta jual beli (AJB). Maka pihak pembeli tanah meminta surat kuasa dalam bentuk akta notariil yang dibuat dihadapan Notaris, agar tidak terjadinya suatu pemalsuan baik dari isi ataupun tandatangan dalam surat kuasa jual tanah.

 

Demikian pendapat hukum dari Dr (c) Ainul Yaqin, S.H., M.H., Untuk lebih lanjutnya dapat dibuhungi ke contact persen 081215888588. Terimakasih    

logoblog

LATIHAN SOAL-SOAL TES BUMN 2023 dengan 124K

 SOAL-SOAL TES BUMN 2023

 


Soal-Soal Tes BUMN 2023, murah dengan Kode Promo/Referral 3DKW49

Ribuan pelamar rekrutmen BUMN 2023 masih menunggu kejelasan nasibnya untuk bisa bergabung di perusahaan milik negara. Tentunya saingan dalam rekrutmen ini tidak sedikit, puluhan ribu berlomba untuk lolos masuk BUMN. 

Keuntungan bekerja di BUMN diantaranya:

  • Gaji yang Lumayan Besar  
  • Jenjang Karier Stabil
  •  Tunjangan dan Asuransi
  • Bonus Tahunan
  • Jaminan hari tua
  • Fasilitas Bantuan hukum
  • kesempatan mendapatkan beasiswa
  • Fasilitas perbankan

Keuntungan diatas tentu menjadi nilai plus tersendiri untuk masyarakat Indonesia, sehingga dalam tahap seleksinya sangat ketat dan membutuhkan usaha yang besar. salah satunya mengikuti bimbel dan latihan soal-soal tes ujian BUMN.

Diantara lembaga kursus, AyoCPNS membuka tempat belajar online yang sangat recomended, efisien dan murah. CARANYA ikuti langkah-langkah berikut:

  1. klik link berikut https://ayocpns.com


    Klik daftar dan ikuti syarat aktifasinya

  2.  setelah aktif konfirmasinya, silahkan klik https://ayocpns.com/app/bumn



    silahkan klik "beli paket"

  3.  setelah klik "beli paket" akan muncul gambar seperti dibawah ini


    klik "Beli sekarang"

  4. setelah itu akan keluar gambar sperti dibawah ini


    klik "Beli paket sekarang"

  5. Kemudian, anda akan diarahkan ke bagian pembayaran


    pilih metode pembayaran yang anda suka

  6. kemudian pastikan paket yang anda inginkan, anda bisa joint dengan teman tentunya harganya lebih murah. Karena akun in hanya bisa digunakan sendiri, sehingga paket hemat anda bisa ajak teman-teman anda untuk bergabung


    pastikan juga kode Promo/Referral untuk menambah diskon/potongan harga "3DKW49"

  7. Setelah memastikan paket dan kode promo/referral silahkan klik "lanjut pembayaran"dan klik sudah benar.



Selamat belajar, semoga apa yang anda inginkan dimudahkan dan dikabulkan oleh Tuhan yang Maha Kuasa.

Semoga bermanfaat...

logoblog

Hak Pengelolaan Lahan (HPL) adalah?

 

Hak Pengelolaan Lahan (HPL) adalah?

Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dapat berasal dari Tanah Negara dan Tanah Ulayat, tanah Negara adalah tanah yang tidak dilekati dengan suatu Hak atas Tanah, bukan Tanah Wakaf, Bukan Tanah Ulayat dan bukan merupakan aset barang milik Negara atau barang milik Daerah, sedangkan Tanah Ulayat adalah tanah yang berada di wilayah penguasaan masyarakt hukum adat yang menurut kenyataannya masih ada dan tidak dilekati dengan sesuatu Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan Lahan (HPL) merupakan gempilan dari Hak Menguasai Negara (HMN) atas tanah, bukan merupakan Hak atas Tanah sebagai Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai (HP), yang kewenangan pelaksanaan Hak Menguasai Negara dilimpahkan kepada Pemegang Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Jika dilihat dari istilah pengelolaan lebih tepatnya sebagai aspek kewenangan untuk mengelolah tanah yang dikuasai oleh Negara.

 

Kewenangan yang terdapat dalam Hak Pengelolaan Lahan (HPL) bersifat Publik dan Privat. Kewenangan Pelaksanaan Hak Menguasai Negara (HMN) dilimpahkan  kepada Pemegang Hak Pengelolaan Lahan bersifat Publik diatur dalam ketentuan Vide Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang berbunyi sebagai berikut:

 

“Wewenang yang bersumber pada Hak Menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2) Pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara Hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur;

 

Sedangkan Kewenangan Pelaksanaan Hak Menguasai Negara (HMN) dilimpahkan  kepada Pemegang Hak Pengelolaan Lahan bersifat Privat diatur dalam ketentuan Vide Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah, yang berbunyi sebagai berikut;

 

