SEJARAH ISLAM INDONESIA: KERAJAAN BANJAR

KERAJAAN ISLAM BANJAR

Oleh: Binti Khoiriyah, Nazhif Kayyisa Karima, Salsabila Chumada


          Kerajaan Banjar merupakan kerajaan bercorak Islam pertama di Kalimantan Selatan. Sejarah Kerajaan Banjar dimulai sejak tahun 1526 Masehi dan berakhir pada 1905 Masehi. Awalnya, Kesultanan Banjar terletak di wilayah Banjarmasin. Namun, dalam perjalanannya, kerajaan Islam ini berpindah-pindah ibu kota hingga berakhir ke Martapura.

SEJARAH KERAJAAN BANJAR



            Pada akhir abad ke-15, Kalimantan Selatan masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Daha yang dipimpin oleh Raja Sukarama, raja keempat Kerajaan Daha. Pada saat itu, terjadi perebutan takhta Nagara Daha antara dua orang anak Raja Sukarama, yakni Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Tumenggung. Akan tetapi, Raja Sukarama berwasiat agar penerusnya ialah cucunya, Raden Samudera, anak dari putrinya Puteri Galuh Intan Sari. Ayah dari Raden Samudera adalah Raden Manteri Jaya, putra dari Raden Begawan, saudara Maharaja Sukarama. Wasiat Raja Sukarama membuat nyawa Raden Samudera terancam. Pasalnya, Pangeran Tumenggung sudah sangat berambisi untuk menjadi penguasa Daha. Sadar bahwa keselamatannya terancam, Raden Samudera kemudian memilih untuk meninggalkan istana dan menyamar menjadi nelayan di pesisir Pantai Serapat, Kuin Belandian dan Banjar.
            Saat Raden Samudera beranjak dewasa, dia bertemu dengan Patih Masih, seorang penguasa Bandar yang sudah memeluk ajaran agama Islam. Selanjutnya, Patih Masih berunding dengan Patih Balit, Patih Balitung, dan patih Kuin. Hasil dari perundingan itu adalah adanya kesepakatan untuk mengangkat Raden Samudera menjadi Raja Banjar pada tahun 1526 di Banjarmasin. Pengangkatan ini menjadi titik balik perjuangan Raden Samudra. Dia sukses membangun kekuatan politik baru sebagai tandingan untuk mendapatkan haknya sebagai Raja di Nagara Daha.
            Di sisi lain, Pangeran Tumenggung yang mendengar kabar ada kerajaan baru di Banjarmasin, marah besar dan tak mau tinggal diam. Dia pun menyiapkan armada perang dan mengirimnya ke Sungai Barito dan Ujung Pulau Lalak untuk menyerang Raden Samudera. Untuk menghadapi serangan tersebut, Raden Samudera meminta saran dari Patih Masih, mengingat armada Kerajaan Banjar masih belum mampu melawan pasukan Pangeran Tumenggung. Sang Patih kemudian menyarankan kepada Raden Samudera untuk meminta bantuan kepada Kerajaan Demak yang saat itu dipimpin oleh Sultan Trenggana.
            Kerajaan Demak bersedia membantu Kerajaan Banjar asalkan Raja beserta rakyatnya bersedia memeluk agama Islam. Raden Samudera pun menyanggupi syarat tersebut dan Kerajaan Demak mengirimkan seribu pasukan bersenjata serta penghulu bernama Khatib Dayaan untuk mengislamkan masyarakat Banjar. Dengan bantuan tersebut, pasukan Pangeran Tumenggung dapat dikalahkan dan Kerajaan Daha jatuh ke tangan Raden Samudera.
            Sejak saat itu, Kesultanan Banjar berdiri dan daerah-daerah lain mulai tunduk. Sementara Raden Samudera diberi gelar Sultan Suriansyah.

RAJA-RAJA KERAJAAN BANJAR
            Berikut daftar Raja atau Sultan yang pernah memimpin Kerajaan Banjar :
1.     (1520-1546) Sultan Suriansyah
2.     (1546-1570) Sultan Rahmatullah
3.     (1570-1595) Sultan Hidayatullah
4.     (1595-1641) Sultan Mustasin Billah
5.     (1641-1646) Sultan Inayatullah
6.     (1646-1660) Sultan Saisullah
7.     (1660-1663) Sultan Ri’ayatullah
8.     (1663-1679) Sultan Amrullah Bagus Kasuma
9.     (1679-1700) Sultan Amarullah Bagus Kasuma/Suria Angsa/Saidillah
10.  (1700-1717) Sultan Tahmidullah
11.  (1717-1730) Panembahan Kusuma Dilaga
12.  (1730-1734) Sultan Kuning
13.  (1734-1759) Sultan Tamjidillah I
14.  (1759-1761) Sultan Muhammadillah
15.  (1761-1801) Sunan Nata Alam (Pangeran Mangkubumi)
16.  (1801-1825) Sultan Sulaiman Saidullah
17.  (1825-1857) Sultan Adam al Watsiq Billah
18.  (1857-1859) Sultan Tamjidillah II
19.  (1859-1862) Sultan Hidayatullah II
20.  (1862) Pangeran Antasari
21.  (1862-1905) Sultan Muhammad Seman

