Karakteristik Pendidikan yang bercorak Islam di Indonesia I

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA-PART 1



  • Abad 4: masuknya agama Hindu ke Indonesia diperkirakan terjadi sekitar awal abad ke-4 dan diketahui berasal dari India. Hal itu ditandai dengan berdirinya kerajaraan Kutai dan Tarumanegara yang bercorak Hindu
  • Abad 5: Agama Buddha pertama kali masuk ke Nusantara (sekarang Indonesia) sekitar pada abad ke-5 Masehi jika dilihat dari penginggalan prasasti-prasasti yang ada
  • Abad 7: Islam dipercaya tiba di Indonesia langsung dari Timur Tengah melalui jasa para pedagang Arab muslim sekitar abad ke-7 M ada juga pendapat abad 13 Islam tiba di Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke nusantara sekitar abad ke-13 M. 

Dengan rentang waktu diatas, sebelum Islam masuk ke Indonesia sudah ada Hindu dan Budha bahkan sebelum keduanya masyarakat Nusantara sudah meyakini kepercayaan KAPITAYAN (animisme dan dinamisme), dalam perjalanan agama-agama yang masuk ke Indonesia berhubungan dengan sistem pendidikan. Tulisan ini akan melanjutkan sejarah pendidikan pada fase Islam sudah masuk ke Indonesia dan mengambil pendidikan Islam yang bercorak Islam tradisional.

Pendidikan Islam di Indonesia telah muncul dan berkembang dalam berbagai bentuk lembaga yang bervariasi, seperti pesantren, madrasah, surau, dan meunasah. Dalam perkembangannya, pendidikan Islam di Indonesia antara lain ditandai oleh munculnya berbagai lembaga Pendidikan secara bertahap, mulai dari yang amat sederhana, sampai dengan tahap-tahap yang sudah terhitung modern dan lengkap.


Masjid


Pesantren


Madrasah


PTKI


Pada awal perkembangan Islam di Indonesia, masjid merupakan satu-satunya pusat berbagai kegiatan. Baik kegiatan keagamaan, sosial kemasyarakatan, maupun kegiatan pendidikan. Bahkan kegiatan pendidikan yang berlangsung di masjid masih bersifat sederhana kala itu sangat dirasakan oleh masyarakat muslim. Maka tidak mengherankan apabila masyarakat dimasa itu menaruh harapan besar kepada masjid sebagai tempat yang bisa membangun masyarakat muslim yang lebih baik. Awal mulanya masjid mampu menampung kegiatan pendidikan yang diperlukan masyarakat. Namun karena terbatasnya tempat dan ruang, mulai dirasakan tidak dapat menampung masyarakat yang ingin belajar.

 

Masjid

Sejarah penyebaran Islam sangat erat kaitannya dengan perkembangan masjid, karena setiap kali Islam masuk ke berbagai negeri pastilah membangun masjid sebagai salah satu sarana dakwah dan berbagai kepentingan lainnya. 

Masjid adalah tempat  shalat  umat  Islam,  tidak  disebut marka (tempat ruku’) atau  kata  lain  semisal  dengannya  yang  menjadi  rukun  shalat.  Kata  masjid  disebut duapuluh  delapan  kali  di  dalam  al-Quran.  Secara  harfiah,  masjid  berasal  dari  Bahasa Arab  yaitu sajada,  yasjudu,  sujudan.  Dalam Kamus  al-Munawwir(1997:  610),  berarti membungkuk  dengankhidmat.  Dari  akar  kata  tersebut,  terbentuklah  kata  masjid  yang merupakan  kata  benda  yang  menunjukkan  arti  tempat  sujud  (isim  makandari fi‘il sajada).  Sujud  adalah  rukun  shalat,  sebagai  bentuk  ikhtiar  hamba  dalam  mendekatkan diri  pada  Allah  SWT.  Maka isim  makan,  kata  benda  yang  menunjukkan  tempat  untuk shalat  pun  diambil  dari  kata  sujud,  yang  kemudian  menjadi  masjid.  Sujud  juga  dapat diartikan sebagai perbuatan meletakkan kening ke tanah, secara maknawi  mengandung arti menyembah. Sedangkan sajadah berasal dari kata sajjadatun yang mengandung arti tempat yang dipergunakan untuk sujud, mengkerucut maknanya menjadi selembar kain atau karpet  yang dibuat khusus untuk shalat orang per orang. Karena itu, karpet masjid yang lebar, meski fungsinya sama tetapi tidakdisebut sajadah.