“Hak Pengelolaan yang penggunaan dan pemanfaatan seluruh atau sebagian tanahnya untuk digunakan sendiri atau dikerjasamakan dengan Pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b dapat diberikan Hak Atas Tanah berupa Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan/atau Hak Pakai di atas Hak Pengelolaan sesuai dengan Sifat dan Fungsinya, kepada;

a.    Pemegang Hak Pengelolaan sepanjang diatur dalam Peraturan Pemerintah; atau

b.    Pihak lain, apabila Tanah Hak Pengelolaan dikerjasamakan dengan Perjanjian Pemanfataan Tanah

Subjek hukum sebagai pemegang Hak Pengelolaan Lahan tidak dapat diberikan kepada perorangan ataupun Badan Hukum Perdata  sebagaimana dimaksud dan diatur dalam ketentuan Vide Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah, yang berbunyi sebagai berikut:

Hak Pengelolaan yang berasal dari Tanah Negara diberikan kepada;

a.    Istansi Pemerintah Pusat;

b.    Pemerintah Daerah;

c.     Badan usaha milik Negara/badan usaha milik daerah;

d.    Badan hukum milik Negara/badan hukum milik Daerah;

e.    Badan Bank Tanah; atau

f.      Badan hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat;

Secara yuridis (segi hukum) diatas Hak Pengelolaan Lahan tidak dapat diberikan kepada Badan Hukum Perdata atau Perorangan, sehingga kepentingan rakyat diutamakan, Negara hanya melakukan tindakan Pengurusan dan pengelolaan bukan dijadikan kepemilikan, Hak Pengelolaan Lahan (HPL) tidak dapat di ahlikan atau berpindah “hak”-nya kepada subjek hukum lainnya melalui perbuatan hukum pemindahan hak seperi jual-beli ataupun tukar menukar, tindakan pemindahan hak hanya dapat dilakukan oleh suatu subjek hukum terhadap objek hukum diatas Hak Pengelolaan Lahan yang dipunyai secara privat (Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai), oleh karena hubungan hukum antara subjek dengan objek dalam Hak Pengelolaan Lahan  (HPL) lebih bersifat publik, maka perbuatan hukum pemindahan hak (memindahkan hak secara langsung kepada subjek hukum yang lain) tidak diperkenankan secara hukum. Jika ada maksud untuk mengakhiri hubungan hukum sebagai Pemegang Hak Pengelolaan antara Subjek hukum kepada subjek hukum lain, oleh karena itu hanya dimungkinkan melalui Pelepasa Hak.

 

Hak Pengelolaan Lahan dapat diserahkan kepada Pihak Ketiga dengan diusulkan kepada Menteri Dalam Negeri ataupun ke Gubernur untuk diberikan Hak Atas Tanah berupa Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai sesuai dengan rencana peruntukan, setiap penyerahan penggunaan Hak Atas Tanah sebagai bagian dari Hak Pengelolaan Lahan (HPL) kepada Pihak Ketiga oleh Pemegang Hak Pengelolaan wajib berdasarkan Surat Perjanjian Penyerahan Tanah (SPPT) kepada pihak ketiga. Perjanjian tersebut tunduk pada ketentuan Hukum Perikatan tepatnya pada buku ke III KUH Perdata pada Bab I sampai Bab IV, disamping sumber perikatan lainnya yaitu Undang-Undang Pasal 1233 KUH Perdata menyebutkan perikatan lahir karena suatu kesepakatan atau karena Undang-Undang.

 

Perjanjian Penyerahan Penggunaan Tanah itu bukanlah perjanjian sewa-menyewa, ataupun perjanjian sewa tanah dikeranakan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) bukan Hak yang bersifat Keperdataan (Hak Milik) melainkan gempilan Hak Menguasai Negara (HMN) yang bersifat Publik, perlu ditegaskan Perjanjian Penyerahan Penggunaan Tanah tidak dapat di kelompokkan sebagai perbuatan pemindahan Hak (semacam Jual-Beli) bagian dari Hak Pengelolaan Lahan (HPL) kepada Pihak Ketiga.

 

Setelah Pihak Ketiga memperoleh penunjukan/penyerahan dari pemegang Hak Pengelolaan Lahan (HPL), maka Pihak Ketiga dapat mengajukan permohonan Hak Atas Tanah dari bagian Hak Pengelolaan Lahan (HPL) seperti Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, kewajiban Pihak Ketiga adalah membayar uang pemasukan atau fee kepada pemegang Hak Pengelolaan Lahan (HPL) berdasarkan perjanjian dengan Pihak Ketiga dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) berdasarkan aturan dan Perundang-Undangan yang berlaku. Perjanjian tersebut tidak bertentengan dengan Undang-Undang, Kesusilaan serta ketertiban Umum.

 

Demikian semoga bermanfaat, untuk lebih detail, silahkan konsultasikan ke AY & Partners pada Dr (ca) Ainul Yaqin, M.H pada no 081215888588

logoblog

APA ITU SURAT KUASA?

 




APA ITU SURAT KUASA?

