Pendekatan Sosiologis



Pendekatan Sosiologis

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, terutama di dalamnya perubahan-perubahan sosial.[1] Bahkan dalam perkembanganya muncullah sosiologi pengetahuan, bagi pengembangan ilmu-ilmu keislaman, sosiologi pengetahuan memiliki manfaat ganda, yaitu:[2]
a)      Teoritis-epistemologis, bahwa sosiologi pengetahuan dapat membantu para pengkaji ilmu-ilmu keislamana untuk memahami substansi ilmu dan mengembangkan paradigma didalamnya, sehingga ilmu lebih bisa dinamis. Pemahaman terhadap substansi ilmu dilakukan melalui penemuan ekslempar-ekslempar, pencarian paradigma dalam ekslempar-ekslempar itu, dan pengidentifikasian teori-teori dalam suatu paradigma.
Kemudian mengembangkan paradigma yang telah ditemukan itu dengan menelusuri kaitan antara paradigma dengan konteks sosio historisnya, mencari kemungkinan paradigma baru berdasarkan analisis persoalan sosio historis kontemporer dan mencari kemungkinan teori-teori baru yang bernaung dalam paradigma baru.
b)      Praktis-metodologis, bahwa sosiologi pengetahuan dapat memperkaya metode penelitian ilmu-ilmu keislaman. Ilmu keislaman sudah selayaknya dilihat dengan berbagai cara, asalkan semua cara itu dilakukan dengan bertanggung jawab dan dapat memperluas perspektif inilah akan terwujud ilmu keislaman yang ramah terhadap segala keragaman dan problematika kehidupan. Di samping itu, ilmu keislaman yang multiperspektif juga akan mudah diterima semua kalangan karena dinamika dan kelenturannya yang tinggi ketika harus bersentuhan dengan realitas sosial.
Dalam sosiologi ada pranata sosial, pranata adalah sistem norma atau aturan-aturan mengenai aktivitas masyarakat, sementara sosial secara sederhana adalah masyarakat. Maka pranata sosial adalah himpunan kaidah-kaidah atau aturan-aturan yang dipahami, dihargai dan ditaati oleh warga masyarakat dan bertujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat.[3]
Pelapisan sosial adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam tatanan atau urutan secara bertingkat atau hirarkis. Adapun wujud pelapisan masyarakat adalah:[4]
a.       Tinggi rendah
b.      Bangsawan atau berdarah biru
c.       Superior-inferior
d.      Unggul biasa
e.       Priyayi-wong cilik, dan semacamnya
Munculnya pelapisan sosial adalah karena adanya sesuatu yang dihargai oleh masyarakat, yakni harta benda, ilmu pengetahuan, kekuasaan, keturunan keluarga terhormat, kesolehan dalam agama, dan semacamnya. Karena itu, strata sosial selalu ada dalam masyarakat. Adapun teori tentang munculnya lapisan-lapisan dalam masyarakat adalah:[5]
a.       Terjadi dengan sendirinya, misalnya seorang dermawan dihormati masyarakat.
b.      Sengaja disusun untuk mencapai tujuan tertentu, yang sering disebut sebagai pembagian kerja.
Sedangkan sifat sistem lapisan dalam masyarakat ada dua, yaitu:[6]
a.       Tertutup, tidak memberikan kemungkinan pindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan lain.
b.      Terbuka, memungkinkan seseorang pindah dari satu lapisan ke lapisan lain.
Adapun faktor yang dapat dijadikan titik tolak mencapai kesamaan derajat adalah adanya pengakuan terhadap hak asasi manusia.
Kaitanya dengan pendekatan sosiologis, minimal ada tiga teori yang bisa digunakan dalam penelitian, yaitu:[7]
a.       Teori fungsional, teori yang mengasumsikan masyarakat sebagai organisme ekologi mengalami pertumbuhan. Semakin besar pertumbuhan terjadi semakin kompleks pula masalah-masalah yang akan terjadi. Maka yang menjadi kajian penelitian agama dengan pendekatan sosiologi dengan teori fungsional adalah dengan melihat atau meneliti fenomena masyarakat dari sisi fungsinya.
Adapun langkah-langkahnya:
a)      Membuat identifikasi tingkah laku sosial yang problematik
b)      Mengidentifikasi konteks terjadinya tingkah laku yang menjadi obyek penelitian
c)      Mengidentifikasi konsekuensi dari satu tingkah laku sosial
b.      Teori interaksional mengasumsikan, dalam masyarakat pasti ada hubungan antara masyarakat dengan individu, antara individu dengan individu lain. Teori ini sering diidentifikasi sebagai deskripsi yang interpretatif, yaitu suatu pendekatan yang menawarkan analisis yang menarik perhatian besar pada pembekuan sebab yang senyatanya ada.
Ada sejumlah kritik yang muncul pada teori interaksionis;
a)      Ia dituduh menggunakan analisis yang kurang ilmiah, alasanya karena teori interaksionisme menghindari pengujian hipotesis, menjauhi hubungan sebab akibat, karena itu kadar keilmiahannya diragukan.
b)      Teori ini terlalu memfokuskan pada proses sosial di tingkat mikro dan kurang perhatian pada proses sosial yang terjadi di tingkat makro.
c)      Teori ini dianggap mengabaikan kekuasaan.
Adapun prinsip dasar yang dikembangkan teori ini adalah:
a)      Bagaimana individu menyikapi sesuatu, atau apa saja yang ada di lingkungannya.
b)      Memberikan makna pada fenomena tersebut berdasarkan interaksi sosial yang dijalin dengan individu lain.
c)      Makna tersebut difahami dan dimodifikasi oleh individu melalui proses interpretasi atau penafsiran yang berkaitan dengan hal-hal lain yang dijumpainya.
c.       Teori konflik, teori yang memiliki kepercayaan bahwa setiap masyarakat mempunyai kepentingan (interest) dan kekuasaan (power), yang merupakan pusat dari segala hubungan sosial. Menurut pemegang aliran ini nilai dan gagasan-gagasan selalu dipergunakan sebagai senjata untuk melegitimasi kekuasaan.


[1] Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994), hlm. 719
[2] Muhyar Fanani, Metode Studi Islam: Aplikasi Sosiologi Pengetahuan Sebagai Cara Pandang (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 90
[3] Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam (Yogyakarta: ACAdeMia+Tazzafa, 2009), hlm. 206
[4] Ibid, hlm. 207
[5] Ibid, hlm. 207
[6] Ibid, hlm. 207-208
[7] Ibid, hlm. 210
logoblog
Previous
« Prev Post