Sidi  Gazalba  (1994:  118-119)  berpendapat,  sujud  adalah  pengakuan  ibadah, yaitu pernyataan pengabdian lahir yang dalam sekali. Setelah iman dimiliki jiwa, maka lidah mengucapkan ikrar keyakinan sebagai pernyataan dari milik ruhaniah itu. Setelah lidah  menyatakan  kata  keyakinan,  jasmani  menyatakan  gerak  keyakinan  dengan  sujud (dalam  shalat).  Sujud  memberikan  makna  bahwa  apa  yang  diucapkan  oleh  lidah bukanlah kata-kata kosong belaka. Kesaksian atau pengakuan lidah diakui oleh seluruh jasmani manusia  dalam  bentuk  gerak  lahir,  menyambung  gerak  batin  yang  mengakui dan  meyakini  iman.  Hanya  kepada  tuhanlah  satu-satunya  muslim  sujud,  dan  tidak kepada yang lain, tidak kepada satupun dalam alam ini.
Pada zaman Rasulullah, masjid didirikan tidak hanya urusan vertical kepada Allah namun juga horizontal yang mencakup banyak aspek. Sehingga peran masjid diantaranya:

  • Tempat ibadah (shalat, dzikir) 
  • Tempat konsultasi dan komunikasi (masalah ekonomi, sosial, dan budaya)
  • Tempat pendidikan  
  • Tempat menyambut tamu, rombongan, atau utusan (Aula dan tempat menerima tamu kenegaraan 
  • Tempat melangsungkan pernikahan
  •  Tempat layanan medis atau kesehatan, seperti Tempat pengobatan para korban peran
  •  Tempat layanan medis atau kesehatan
  •  Tempat santunan sosial
  •  Tempat latihan militer dan persiapan perang
  •  Tempat pengadilan dan pendamaian sengketa
  •  Tempat menahan tawanan
  •  Dan pusat penerangan, informasi dan pembelaan agama

 

Masjid pada masa Rasulullah Saw berperan sedemikian luas, disebabkan antara lain:

  • Masyarakat pada masa Rasulullah Saw, masih sangat berpegang teguh kepada nilai, norma, dan jiwa agama
  •  Kemampuan Rasulullah Saw. menghubungkan kondisi sosial dan keperluan masyarakat dengan kegiatan masjid
  •  Manivestasi pemerintahan terlaksana di dalam masjid, baik pada pribadi Rasulullah Saw. sebagai pemimpin pemerintahan yang menjadi imam/khatib maupun di dalam ruangan-ruangan masjid yang dijadikan tempat kegiatan syurapemerintahan
  •  Masjid berfungsi sebagai pembinaan umat, memiliki sarana yang tepat manfaat, menarik dan menyenangkan semua umat, baik dewasa, kanak-kanak, tua, muda, pria, wanita, yang terpelajar maupun tidak, sehat atau sakit, serta kaya dan miskin


Kemudian pada masa dinasti Umayyah Pendidikan kembali lagi di masjid, ada tahun 653 M di kota Madinah, dan pada tahun 744 M sekolah di masjidpun mulai muncul di Damaskus. Ketika Bani Umayyah menaklukkan Cordoba ibu kota khilafah di Spanyol, Cordoba menjelma menjadipusat ilmu pengetahuan yang terkenal di seluruh benua Eropa, di mana perguruan-perguruan tinggi yang dibangun berbasis pada masjid, sebut saja salah satunya masjid jami’ Cordoba yang indah. Kemudian Universitas al-Azhar Kairo di Mesir juga bermula dari pembelajaran yang dilakukan di sebuah masjid yang bernama al-Azhar pada tahun 975H, ketika itu ketua Mahkamah Agung Abul Hasan Ali bin al-Nu'man mulai mengajar dari buku "Al-Ikhtisar" an juga berbagai ilmu agama Islam lainnya, hingga berkembang menjadi sebuah Universitas tertuakedua di Dunia.

Menjadikan masjid sebagai sentra utama seluruh aktivitas keumatan, yaitu sentra pendidikan, politik, ekonomi, sosial dan budaya, dipertahankan hingga era Khulafa al-Rasyidin dan khalifah-khalifah setelahnya. Pada masa-masa awal penyiaran Islam di negeri ini, masjid sesungguhnya mempunyai potensi untuk menjadi sentra utama seluruh aktivitas keumatan, khususnya pendidikan dan pengajaran. Bahkan dapat dikatakan, erat kaitannya peradaban Islam di Indonesia pada masa ini dengan keberadaan masjid. Hal ini dapat dilihat pada beberapa daerah, yang mana masjid sering dijumpai di pusat-pusat kota, mendampingi bangunan pusat pemerintahan (kerajaan/kesultanan), menghadap lapangan luas atau alun-alun. Mudahnya seseorang memeluk agama Islam, menjadi sebab Islam mudah tersebar di seluruh penjuru negeri.