Pada dasarnya orang ataupun badan hukum tidak dapat mengurus kepentinganya dikarenakan waktu, kesibukan, jarak antar wilayah atupun kehendak Undang-Undang (sertifikasi), sehingga orang ataupun badan hukum meminta orang lain yang memiliki sertifikasi dengan memberikan kuasa. Guna mewakili kepentinganya dapat dilakukan dengan baik, kuasa merupakan perjanjian bernama (nominaat) suatu perjanjian yang sudah diatur dan diberi nama oleh kehendak pembentuk Undang-Undang. ketentuan perjanjian tunduk pada ketentuan Hukum Perikatan tepatnya pada buku III KUH Perdata pada Bab V sampai dengan Bab XVIII, kuasa dikenal dalam Hukum Perdata diatur dalam Pasal 1792 sampai dengan Pasal 1796, kuasa merupakan perbuatan hukum sepihak dimana Penerima Kuasa hanya dipinta untuk melakukan suatu perbuatan-perbuatan dan memiliki tujuan sesuai apa yang diharapkan oleh Pemberi Kuasa. Ketika kuasa ditandatangani oleh Pemberi kuasa ataupun Penerima kuasa akan menimbulkan akibat hukum yaitu timbulnya hak dan kewajiban Pemberi ataupun Penerima kuasa;

Hak dan Kewajiban Pemberi Kuasa dan Penerima Kuasa
 
a.    Hak dan kewajiban Pemberi Kuasa
 Hak Pemberi Kuasa yaitu menerima jasa dari Penerima Kuasa sesuai apa yang dikehendaki oleh Pemberi Kuasa, menarik kuasa yang diberikan kepada Penerima Kuasa dan menerima laporan dari kegiatan yang dikehendaki oleh Pemberi Kuasa;
Kewajiban Pemberi kuasa diatur dalam ketentuan Pasal 1807, Pasal 1808, Pasal 1809 dan Pasal 1810 KUH Perdata, yang bunyinya sebagai berikut:

Pasal 1807 KUHPerdata;
“si pemberi kuasa diwajibkan memenuhi perikatan-perikatan yang diperbuat oleh kuasa menurut kekuasaan yang ia telah berikan kepadanya, ia tidak terikat pada apa yang telah diperbuat selebihnya dari pada itu, selain sekedar ia telah menyetujuinya secara tegas ataupun diam-diam”
 
Pasal 1808 KUHPerdata;
“Si Pemberi kuasa wajib mengembalikan kepada si kuasa persekot-persekot dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh orang  ini untuk melaksanakan kuasanya, begitu pula untuk membayar upahnya jika ini telah diperjanjikan. Jika si kuasa tidak melakukan sesuatu kelalaian, maka si pemberi kuasa tidak dapat meluputkan diri dari kewajiban mengembalikan persekot dan biaya-biaya serta membayar upah tersebut di atas, sekalipun urusanya tidak berhasil”

Pasal 1809 KUHPerdata;
“Begitu pula si pemberi kuasa harus memberikan ganti rugi kepada si kuasa tentang kerugian-kerugian yang dideritanya sewaktu menjalankan kuasanya, asal dalam hal itu si kuasa tidak telah  berbuat kurang hati-hati”

Pasal 1810 KUH Perdata;
“Si Pemberi kuasa harus membayar kepada si kuasa bunga atas persekot-persekot yang telah dikeluarkan oleh si kuasa, terhitung mulai hari dikeluarkannya persekot-persekot itu”

b.    Hak dan Kewajiban Penerima Kuasa
Hak Penerima Kuasa diatur dalam Pasal 1812 KUHPerdata, yang berbunyi sebagai berikut:
“Si kuasa adalah berhak untuk menahan segala apa kepunyaan si pemberi kuasa yang berada di tangannya, sekian lamanya, hingga kepadanya telah dibayar lunas segala apa yang dapat dituntutnya sebagai akibat pemberian kuasa”.
Kewajiban Penerima Kuasa diatur dalam ketentuan Pasal 1800, Pasal 1801,Pasal 1802 dan Pasal 1803 KUHPerdata, yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1800 KUHPerdata;
“Si kuasa diwajibkan, selama ia belum dibebaskan, melaksanakan kuasanya, dan ia menanggung segala biaya, kerugian dan bunga yang sekiranya dapat timbul karena tidak dilaksanakannya kuasa itu. Begitu pula ia diwajibkan menyelesaikan urusan yang telah mulai dikerjakannya pada waktu si pemberi kuasa meninggal jika dengan tidak segera menyelesaikannya dapat timbul sesuatu kerugian”

Pasal 1801 KUHPerdata;
“Si kuasa tidak saja bertanggung jawab tentang perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, tetapi juga tentang kelalaian-kelalaian yang dilakukan dalam menjalankan kuasanya. Namun itu tanggung jawab tentang kelalaian-kelalaian bagi seorang yang dengan cuma-cuma menerima kuasa adalah tidak sebegitu berat seperti yang dapat diminta dari seorang yang untuk itu menerima upah”