MASA KEJAYAAN KERAJAAN BANJAR
            Kerajaan Banjar mengalami masa kejayaan pada abad ke-17, yakni di masa pemerintahan Sultan Mustasin Billah (1595-1620). Pada saat itu, Banjarmasin yang merupakan Ibu Kota Kesultanan Banjar, berkembang menjadi bandar perdagangan yang besar. Mengingat wilayah tersebut letaknya sangat strategis serta memiliki sumber daya alam yang melimpah. Kondisi ini membuat para saudagar dari berbagai daerah datang ke Banjarmasin untuk mencari barang dagangan, mulai dari lada hitam, rotan, dammar, emas, intan, madu hingga kulit binatang. Lada hitam sendiri menjadi komoditas yang memiliki nilai tinggi di pasaran internasional.
            Nama Banjarmasin pun mulai masyhur. Belanda pun mengirimkan ekspedisi untuk menjalin hubungan dagang dengan Kesultanan Banjar pada 1603 Masehi. Hanya saja, kesan buruk yang diterima pedagang Banjar membuat usaha Belanda itu gagal. Kegagalan itu tak serta merta membuat Belanda menyerah, mereka justru sangat berambisi untuk menjalin hubungan dagang dan menguasai Kesultanan Banjar. Berulang kali ekspedisi yang dikirim Belanda pada tahun 1606 dan 1612 selalu berakhir gagal, kendati Belanda sempat memporak-porandakan pusat pemerintahan Kasultanan Banjar di Banjarmasin, hingga Sultan Multasin harus memindahkan ibu kota ke Martapura.
            Ambisi Belanda untuk menguasai Kesulatanan Banjar baru berhasil setelah Sultan Hamidullah/Sultan Kuning, raja ke-12 Kesultanan Banjar wafat pada tahun 1734. Wafatnya Sultan Kuning memunculkan pertentangan perebutan kekuasaan antara Pangeran Aminullah, selaku putra mahkota Kesultanan Banjar dengan adik Sultan Kuning, Tamjidillah I. Perebutan kekuasan terjadi karena Pangeran Aminullah belum dewasa pada saat Sultan Hamidullah wafat. Situasi ini kemudian dimanfaatkan oleh Belanda. Mereka menawarkan bantuan kepada Tamjidillah I agar dapat menjadi penguasa Kesultanan Banjar.
            Berkat bantuan Belanda, Sultan Tamjidillah I berhasil mengusir Pangeran Aminullah dari Istana Banjar. Sebagai bentuk balas budi, Sultan Tamjidillah I menandatangani perjanjian perdagangan dengan Belanda pada tahun 1747 Masehi dan mendirikan Kota di Tabanio. Seiring dengan semakin kuatnya cengkeraman kekuasaan Belanda di Istana Banjar, serta konflik perebutan kekuasan antara Pangeran Aminullah dengan Sultan Tamjidillah, Belanda semakin memiliki celah untuk menghapuskan kesultanan ini secara sepihak pada 11 Juni 1980. Akan tetapi, karena dibantu oleh perlawanan Pangeran Antasari dan Sultan Muhammad Seman, Kasultanan Banjar mampu bertahan hingga 1905 Masehi.

MASA KEMUNDURAN KERAJAAN BANJAR
            Kerajaan Banjar mengalami kemajuaan sebagai dampak dari wilayah kerajaan ini sebagai pelabuhan bebas. Tetapi sebaliknya kehadiran unsur asing didaerah itu juga dapat mengakibatkan perpecahan di kalangan istana. Kehadiran pihak Pemerintah Kolonial Hindia Belanda yang ikut campur dalam urusan adat kerajaan adalah bukti bahwa unsur asing yang hadir dalam Kerajaan Banjar nantinya akan memunculkan perpercahan dikalangan istana. Keterlibatan unsur asing dalam urusan istana juga merupakan salah satu penyebab utama meletusnya perang antara Kerajaan Banjar dengan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.
            Awal mulanya Kerajaan Banjar memiliki hubungan yang cukup baik dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda, akan tetapi dengan ikut campurnya pemerintah kolonial dalam urasaan kerajaan mengakibatkan memanasnya hubungan diantara kedua belah pihak yang pada akhirnya akan menyebabkan pertempuran untuk mempertahankan kekuasaan di wilayah Kalimantan Selatan. Dalam sejarah pertempuran tersebut dikenal sebagai “Perang Banjar”.
            Perlawanan Kerajaan Banjar berlangsung dalam dua tahap, yang pertama berlangsung dari tahun 1859-1863, sedangkan perlawanan tahap kedua berlangsung dari tahun 1863-1905. Peperangan yang berlangsung hampir setengah abad lamanya berakhir dengan kekalahan di pihak Kerajaan Banjar. Dengan terpatahkannya perlawanan rakyat Banjar pada tahun 1905, maka hal ini menandai runtuhnya era dari Kerajaan Banjar yang telah berdiri sejak tahun 1520.