Banyak orang tua yang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang agama Islam, namun mempunyai kesadaran akan pentingnya ilmu agama, menyuruh anak-anak mereka pergi ke masjid, untuk mendalami ilmu agama pada seorang guru ngaji atau guru agama Islam. Di samping masjid, di Indonesia memang mengenal surau atau langgar. Tidak ada perbedaan fungsi dan peran surau atau langgar dengan masjid, dan yang berbeda hanyalah ukuran bangunan. Surau atau langgar bentuknya lebih kecil dari masjid. Di Minangkabau, surau atau langgar, mengambil tempat penting dalam struktur sosial-keagamaan umat Islam. Karena itu surau (yang), menjadi penting perannya bagi umat Islam di Minangkabau. Fungsi surau selain sebagai tempat menampung anak-anak yang ingin mendalami ilmu agama pada guru ngaji atau guru agama Islam, surau juga berfungsi sebagai tempat musyawarah dan tempat untuk memperingati peringatan hari besar Islam. 

Surau di Indonesia, dirintis oleh Syaikh Burhanuddin (1066-1111H/1646-1691 M) di Ulakan Pariaman. Di surau inilah Syaikh Burhanuddin melakukan pengajaran agama Islam, mendidik beberapa ulama yang siap menjadi kader dalam dakwah Islam di Minangkabau. Di antara murid Syaikh Burhanuddin yang terkenal adalah Tuanku Mansiang Nan Tuo, mendirikan suraudi kampungnya, Paninjuan. Setelah kerajaan Islam porak-poranda dan ditaklukkan oleh Belanda, nuansa pendidikan atau pengajaran agama Islam di surau di Minangkabau makin memudar. Meski demikian, di Minangkabau, masjid tetap tegak berdiri, walaupun pemerintah Belanda kala itu telah membangun sekolah-sekolah sebagai saingan dari surau-surau yang ada. Masjid dan surau sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran umat Islam, dalam sejarahnya juga dapat dijumpai pada masa-masa awal perkembangan agama Islam di Kalimantan Barat, khususnya di Pontianak.

Pasca kemerdekaan, masjid masih dimanfaatkan sebagai tempat ibadah shalat, belajar membaca al-Quran bagi anak-anak dan tempat untuk menyelenggarakan peringatan hari besar Islam. Selain itu masjid juga dimanfaatkan untuk pembinaan generasi muda Islam dan diskusi keagamaan umat Islam. Seiring dengan perkembangan zaman dan derasnya pengaruh sekularisasi dan pandangan hidup materialisme, pada saat sekarang peran masjid dalam kehidupan umat Islam makin menyempit, dan bahkan terpinggirkan. Derasnya gelombang sekularisasi yang menjadi penyebab terjadinya pergeseran pandangan umat Islam terhadap agama yang dianut, di antaranya dengan menjadikan agama dan lembaga-lembaga agama sekedar pelengkap hidup.
Fenomena sekularisasi di Barat ini mesti kita perhatikan, karena fenomena yang demikian ini belakangan juga dapat kita jumpai pada umat Islam di negeri ini. Saat ini banyak di antara umat Islam yang melihat masjid sebagai tempat ibadah atau shalat saja. Bahkan kita dapat lihat, yang ikut shalat berjamaah pada waktu-waktu shalat lima waktu jumlahnya tidak begitu banyak, kecuali shalat Jumat. Adapun yang juga santer kita lihat, masjid sekedar tempat istirat melepas lelah usai bekerja. Selebihnya, masjid sepi pengunjung.

Masjid Tertua dan bersejarah di Indonesia

Aceh, dibangun 1603 oleh Raja Gowa XIV, I Mangarangi Manrabbia (Sultan Alauddin)

 

KALSEL, dibangun 1526 oleh Raja Banjar pertama

Sumatra Barat, berdiri sejak 1567

JAwa Timur, didirikan tahun 1421 oleh Raden Achmad Rachmatulloh atau yang lebih dikenal sebagai Sunan Ampe

Sulawesi Selatan, dibangun tahun 1603 oleh Raja Gowa XIV, I Mangarangi Manrabbia (Sultan Alauddin)

Aceh, dibangun abad 16 M oleh Sultan Iskandar

Jawa Tengah, dibangun tahun 1549 oleh Sunan Kudus

PESANTREN


Setelah masjid, Pendidikan berpindah ke pondok pesantren. Istilah pesantren berasal dari kata pe-santri-an, di mana kata "santri" (Jw: cantrik) berarti murid padepokan, atau murid orang pandai dalam Bahasa Jawa. Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab funduuq (فندوق) yang berarti penginapan