Pasal 1802 KUHPerdata;
“Si kuasa diwajibkan memberikan laporan tentang apa yang telah diperbuatnya dan memberikan perhitungan kepada si pemberi kuasa tentang segala apa yang telah diterimanya berdasarkan kuasanya, sekalipun apa yang diterimanya itu tidak seharusnya dibayar kepada si Pemberi Kuasa”

Pasal 1803 KUHPerdata;
“Si kuasa bertanggung jawab untuk orang lain yang telah ditunjuk olehnya sebagai penggantinya dalam melaksanakan kuasanya:

  1. jika ia tidak diberikan kekuasaan untuk menunjuk orang lain sebagai penggantinya.
  2. jika kekuasaan itu telah diberikan kepadanya tanpa menyebutkan seorang tertentu, sedangkan orang yang dipilihnya itu ternyata orang yang tak cakap atau tak mampu. Si Pemberi kuasa senantiasa dianggap telah memberikan kekuasaan kepada si kuasa untuk menunjuk seorang lain sebagai penggantinya untuk pengurusan benda-benda yang terletak diluar wilayah Indonesia atau di lain pulau dari pada yang tempat tinggal si pemberi kuasa. Dalam segala hal, si pemberi kuasa dapat secara langsung menuntut orang yang ditunjuk oleh si kuasa sebagai penggantinya itu”.

Pasal 1804 KUHPerdata;
“Jika  didalam akta yang sama ditunjuk berbagai orang kuasa, maka terhadap mereka tidak diterbitkan  suatu perikatan tanggung-menanggung, selain sekedar  hal yang demikian itu ditentukan dengan tegas”

Pasal 1805 KUHPerdata;

“Si kuasa harus membayar bunga atau uang-uang pokok yang dipakainya guna keperluannya sendiri, terhitung mulai saat ia memakai uang-uang itu; dan mengenai uang-uang yang harus diserahkannya pada penutupan perhitungan, bunga itu dihitung mulai hari ia dinyatakan lalai”

Komparisi Pemberi Kuasa dan Penerima Kuasa
Komparisi merupakan hal yang wajib tertera dan tercantum dalam surat kuasa untuk menyebutkan indentitas antara Pemberi Kuasa dan Penerima Kuasa secara lengkap, jelas dan terang.

Pada prakteknya bentuk kuasa yang digunakan untuk perbuatan-perbuatan sehari-hari dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu:

  1. Kuasa dalam bentuk Akta Notariil.
    Suatu kuasa atau perjanjian yang dibuat dan dibacakan serta ditandatangani oleh Pemberi Kuasa dan Penerima kuasa di depan Notaris, Notaris hanyalah pembuat untuk lahirnya kuasa sedangkan isi dari kuasa hanya dikehendaki oleh Pemberi dan Penerima Kuasa sedangkan Notaris bertanggungjawab atas isi baik dari tanggal, tanda tangan Pemberi ataupun Penerima Kuasa serta kecakapan Pemberi dan/atau Penerima Kuasa. Kuasa dalam bentuk Akta Notariil dapat dijadikan pembuktian yang sempurna dan ada nilai kepastian hukum.
  2. Kuasa dalam bentuk di bawah tangan.
    Suatu kuasa atau perjanjian yang dibuat sendiri oleh Pemberi Kuasa atau Penerima Kuasa tanpa dilibatkan Notaris, kuasa dalam bentuk dibawah tangan dapat dijadikan bukti surat yang kurang sempurna dalam kepastian hukum.
  3. Kuasa dalam bentuk lisan
    kuasa atau perjanjian yang diberikan oleh Pemberi Kuasa secara disampaikan langsung kepada Penerima Kuasa untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum sesuai yang dikehendaki oleh Pemberi Kuasa.

Jenis-jenis kuasa dalam Hukum Perdata terdiri dari 4 (empat) jenis;

  1. Kuasa Umum
    Kuasa Umum adalah kuasa yang diberikan oleh Pemberi Kuasa kepada Penerima Kuasa untuk mewakili Pemberi Kuasa dalam mengurus hal-hal yang sifatnya umum  dan luas yang berkaitan dengan harta kekayaanya. Kuasa Umum dikenal dalam ketentuan Pasal 1796 KUH Perdata.
  2. Kuasa Khusus
    Kuasa Khusus adalah kuasa yang diberikan oleh Pemberi Kuasa kepada Penerima Kuasa untuk mewakili Pemberi Kuasa dalam mengurus sesuatu secara khusus, muatan materinya secara khusus dan perbuatan hukum secara khusus apa yang dikehendaki oleh Pemberi Kuasa. Kuasa khusus pada prakteknya digunakan pada Lembaga Peradilan, Kuasa Khusus dikenal dalam ketentuan Pasal 1975 KUH Perdata.
  3. Kuasa Istimewa
    Kuasa Istimewa adalah kuasa yang diberikan oleh Pemberi Kuasa kepada Penerima kuasa untuk mewakili Pemberi Kuasa untuk melakukan sesutau di Lembaga Peradilan. Kuasa istimewa hanya dapat diberikan dalam bentuk Akta Notariil dibuat oleh pejabat yang berwenang agar kuasa istimewa sah di hadapan hukum.
  4. Kuasa Perantara
    Kuasa Perantara adalah kuasa yang diberikan oleh Pihak Pertama kepada Pihak Kedua untuk mewakili Pihak Pertama sebagai agen perdagangan dalam melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga. Adapun indetitas pihak ketiga harus tertulis secara jelas dan terang.