ASPEK KEHIDUPAN MASYARAKAT BANJAR

  1. Kehidupan Politik
    Sultan dalam Kerajaan Banjar merupakan penguasa tertinggi, yang mempunyai kekuasaan dalam masalah politik dan keagamaan. Dibawah sultan ada Putera Mahkota yang dikenal dengan sebutan Sultan Muta. Ia tidak mempunyai jabatan tertentu tetapi pembantu Sultan. Disamping Sultan, terdapat sebuah lembaga Dewan Mahkota yang terdiri dari kaum bangsawan dan Mangkubumi.
    Mangkubumi adalah pembantu sultan yang mempunyai peranan besar dalam roda pemerintahan. Mangkubumi di dalam pemerintahan didampingi menteri Panganan, Menteri Pangiwa dan Menteri Bumi dan dibantu lagi oleh 40 orang menteri Sikap. Tiap-tiap menteri Sikap mempunyai bawahan sebanyak 100 orang.
  2.  Kehidupan Sosial dan Ekonomi
    Dalam masyarakat Banjar terdapat susunan dan peranan sosial yang berbentuk segi tiga piramid. Lapisan teratas adalah golongan penguasa yang merupakan golongan minoritas. Golongan ini terdiri dari kaum bangsawan, keluarga raja. Lapisan tengah diisi oleh para pemuka agama yang mengurusi masalah hukum keagamaan dalam kerajaan. Sementara golongan mayoritas diisi oleh para petani, nelayan, pedagang dan lain sebagainya. Perkembangan perekonomian di Kalimantan Selatan mengalami kemajuan yang pesat pada abad-16 sampai abad-17. Banjarmasin menjadi kota dagang yang sangat berarti untuk mencapai suatu kemakmuran kerajaan. Kalimantan Selatan juga memiliki perairan yang strategis sebagai lalu lintas perdagangan. Dalam perdagangan, lada merupakan komoditas ekspor terbesar dalam Kerajaan Banjar. Dalam hal industri, Kerajaan Banjar juga menghasilkan besi dan logam. Industri logam dan besi ini terdapat di daerah Negara. Kemampuan dan keahlian mereka mencari logam seperti perunggu, yang dapat menghasilkan bermacam barang-barang untuk di ekspor. Sejak abad ke-17 daerah Negara terkenal dengan pembuatan kapal dan peralatan senjata lainnya, seperti golok, kapak, cangkul dan lain-lain. Selain itu, keahlian membuat kendi sebagai bentuk kerajinan yang telah berkembang turun-temurun sebagai sambilan disamping bertani. Kemudian dikenal juga usaha-usaha pertukangan, seperti tukang gergaji papan dan balok, tukang sirap, dan lain sebagainya. 
  3. Kehidupan Budaya. Orang-orang Banjar terdiri dari tiga golongan, yaitu Kelompok Banjar Muara (Suku Ngaju), Kelompok Banjar Batang Banyu (Suku Maanyan), dan Kelompok Banjar Hulu (Suku Bukit).

      Perpaduan kebudayaan kerajaan Banjar terbagi menjadi empat macam, yaitu :

  •     Percampuran budaya melayu dengan budaya bukit dan maanyan sebagai inti, kemudian membentuk kerajaan Tanjung Pura dengan agama Buddha.
  •  Percampuran kebudayaan pertama dengan kebudayaan Jawa, yang mana budaya Maanyan, Bukit, dan Melayu menjadi inti, yang kemudian membentuk Kerajaan Negara Dipa dengan agama Buddha.
  •  Perpaduan dengan kebudayaan Jawa yang membentuk kerajaan Negara Daha dengan agama Hindu.
  •  Kerajaan Daha dalam membentuk kerajaan Banjar Islam dan perpaduan suku Ngaju, Maanyan dan Bukit.