Latar belakangnya pesantren ada 2:

  • pendapat yang menyebutkan bahwa pondok pesantren berakar dari tradisi tarekat.
    pendapat pertama menjelaskan bahwa penyiaran Islam di Indonesia pada awalnya banyak dikenal dalam bentuk kegiatantarekat. Hal ini ditandai oleh terbentuknya kelompok-kelompok tarekat yang melaksanakan amalan-amalan dzikir dan wirid-wirid tertentu. Pemimpinnya dinamakan kyai, yang mewajibkan pengikut-pengikutnya untuk melaksanakan suluk selama empat puluh hari dalam satu tahun dengan cara tinggal bersama dengan anggota tarekat lain dalam sebuah masjid untuk melaksanakan ibadah-ibadah dibawah bimbingan kyai. Untuk keperluan suluk ini, para kyai menyediakan ruang khusus untuk penginapan dan tempat memasak, yang terletakdikiri kanan masjid. Disamping mengajarkan amalan-amalan tarekat para pengikut ini juga diajarkan kitab-kitab agama dalam berbagai cabang ilmu pendidikan Islam. Aktifitas yang dilakukan oleh pengikut tarekat ini kemudian disebut pengajian. Dalam perkembangannya lembaga ini tumbuh dan berkembang menjadi lembaga pesantren.
     
  • pondok pesantren yang kita kenal sekarang ini pada mulanya merupakan pengambil alihan dari sistem pesantren yang diadakan dari orang-orang Hindu Nusantara.
    pendapat yang kedua berdasarkan fakta bahwa jauh sebelum Islam datang ke Indonesia lembaga pesantren sudah ada di negeri ini. Pendidikan pesantren pada masa itu dimaksudkan sebagai tempat mengajarkan ajaran-ajaran agama Hindu dan tempat membina kader-kader penyebar Hindu. Fakta lain mengatakan bahwa pesantren bukan berakar dari tradisi Islam, karena tidak ditemukan lembaga pesantren di negeri Islam lainnya. Sementara ditemukan dalam masyarakat Hindu dan Budha seperti di Indian, Myanmar dan Thailand.Pendapat diatas diperkuat oleh dikatakan oleh Nurcholish Madjid, secara historis, lembaga pesantren telah dikenal lebih luas dikalangan masyarakat Indonesia pra Islam. Islam datang dan tinggal mengislamkan. Dengan kata lain, pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia (indigenous), lantaran lembaga yang merupakan pesantren ini sebenarnya sudah ada sejak masa kekuasaan Hindu Budha


Pendidikan Pesantren


Menurut para ahli, pasantren baru disebut pesantren bila memenuhi lima syarat yaitu: ada kyai, ada pondok, ada masjid, ada santri, dan ada pengajaran membaca kitab kuning. Dengan demikian bila orang menulis tentang pesantren maka topik-topik yang harus ditulis sekurang-kurangnya adalah:

  1. Kyai pesantren, mungkin mencakup syarat-syarat kyai untuk zaman kini dan nanti 
  2. Pondok, akan mencakup syarat-syarat fisik dan non fisik, pembiayayaan, tempat, penjagaan, dan lain-lain 
  3. Masjid, cakupannya akan sama dengan pondok
  4.  Santri, melingkupi masalah syarat, sifat, dan tugas santri
  5.  Kitab kuning, bila diluaskan akan mencakup kurikulum pesantren dalam arti yang luas

    Adapun metode pembelajaran yang dilaksanakan di pondok pesantren adalah sebagai berikut:
    • Sorogan
    •  Wetonan
    •  Muhawarah
    •  Mudzakarah
    •  Bandungan (bahasa Sunda)
    •  Majelis taklim

Karekteristik pendidikan Islam tradisional dikaji dari segi sistem pendidikannya, diantaranya:

  • Orientasi Pendidikan Adalah Mengemban Misi Suci
    Titik tolak ini berkembang dari para sahabat sampai pada penyebar agama Islam awal termasuk di Indonesia. Para Wali (wali sanga) menyebarkan Islam di Indonesia berawal dari panggilan suci, menyampaikan amanat sehingga tujuan akhir yang ingin dicapai adalah mardlotillah, ridlo Allah SWT