Berakhirnya Pemberi kuasa
Didalam ketentuan Pasal 1813 KUH Perdata, telah merumuskan cara berakhinya Pemberian Kuasa, yaitu:
1.    Penarikan kuasanya di kuasa
2.    Pemberitahuan penghentian kuasanya oleh si kuasa
3.    Meninggalnya, pengampuan atau pailit di pemberi ataupun penerima kuasa
4.    Kawinya si perempuan yang memberikan atau menerima kuasa
 
Demikian penjelasan tantang Surat Kuasa. Semoga bermanfaat

Konsultasi Hukum,
Pemateri bidang Hukum,
Hub: Ainul Yaqin & Partners
(WA) 081215888588

logoblog

PENGERTIAN PERJANJIAN PENGIKAT JUAL BELI (PPJB)


Apa itu Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)

Perjanjian Pengikat Jual Beli (PPJB) dalam praktek berkembang dalam perbuatan hukum yang digunakan oleh perusahaan ataupun orang dalam melakukan perjanjian dengan objek tanah dan bangunan dikarenakan belum dapat dialikan hak miliknya, perjanjian tersebut menjadi undang-undang bagi para pihaknya, faktor- faktor penerapan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dikarenakan, bangunanya belum selesai dibangun, pembayaran secara bertahab, peningkatan status tanah dari girik ke sertipikat hak milik, sertipikat hak atas tanah sedang dalam proses penerbitan di badan pertanahan, sedang pemecahan sertipikat indduknya dibadan pertanahan dan pemisahan sertipikat dari sertipikat induknya di badan pertanahan.

Perjanjian Pengikat Jual Beli (PPJB) merupakan Perjanjian tidak bernama (innominat) artinya nama dari perjanjian Pengikat Jual Beli (PPJB) tidak ada dalam perundang-undangan dan tidak dirumuskan oleh kehendak pembentuk Undang-Undang di dalam KUH Perdata ketentuan Perjanjian Pengikat Jual Beli (PPJB) tunduk pada ketentuan Hukum Perikatan tepatnya pada buku III KUH Perdata, Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) merupakan jenis perjanjian obligatoir yaitu Perjanjian antara Pihak Penjual (Pihak Pertama) dan Pihak Pembeli (Pihak Kedua) yang saling sepakat untuk mengikatkan dirinya untuk melakukan perjanjian dimana pihak pembeli melakukan pembayaran dan pihak penjual menyerahkan barang yang pada dasarnya belum mengakibatkan peralihan yang sah atas hak milik atas suatu benda (tanah dan bangunan) dari Pihak Penjual dan Pihak Pembeli namun secara hak keperdataan milik Pihak Pembeli dan mempunyai kekuatan hukum  didasarkan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut;

“Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat”:

  1.  Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; “kesepakatan dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) merupakan kehendak Pihak Penjual (Pihak Pertama) dan Pihak Pembeli (Pihak Kedua) apa yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan”.
  2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; “Pihak Penjual (Pihak Pertama) atau Pihak Pembeli (Pihak Kedua) harus cakap dalam melakukan perbuatan hukum, orang yang cakap dalam hukum adalah orang dewasa yang berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah menikah, sedangkan yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum diatur dalam ketentuan Pasal 1330 KUH Perdata yaitu: anak dibawah umur (agar perbuatannya sah secara hukum diperlukan perwalian), dibawah pengampuan, dan perempuan yang terikat dengan perkawinan”
  3. Suatu hal tertentu; “Dalam perjanjian harus mencantumkan secara jelas tentang benda (zaak) yang dijadikan objek  dalam perjanjian baik benda tetap (tanah dan bangunan) atau benda bergerak (mobil atau motor).
  4. Suatu sebab yang halal”; “benda tetap ataupun benda bergerak yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan Perundang-undangan contonya tanah dan bangunan sedang dijaminkan di Lembaga pembiayaan”

Komparisi dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)
Komparisi dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) memuat tentang identitas dari subjek hukum yang akan membuat kesepakatan secara jelas dan terang, komparisi dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) terdiri dari;

