Sehat Spiritual di Era Digital Generation




Sehat Spiritual
di Era Digital Generation


Indonesia adalah salah satu Negara berkembang yang terus memperbaiki diri untuk menjadi bangsa yang maju. Salah satunya adalah perbaikan di bidang teknologi. Perkembangan teknologi ini menjadi sangat pesat ketika kita melihat era digital, terutama di tahun-tahun 2009 adanya Facebook yang diterima baik anak muda Indonesia menjadikan era internet lebih familier di mata masyarakat secara umum. Tahun-tahun tersebut merupakan masa dimana anak-anak hingga dewasa memiliki kecenderungan untuk menggunakan alat komunikasi serba digital, diantaranya handpone, tablet, computer dll. Benda-benda tersebut adalah salah satu alat untuk menikmati internet yang didalamnya situs pencarian seperti google ataupun media sosial (medsos) yang arusnya tak bisa dibendung lagi, mulai blogg yang ada sejak 1999, Friendster pada tahun 2002, My Space pada tahun 2003, Facebook pada tahun 2004, Twitter pada 2006 dan lain sebagainya.
Satu sisi internet memberikan kemudahan terhadap sebagian orang untuk berhubungan dengan saudara/teman yang lama tidak bertemu atau jarak geografis yang jauh, selain itu juga memudahkan dalam mencari informasi tentang hal-hal keseharian yang berhubungan dengan kebutuhan pokok ataupun kebutuhan intelektual. Misalkan saja, banyak pengetahuan umum atau fatwa agama yang beredar di dunia internet secara bebas tanpa ada klasifikasi atau standar pembenaran dari ahli. Sehingga era ini adalah masa kebebasan tanpa batas yang segala informasi bisa diambil dari internet tanpa mengetahui salah atau benarnya pengetahuan tersebut.
Lantas bagaimana kita menyikapi kebebasan informasi tersebut, terutama dalam memahami agama? pada era digital ini memberikan suguhan kemudahan dalam banyak hal, namun disisi yang lainnya kita dibuat malas berfikir, karena semua pertanyaan yang kita ajukan ke google bisa dijawabnya. Prosedurnyapun sangat simple, kita menuliskan pertanyaan pada kolom google, kemudian beberapa detik jawaban atau komentar keluar dengan beragam dan berderet-deret. Bahkan, google menjadi lebih pintar dari pada guru, kiai atau tokoh yang awalnya memiliki otoritas tertinggi dalam pemikiran masing-masing individu. Disinilah, adanya unsur kemalasan untuk mencari rujukan yang shahih atau malasnya bertanya kepada orang ‘alim. Maka, berhati-hatilah dengan tulisan yang ada, perhatikan, cermati dan resapi. Lebih baiknya, tanyakan kepada guru yang bersangkutan atau ahlinya.
Selain itu kita harus berhati-hati terutama dalam soal doktrin agama, banyak tulisan bebas yang tidak bertanggung jawab dalam memahami teks Al-Qur’an dan Assunnah. Misalkan saja, soal jihad (jihad adalah kematian di jalan Allah, salah satunya melalui bom bunuh diri di tempat umum), Islam adalah soal baju dan Jilbab (baju menggunakan jubah hitam besar ala Islam Arab dan jilbab dipahami menutup aurat yang panjangnya seperti sampai bawah pantat- cek pakaian orang Arab), haramnya bid’ah (tahlilan, kenduren, slametan dll) dan lain sebagainya. Pemahaman-pemahan semacam tersebut tentu saja, sangat bisa diakses oleh remaja-remaja yang sedang haus mencari pengetahuan soal keberagamaannya. Padahal belajar agama tanpa adanya guru yang jelas bisa menyesatkan dan akhirnya bisa menciptakan skat dengan masyarakat pada umumnya.
Disinilah kita dituntut perlu menjadi sehat spiritual, pertanyaan kemudian adalah bagaimana kita menjadi manusia yang sehat spiritual? spiritual tentu saja menjadi salah satu idaman remaja di era digital generation. Ciri-cirinya bukanlah orang yang hanya melakukan shalat secara rutin, puasa, mengaji dan tradisi-tradisi keagamaan saja. Akan tetapi dalam menjadi spiritual dibutuhkan sirkuit yang menghubungan diantara tiga point besar untuk menciptakan manusia yang sehat spiritual yaitu: pertama, tradisi yang dimaknai shalat, puasa, zakat, haji dll. Kedua, emosi positif yaitu jiwa kesederhaan di dalam menanggapi gerusan modernitas. Ketiga, makna hidup yaitu pekerja keras, kritis, optimis, pantang menyerah dan lain sebagainya. Sehingga di dalam memaknai sehat secara spiritual tak hanya orang-orang yang rajin shalat dan mengaji tapi harus diimbangi dengan sikap kesederhanaan dan sikap progresif terhadap dunia.
Menjadi sehat spiritual di era digital generation sudah menjadi barang wajib untuk dimiliki remaja saat ini. Mau tidak mau, mereka ikut andil besar dalam meramaikan era digital ini sebagai masyarakat konsumtif wajib. Lihatlah ke sekeliling anda, mayoritas remaja saat ini memiliki medsos dan setiap hari mereka membuka dan terlibat aktif di dalamnya, bahkan tak jarang mereka menjadi autis (sikap acuh terhadap lingkungan). Sehingga untuk mengimbangi modernisasi ini dibutuhkan sikap cerdas spiritual sebagai salah satu benteng terkuat untuk tameng bagi remaja agar tetap menjadi remaja yang cerdas, aktif, positif dan menjalankan syariat Islam yang berlaku.


#eradigital #spiritual #sehatspiritual #generation

logoblog
Previous
« Prev Post