  • Melestarikan ajaran Islam
    Islam bisa berkembang dan bertahan karena pemeluknya berupaya untuk melestarikan ajarannya. Salah satu untuk melanggengkan ajaran Islam adalah dengan proses pewarisan ajaran, budaya, adat istiadat masyarakat beragama. Proses ini bisa dijalani melalui pendidikan karena pendidikan itu sendiri merupakan sarana atau wadah dalam rangka proses pentransferan nilai-nilai relegius
  •  Penguatan Doktrin Tauhid
    Sosio-kultur masih diwarnai dengan adat-istiadat setempat yangmasih (di Indonesia) beragama Hindu, Budha, animisme dan diamisme. Tidak jarang penyebar agama Islam memakai pendekatan “culturalapproach”. Pendekatan budaya sebagai konsekwensi dari keadaan kultur masyarakat dimana para penyebar Islam awal berdakwah merupakan keniscayaan. Hal ini dilakukan karena pada awal-awal-awal penyebaran agama Islam, masyarakat masih memeluk agama dan kepercayaan setampat. Penguatan doktrin agama dengan menanamkan aqidah-tauhid menjadi garapan pertama di awal-awal pendidikan. Doktrin baru dengan meng”Esakan” Tuhan inilah yang diajarkan Nabi selama belasan tahun di Mekkah
  • Terfokus pada Pendidikan Keilmuan Islam
    Salah satu metode berfikir masyarakat tradisional Islam pada waktu itu adalah bagaimana mengajarkan ilmu-ilmu Islam kepada generasinya. Sehingga ditempat-tempat halaqoh yang diajarkan adalah terfokus pada ilmu-ilmu keislaman. Pendidikan tradisional belum menambahkan ilmu-ilmu yang berdimensi keduniaan. Masih seputar Al-Qur’an, Tarikh, Fikih, ibadah dan ilmu Islam lainnya. Usaha ini dilakukan Karena pada dasarnya umat pada waktu itu hanya ingin mentransfer melestarikan ajaran Islam yang luhur. Pendidikan akhlak sebagai inti dari semua materi keilmuan Islam memainkan peranan yang sangat dominant. Sehingga para peserta didik memiliki ahklak yang bermanfaat terhadap lingkungan baik keluarga, tempat belajar maupun untuk pribadinya sendir
  • Pendidikan Terpusat pada guru
    Guru sebagai tokoh sentral dalam usaha pentransferan ilmu pengetahuan, sebagai sumber ilmu pengetahuan, serba tahu sehingga gambaran mengenai guru adalah sosok manusia ideal yang selalu berwatak dewasa dan semua tingkah lakunya harus digugu dan ditiru oleh para peserta didiknya. Istilah yang dipakai dalam pendidikan Islam tradisional ini adalah syeikh, ustadz, kyai
  • Sistem Pembelajaran
    Sistem belajarnya memakai halaqoh, bekumpul, mengelompok setelah itu maju satu persatu. Sehingga bisa dikatakan bahwa sistem yang dijalankan dengan memakai dua pendekatan, kelompok dan individual. Dalam istilah pesantren ada sorogan dan bandongan. Sistem sorogan lebih berorientasi pada pendekatan individual, bimbingan pribadi sedangkan system bandongan adalah bimbingan kelompok.
  • Metode Mengajar
    Metode yang sering digunakan dalam proses belajar mengajar adalah metode ceramah. Metode ini paling dominan digunakan dengan diselingi dengan metode imla’, mencatat. Dominannya metode ini disebabkan oleh beberapa hal, pertama perkembangan pendidikan belum semodern sekarang, kedua sarana prasarana masih sangat sederhana, ketiga saat itu metode ini sangat effektif dan efesien, keempat tidak memerlukan waktu untuk persiapan mengajar tergantung kelihaian guru.

 

Kesimpulan

Pendidikan Islam di Indonesia dimulai dari masjid dan surau-surau kecil, sebab masjid tidak hanya menjadi tempat bersujud tapi melakukan banyak aktifivitas yang kemudian berkembangnya zaman pendidikan bergeser ke pesantren dan perlahan meninggalkan masjid dan surau-surau,  meskipun di beberapa daerah terutama pedesaan pendidikan masih ada yang dilakukan di masjid namun sudah sangat berkurang karena peralihan fungsi besar-besaran, bahkan di kota-kota tertentu masjid sering kali dikunci dan hanya dibuka saat waktu shalat berjamaah saja. 

Wallahualam Bissoaf

 

Tugas:
Silahkan meringkas materi diatas dan ditambah dengan pengetahuan yang belum tertulis. tugas ditulis tangan dan dikumpulkan pada email Hardjitoa@gmail.com

 

 

 

 

 

logoblog
Previous
« Prev Post