  1. Pihak Penjual/ Pihak Pertama.
    Contohnya “Nama A, tempat/Tgl Lahir Jakarta Timur 1 Januari 1995, Jenis kelamin laki-laki, agama--, Pekerjaan karyawan swasta, alamat di jalan Raya Bekasi, Rukun Tetangga 010, Kukun warga 001, kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung. Jakarta Timur. Selanjutnya disebut Pihak Penjual dan atau Pihak Pertama”
  2. Pihak Pembeli/Pihak Kedua.
    Contohnya: “Nama B, tempat/Tgl Lahir Jakarta Timur 25 Juli 1985, Jenis kelamin laki-laki,  agama--, Pekerjaan pedagang, alamat di jalan Raya Bekasi, Rukun Tetangga 010, Kukun warga 001, kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung. Jakarta Timur. Selanjutnya disebut Pihak Pembeli dan atau Pihak Kedua”

Objek dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)
Salah satu sahnya Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) harus mencantukan tentang objek kebendaan yang akan diperjanjikan untuk diperjual belikan oleh Pihak Penjual (Pihak Pertama) dengan Pihak Pembeli (Pihak Kedua) baik benda tetap (tanah dan bangunan) ataupun benda bergerak (mobil atau motor)

Substansi dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)

Substansi pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) memuat tentang kehendak Pihak Penjual (Pihak Pertama) untuk menyerahkan benda (tetap atau bergerak) yang dijadikan objek jual beli serta menerima uang pembayaran dari Pihak Pembeli (Pihak Kedua) dan kehendak Pihak Pembeli (Pihak Pembeli) untuk membeli benda (tetap atau bergerak) yang dijadikan objek Jual Beli serta menerimanya dan berkewajiban membayar kepada Pihak Penjual (Pihak Pertama).

Syarat-Syarat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)

Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) harus memuat Syarat-syarat yang sudah dilakukan oleh Pihak Penjual (Pihak Pertama) dan Pihak Pembeli (Pihak Kedua) serta syarat-syarat yang akan dilakukan kedepanya oleh Pihak Penjual (Pihak Pertama) dan Pihak Pembeli (Pihak Kedua).

Penutup dalam Perjanjian Pengikat Jual Beli (PPJB)

Agar Perjanjian mengikat Para Pihak dan sah secara hukum serta tidak diingkari oleh salah satu pihak maka wajib dibacakan terlebih dahulu dan ditandatangani (cab jempol) dari Pihak Penjual (Pihak Pertama), Pihak Pembeli (Pihak kedua) dan saksi-saksi.

Stuktur dalam Perjanjian Pengikat Jual Beli

Stuktur dalam menyusun Perjanjian Pengikat Jual beli meliputi:

  1. Judul dan Nomor
  2.  Komparisi
  3. Subtansi
  4. Syarat-syarat
  5. Penutup

Demikian semoga bermanfaat  dan berguna.

Untuk lebih lanjutnya dapat dikonsultasikan ke
Law office Ainul Yaqin & Partner’s
WA: 081215888588




logoblog

Klinik Hukum: Ilmu Hukum

 

Klinik Hukum: Ilmu Hukum (1)

Ilmu Hukum

Ilmu hukum adalah suatu ilmu pengetahuan yang mencangkup dan membicarakan tentang peraturan yang mengatur tingkah laku sehari-hari manusia atau badan hukum, fungis dari hukum untuk menertibkan dan mengatur hubungan antar manusia atau badan hukum serta mengatur tata cara menyelesaikan permasalahan yang timbul dan sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial, ciri-ciri dari hukum adanya suatu perintah dan larangan, sifat dari hukum adanya paksaan, Tujuan hukum untuk melindungi kepentingan hak-hak orang ataupun badan hukum agar tidak digangu.
Aristoteles adalah seorang filsuf terkenal asal Yunani, ia mendefinisikan hukum menjadi dua yaitu tertentu dan hukum universal. Dilansir dari Law Explorer, hukum tertentu adalah aturan yang menetapkan atau melarang berbagai jenis tindakan. Sedangkan hukum universal adalah hukum alam yang memiliki keteraturan dan pengarahan internalnya sendiri.
Menurut Satjipto Rahardjo Ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menelaah hukum. Ilmu hukum mencakup dan membicarakan segala hal yang berhubungan dengan hukum. Ilmu hukum objeknya hukum itu sendiri.
Walaupun pengertian ataupun  defenisi hukum itu tidak bisa diberikan secara lengkap, namun beberapa ahli hukum memberikan pandangan tentang  pengertian dari hukum itu sendiri antara lain yakni:
  1. Utrecht memberikan batasan hukum sebagai berikut: “hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu”. 
  2. S.M. Amin merumuskan  hukum sebagai berikut: “kumpulan-kumpulan peratura  yang terdiri dari dari norma dan sanksi-sanksi itu disebut hukum dan  tujuan hukum itu adalah mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara”.  
  3. J.C.T Simorangkir dan W. Sastropranoto mendefinisikan hukum sebagai berikut: “hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu”.
Subjek hukum terdiri dari manusia dan Badan Hukum, subjek hukum adalah siapa yang berhak dan berwenang untuk melakukan suatu perbuatan hukum baik di luar dan didalam pengadilan dan siapa yang mempunyai hak dan cakap untuk bertindak dalam hukum;
Obyek hukum terdiri dari Benda (tetap, bergerak, berwujud dan tidak berwujud), obyek hukum yaitu segala sesuatu yang dipergunakan oleh Subyek Hukum (manusia atau badan hukum) yang dijadikan pokok permasalahan dan kepentingan.