PENINGGALAN KERAJAAN BANJAR



  1. Candi Agung Amuntai. Salah satu peninggalan bersejarah di Kerajaan Banjar adalah Candi Agung Amuntai. Candi Agung diperkirakan telah berusia 740 tahun. Bahan material Candi Agung ini didominasi oleh batu dan kayu. Kondisinya masih sangat kokoh. Di candi ini juga ditemukan beberapa benda peninggalan sejarah yang usianya kira-kira sekitar 200 tahun SM. Batu yang digunakan untuk mendirikan candi ini pun masih terdapat disana. Batunya sekilas mirip sekali dengan batu bata merah. Namun bila disentuh terdapat perbedaannya, lebih berat dan lebih kuat dari bata merah biasa. Situs Candi Agung, yang merupakan bagian dari lambang daerah HSU, dengan menggunakan cara supranatural.
  2. Masjid Sultan Suriansyah, Masjid Sultan Suriansyah adalah sebuah masjid bersejarah yang merupakan masjid tertua di Kalimantan Selatan. Masjid ini dibangun di masa pemerintahan Sultan Suriansyah (1526-1550), raja Banjar pertama yang memeluk agama Islam. Masjid ini terletak di Kelurahan Kuin Utara, Banjarmasin Utara, Banjarmasin, kawasan yang dikenal sebagai Banjar Lama merupakan situs ibukota Kesultanan Banjar yang pertama kali. Bentuk arsitektur dengan konstruksi panggung dan beratap tumpang, merupakan masjid bergaya tradisional Banjar. Masjid bergaya tradisional Banjar pada bagian mihrabnya memiliki atap sendiri terpisah dengan bangunan induk.
  3. Kitab Sabilal Muhtadin, Sabilal Muhtadin lit-Tafaqquh fi Amrid-din atau dikenal dengan Sabilal Muhtadin adalah sebuah kita yang ditulis oleh Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Sabilal Muhtadin lit-Tafaqquh fi Amrid-din sendiri artinya jalan bagi orang-orang yang mendapat petunjuk untuk mendalami urusan agama. Kitab ini adalah salah satu peninggalan kerajaan Banjar yang masih bisa masyarakat lihat hingga saat ini. Kitab ini ditulis pada tahun 1779 Masehi atau sekitar 1193 Hijriah, yaitu pada zaman pemerintahan Sultan Tamjidullah. Kitab ini sendiri berisi ilmu fikih berdasarkan Mazhab Syafi'i.
  4. Buku, senjata, stempel kerajaan dan perkakas lainnya yang tersimpan di Museum Lambung Mangkurat.
          Museum Lambung Mangkurat sendiri berlokasi di Kota Banjarbaru kurang lebih 35 km dari Kota Banjarmasin. Pada museum ini tersimpan beragam peninggalan sejarah seperti perkakas dari batu, ukiran kayu Ulin, perkakas pertanian, perlengkapan rumah tangga, alat musik tradisional serta peninggalan-peninggalan yang mengandung nilai sejarah khususnya peninggalan kerajaan Banjar.
  5.  Komplek Pemakaman Raja-raja dan Ulama Penting. 
    • Makam Sultan Suriansyah, Letak dari Kompleks Pemakaman Sultan Suriansyah berada di Kelurahan Kuin Utara, Kecamatan Banjarmasih Utara, Kota Banjarmasin. Sebenarnya, tempat ini hanya berjarak sekitar 500 meter saja dari Masjid Sultan Suriansyah. kompleks pemakaman tersebut mengalami pemugaran sekitar tahun 1984. Adapun tujuan dari pemugaran tersebut adalah untuk memperkokoh sisi bawah makam menggunakan slof beton, membenarkan letak nisan, dan memperbaiki ukiran-ukiran hiasannya yang telah rusak.
    •  Makam Sultan Mustain Billah, Makam Sultan Mustain Billah berlokasiny di Desa Dalam Pagar, Kecamatan Martapura, Banjar. Namun karena desa itu mengalami pemekaran, kini letaknya menjadi di Desa Sungai Kitano. Kira-kira, jaraknya hanya 10 meter saja dari tepi Sungai Martapura. Makam penguasa Kerajaan Banjar yang keempat baru ditemukan pada tahun 1990-an oleh masyarakat sekitar
    • Makam Sultan Inayatullah, Peninggalan berharga milik Kerajaan Banjar yang berupa makam adalah peristirahatan terakhir milik Sultan Inayatullah. Letaknya berada di Desa Dalam Pagar, Martapura Timur, Kalimantan Selatan.


Untuk para Raja Banjar dan keluarga serta menteri2nya, semoga diampuni segala dosanya. Amiiin... Alfatihah...

logoblog
Previous
« Prev Post