APA ITU SURAT KUASA?

 




APA ITU SURAT KUASA?

Pada dasarnya orang ataupun badan hukum tidak dapat mengurus kepentinganya dikarenakan waktu, kesibukan, jarak antar wilayah atupun kehendak Undang-Undang (sertifikasi), sehingga orang ataupun badan hukum meminta orang lain yang memiliki sertifikasi dengan memberikan kuasa. Guna mewakili kepentinganya dapat dilakukan dengan baik, kuasa merupakan perjanjian bernama (nominaat) suatu perjanjian yang sudah diatur dan diberi nama oleh kehendak pembentuk Undang-Undang. ketentuan perjanjian tunduk pada ketentuan Hukum Perikatan tepatnya pada buku III KUH Perdata pada Bab V sampai dengan Bab XVIII, kuasa dikenal dalam Hukum Perdata diatur dalam Pasal 1792 sampai dengan Pasal 1796, kuasa merupakan perbuatan hukum sepihak dimana Penerima Kuasa hanya dipinta untuk melakukan suatu perbuatan-perbuatan dan memiliki tujuan sesuai apa yang diharapkan oleh Pemberi Kuasa. Ketika kuasa ditandatangani oleh Pemberi kuasa ataupun Penerima kuasa akan menimbulkan akibat hukum yaitu timbulnya hak dan kewajiban Pemberi ataupun Penerima kuasa;

Hak dan Kewajiban Pemberi Kuasa dan Penerima Kuasa
 
a.    Hak dan kewajiban Pemberi Kuasa
 Hak Pemberi Kuasa yaitu menerima jasa dari Penerima Kuasa sesuai apa yang dikehendaki oleh Pemberi Kuasa, menarik kuasa yang diberikan kepada Penerima Kuasa dan menerima laporan dari kegiatan yang dikehendaki oleh Pemberi Kuasa;
Kewajiban Pemberi kuasa diatur dalam ketentuan Pasal 1807, Pasal 1808, Pasal 1809 dan Pasal 1810 KUH Perdata, yang bunyinya sebagai berikut:

Pasal 1807 KUHPerdata;
“si pemberi kuasa diwajibkan memenuhi perikatan-perikatan yang diperbuat oleh kuasa menurut kekuasaan yang ia telah berikan kepadanya, ia tidak terikat pada apa yang telah diperbuat selebihnya dari pada itu, selain sekedar ia telah menyetujuinya secara tegas ataupun diam-diam”
 
Pasal 1808 KUHPerdata;
“Si Pemberi kuasa wajib mengembalikan kepada si kuasa persekot-persekot dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh orang  ini untuk melaksanakan kuasanya, begitu pula untuk membayar upahnya jika ini telah diperjanjikan. Jika si kuasa tidak melakukan sesuatu kelalaian, maka si pemberi kuasa tidak dapat meluputkan diri dari kewajiban mengembalikan persekot dan biaya-biaya serta membayar upah tersebut di atas, sekalipun urusanya tidak berhasil”

Pasal 1809 KUHPerdata;
“Begitu pula si pemberi kuasa harus memberikan ganti rugi kepada si kuasa tentang kerugian-kerugian yang dideritanya sewaktu menjalankan kuasanya, asal dalam hal itu si kuasa tidak telah  berbuat kurang hati-hati”

Pasal 1810 KUH Perdata;
“Si Pemberi kuasa harus membayar kepada si kuasa bunga atas persekot-persekot yang telah dikeluarkan oleh si kuasa, terhitung mulai hari dikeluarkannya persekot-persekot itu”

b.    Hak dan Kewajiban Penerima Kuasa
Hak Penerima Kuasa diatur dalam Pasal 1812 KUHPerdata, yang berbunyi sebagai berikut:
“Si kuasa adalah berhak untuk menahan segala apa kepunyaan si pemberi kuasa yang berada di tangannya, sekian lamanya, hingga kepadanya telah dibayar lunas segala apa yang dapat dituntutnya sebagai akibat pemberian kuasa”.
Kewajiban Penerima Kuasa diatur dalam ketentuan Pasal 1800, Pasal 1801,Pasal 1802 dan Pasal 1803 KUHPerdata, yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1800 KUHPerdata;
“Si kuasa diwajibkan, selama ia belum dibebaskan, melaksanakan kuasanya, dan ia menanggung segala biaya, kerugian dan bunga yang sekiranya dapat timbul karena tidak dilaksanakannya kuasa itu. Begitu pula ia diwajibkan menyelesaikan urusan yang telah mulai dikerjakannya pada waktu si pemberi kuasa meninggal jika dengan tidak segera menyelesaikannya dapat timbul sesuatu kerugian”

Pasal 1801 KUHPerdata;
“Si kuasa tidak saja bertanggung jawab tentang perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, tetapi juga tentang kelalaian-kelalaian yang dilakukan dalam menjalankan kuasanya. Namun itu tanggung jawab tentang kelalaian-kelalaian bagi seorang yang dengan cuma-cuma menerima kuasa adalah tidak sebegitu berat seperti yang dapat diminta dari seorang yang untuk itu menerima upah”

Pasal 1802 KUHPerdata;
“Si kuasa diwajibkan memberikan laporan tentang apa yang telah diperbuatnya dan memberikan perhitungan kepada si pemberi kuasa tentang segala apa yang telah diterimanya berdasarkan kuasanya, sekalipun apa yang diterimanya itu tidak seharusnya dibayar kepada si Pemberi Kuasa”

Pasal 1803 KUHPerdata;
“Si kuasa bertanggung jawab untuk orang lain yang telah ditunjuk olehnya sebagai penggantinya dalam melaksanakan kuasanya:

  1. jika ia tidak diberikan kekuasaan untuk menunjuk orang lain sebagai penggantinya.
  2. jika kekuasaan itu telah diberikan kepadanya tanpa menyebutkan seorang tertentu, sedangkan orang yang dipilihnya itu ternyata orang yang tak cakap atau tak mampu. Si Pemberi kuasa senantiasa dianggap telah memberikan kekuasaan kepada si kuasa untuk menunjuk seorang lain sebagai penggantinya untuk pengurusan benda-benda yang terletak diluar wilayah Indonesia atau di lain pulau dari pada yang tempat tinggal si pemberi kuasa. Dalam segala hal, si pemberi kuasa dapat secara langsung menuntut orang yang ditunjuk oleh si kuasa sebagai penggantinya itu”.