Beberapa beberapa  unsur hukum menurut C.S.T Kansil yaitu:
  • peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat 
  • peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib 
  • peraturan itu bersifat memaksa 
  • sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas
Untuk dapat mengenal hukum itu kita harus dapat mengenal ciri-ciri hukum yaitu:
  • adanya perintah dan/atau larangan 
  • perintah dan/atau larangan itu harus patut ditaati setiap orang. Setiap orang wajib bertindak sedemikian rupa dalam masyarakat, sehingga tata tertib dalam masyarakat itu tetap terpelihara dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itulah hukum meliputi pelbagai peraturan yang menentukkan  dan mengatur perhubungan orang yang satu dengan yang lain, yakni peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dinamakan kaedah hukum. Barangsiapa yang dengan sengaja melanggar sesuatu kaedah hukum akan dikenakan sanksi
Tujuan hukum menurut teori etis semata-mata adalah untuk keadilan. Geny sebagaimana dikutip oleh Mertokusumo (1996) menyatakan tujuan hukum adalah semata-mata menghendaki keadilan. Sementara tujuan hukum menurut teori utilitis yakni menjamin kebahagiaan manusia dalam jumlah yang sebesar-besarnya. Tujuan hukum menurut teori ini yakni manfaat dalam menghasilkan kesenangan atau kebahagiaan yang terbesar bagi jumlah orang yang terbanyak.
 
Menurut Soedjono Dirdjosisworo (1994) fungsi dan peranan hukum adalah penertiban, pengaturan dan penyelesaian pertikaian. Secara garis besar fungsi hukum dibagi dalam tahap-tahap sebagai berikut:
  • Sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat 
  • Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir bathin 
  • Sebagai sarana penggerak pembangunan 
  • Sebagai fungsi kritis, yaitu daya kerja hukum untuk melakukan pengawasan, baik   kepada aparatur pengawas, aparatur pelaksana (petugas) dan aparatur penegak hukum itu sendiri.

logoblog

Klinik Hukum: Pengertian Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)

 


Pengertian Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)
Oleh: Dr (c) Ainul Yaqin, M.H


Perjanjian Pengikat Jual Beli (PPJB) merupakan Perjanjian tidak bernama (innominat) artinya nama perjanjian Pengikat Jual Beli tidak dikenal dan tidak dirumuskan oleh kehendak pembentuk Undang-Undang di dalam KUH Perdata, namun PPJB dalam praktek yang berkembang dimasyarakat untuk digunakan dalam objek tanah. Faktor- faktor penerapan PPJB dikarenakan, objek belum dapat dialihkan (sedang pembangunan), pembayaran bertahab, peningkatan status tanah dari girik ke sertipikat hak milik, pemecahan sertipikat dan pemisahan sertipikat dari sertipikat induknya.

Secara umum PPJB adalah kesepakatan menjual properti kepada pembeli, beserta uang muka, penjelasan rentang harga, waktu pelunasan, dan kapan melakukan AJB. Kesepakan ini merupakan pengikatan sementara yang dilakukan oleh penjual dan pembeli, ketika melakukan perjanjian di Pejabat Pembuat Akta Tanah atau PPAT.

Syarat sahnya perjanjian tidak boleh bertentangan dengan  pasal 1320 KUH Perdata, dengan terpenuhinya semua syarat meliputi syarat subyektif yaitu adanya kata sepakat dan kecakapan para pihak serta syarat obyektif yaitu adanya hal tertentu serta causa yang halal maka kedudukan PPJB menjadi sah serta mengikat namun apabila syarat subyektif tidak terpenuhi maka PPJB tersebut dapat dibatalkan dan apabila syarat obyektifnya yang tidak terpenuhi maka PPJB tersebut batal demi hukum. Perlindungan hukum bagi pembeli dengan Perikatan Jual Beli Lunas dalam hal terjadi sengketa dapat diminimalisir dengan dibuatnya Kuasa Menjual yang dibuat secara Notariil di hadapan Pejabat yang berwenang.

Dalam Transaksi Jual Beli Tanah, Rumah, Ruko, Apartemen, Gudang dan Properti lainnya kita sering mendengar empat istilah berikut, yaitu PPJB, PJB, IJB dan AJB.
PPJB = Perjanjian Pengikatan Jual Beli
PJB = Pengikatan Jual Beli
IJB = Ikatan Jual Beli
AJB = Akta Jual Beli

Keempat istilah itu merupakan sama-sama perjanjian, tapi memiliki akibat Hukum yang berbeda. Perbedaan utama keempat istilah tersebut adalah Sifat Otentikasinya. Secara umum PPJB, PJB dan IJB mempunyai pengertian yang hampir sama, yaitu dibuat untuk melakukan pengikatan sementara antara penjual dan pembeli yang bersifat dibawah tangan (Akta Non Otentik) atau dibuat dihadapan Notaris (Akta Otentik). PPJB, PJB dan IJB adalah perjanjian yang dibuat antara penjual dan pembeli dimana transaksi jual beli belum dapat dilakukan karena adanya unsur yang belum terpenuhi. Apabila unsur tersebut telah terpenuhi, maka pembeli dan penjual dapat melakukan transaksi jual beli. Lalu, apa yang menyebabkan tidak dapat dilakukannya transaksi jual beli dikarenakan pembayaran yang belum lunas, belum mampu untuk membayar pajak, sertifikat yang masih dalam proses pemecahan, atau kondisi yang lain.

Bila dilihat dari pembayaran harganya, ada 2 cara untuk membeli tanah: Pertama, pembelian secara tunai atau cash. Ketika jual beli tanah dilakukan secara tunai, maka transaksi hukum perbuatan jual-beli tersebut seketika selesai begitu Akta Jual Beli (AJB) ditandatangani. Selanjutnya, hanya berupa proses kegiatan administrasi pendaftaran haknya saja, yaitu balik nama (BN). Ketika Akta Jual Beli diresmikan oleh PPAT setempat, maka kepemilikan hak atas tanah seketika beralih dari pihak penjual kepada pihak pembeli. Di sini, sertipikat tanah langsung diserahkan kepada pembeli untuk kemudian diproses baliknama. Kedua, pembelian dengan cara mencicil atau bertahap.



 


google.com, pub-3396667136974752, DIRECT, f08c47fec0942fa0
logoblog

JASA PENERJEMAH MURAH, Bahasa Inggris-Indo dan sebaliknya

 

 


Jasa penerjemahan
Bahasa Indo-Inggris dan sebaliknya mulai 20.000/lembar

Jasa penerjemahan Bahasa Indo-Inggris dan sebaliknya,
Dikerjakan Tim yg Profesional

Daftar Harga perhalaman terjemah,

  1. Tugas sekolah dan kuliah 20.000/hlm
  2. Artikel, Abstrak, Jurnal Ilmiah, Skripsi: 30.000/hlm
  3. Disertasi dan Laporan Penelitian: 35.000/hlm
  4. Novel: 40.000/hlm

Pengerjaan sesuai jumlah halaman dibawah 50 hlm 3-5 hari (ingin cepat nego harga percepatan), Order lebih dari 200 halaman silahkan didiskusikan.

Terimakasih
Just WA: 085348126679


logoblog

PPPK: Bimbel Online PPPK, Diskon Hingga 71%


BIMBEL ONLINE PPPK: DISKON DENGAN KODE REFERRAL AYOPPPK "SUKSES99"

 


Halo teman-teman semuanya,
Bagi teman-teman yang mau belajar untuk daftar CPNS atau PPPK, persiapkan diri dengan belajar di AYOPPPK. dengan AyoPPPK sudah banyak yang lolos tes PPPK.

Bimbel Online Khusus PPPKdari AyoPPPK sedang Diskon Hingga 71%.
Yuk buruan sebelum diskon berubah.
Caranya klik link dibawah ini:
https://ayopppk.com/gabung?ref=SUKSES99


INFORMASI:

Ayo PPPK memiliki program kursus mandiri dan Bimbel Online khusus CPNS dan PPPK,
Namun di tulisan ini akan dibahas lebih lanjut tentang PPPK:

jenis paket Bimbel PPPK

Paket Belajar PPPK ada 2: Paket Mandiri dan Paket Bimbel

1. Paket Mandiri diantaranya adalah:




2. Paket BIMBEL diantaranya adalah:  


CARA Lengkapnya:

1. Masuk pada link berikut --- https://ayopppk.com/gabung?ref=SUKSES99

2. Registrasi dan lakukan pembayaran sesuai ketentuan- cara registrasi dan pembayaran bisa dilihat pada link berikut: https://arieslailiyah.blogspot.com/2021/07/soal-soal-pppk-2021-di-ayopppk.html

3. Pilih paket yang teman-teman butuhkan
4. Tunggu konfirmasi dan selamat belajar semoga lolos


Link Terkait untuk Masuk Paket Belajar Mandiri dan Bimbel dari Ayo PPPK dan AYoCPNS adalah:
 



 

Banyak teman sukses PPPK dan CPNS dari belajar menggunakan AYoCPNS dan AYoPPPK, baik dari Dosen, Guru dan Kementerian. Selamat belajar, semga apa yang diinginkan dikabulkan sang Maha Kuasa dan bisa menjadi manusia yang bermanfaat bagi semua makhluk.

Sehat2 selalu....

logoblog