Pasal 1804 KUHPerdata;
“Jika  didalam akta yang sama ditunjuk berbagai orang kuasa, maka terhadap mereka tidak diterbitkan  suatu perikatan tanggung-menanggung, selain sekedar  hal yang demikian itu ditentukan dengan tegas”

Pasal 1805 KUHPerdata;

“Si kuasa harus membayar bunga atau uang-uang pokok yang dipakainya guna keperluannya sendiri, terhitung mulai saat ia memakai uang-uang itu; dan mengenai uang-uang yang harus diserahkannya pada penutupan perhitungan, bunga itu dihitung mulai hari ia dinyatakan lalai”

Komparisi Pemberi Kuasa dan Penerima Kuasa
Komparisi merupakan hal yang wajib tertera dan tercantum dalam surat kuasa untuk menyebutkan indentitas antara Pemberi Kuasa dan Penerima Kuasa secara lengkap, jelas dan terang.

Pada prakteknya bentuk kuasa yang digunakan untuk perbuatan-perbuatan sehari-hari dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu:

  1. Kuasa dalam bentuk Akta Notariil.
    Suatu kuasa atau perjanjian yang dibuat dan dibacakan serta ditandatangani oleh Pemberi Kuasa dan Penerima kuasa di depan Notaris, Notaris hanyalah pembuat untuk lahirnya kuasa sedangkan isi dari kuasa hanya dikehendaki oleh Pemberi dan Penerima Kuasa sedangkan Notaris bertanggungjawab atas isi baik dari tanggal, tanda tangan Pemberi ataupun Penerima Kuasa serta kecakapan Pemberi dan/atau Penerima Kuasa. Kuasa dalam bentuk Akta Notariil dapat dijadikan pembuktian yang sempurna dan ada nilai kepastian hukum.
  2. Kuasa dalam bentuk di bawah tangan.
    Suatu kuasa atau perjanjian yang dibuat sendiri oleh Pemberi Kuasa atau Penerima Kuasa tanpa dilibatkan Notaris, kuasa dalam bentuk dibawah tangan dapat dijadikan bukti surat yang kurang sempurna dalam kepastian hukum.
  3. Kuasa dalam bentuk lisan
    kuasa atau perjanjian yang diberikan oleh Pemberi Kuasa secara disampaikan langsung kepada Penerima Kuasa untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum sesuai yang dikehendaki oleh Pemberi Kuasa.

Jenis-jenis kuasa dalam Hukum Perdata terdiri dari 4 (empat) jenis;

  1. Kuasa Umum
    Kuasa Umum adalah kuasa yang diberikan oleh Pemberi Kuasa kepada Penerima Kuasa untuk mewakili Pemberi Kuasa dalam mengurus hal-hal yang sifatnya umum  dan luas yang berkaitan dengan harta kekayaanya. Kuasa Umum dikenal dalam ketentuan Pasal 1796 KUH Perdata.
  2. Kuasa Khusus
    Kuasa Khusus adalah kuasa yang diberikan oleh Pemberi Kuasa kepada Penerima Kuasa untuk mewakili Pemberi Kuasa dalam mengurus sesuatu secara khusus, muatan materinya secara khusus dan perbuatan hukum secara khusus apa yang dikehendaki oleh Pemberi Kuasa. Kuasa khusus pada prakteknya digunakan pada Lembaga Peradilan, Kuasa Khusus dikenal dalam ketentuan Pasal 1975 KUH Perdata.
  3. Kuasa Istimewa
    Kuasa Istimewa adalah kuasa yang diberikan oleh Pemberi Kuasa kepada Penerima kuasa untuk mewakili Pemberi Kuasa untuk melakukan sesutau di Lembaga Peradilan. Kuasa istimewa hanya dapat diberikan dalam bentuk Akta Notariil dibuat oleh pejabat yang berwenang agar kuasa istimewa sah di hadapan hukum.
  4. Kuasa Perantara
    Kuasa Perantara adalah kuasa yang diberikan oleh Pihak Pertama kepada Pihak Kedua untuk mewakili Pihak Pertama sebagai agen perdagangan dalam melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga. Adapun indetitas pihak ketiga harus tertulis secara jelas dan terang.

Berakhirnya Pemberi kuasa
Didalam ketentuan Pasal 1813 KUH Perdata, telah merumuskan cara berakhinya Pemberian Kuasa, yaitu:
1.    Penarikan kuasanya di kuasa
2.    Pemberitahuan penghentian kuasanya oleh si kuasa
3.    Meninggalnya, pengampuan atau pailit di pemberi ataupun penerima kuasa
4.    Kawinya si perempuan yang memberikan atau menerima kuasa
 
Demikian penjelasan tantang Surat Kuasa. Semoga bermanfaat

Konsultasi Hukum,
Pemateri bidang Hukum,
Hub: Ainul Yaqin & Partners
(WA) 081215888588

logoblog
Previous
« Prev Post